Sinopsis: Misaki tiba-tiba kena penyakit berat dan biaya pengobatannya sangat mahal sekali. Seluruh anggota tim Nankatsu FC berusaha keras mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Misaki. Apa saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan uang? Apakah mereka akan berhasil? Apakah Misaki akan sembuh? AU.
Kota Nankatsu, 2001.
Hari itu di kota Nankatsu, cuaca sangat cerah. Matahari bersinar terang, angin bertiup sepoi-sepoi, burung-burung berkicau dengan riangnya. Suasana kota semakin terasa riang karena tepat pada hari ini, pertandingan final dalam turnamen kejuaraan nasional tingkat SMP antara Musasi FC dan juara bertahan Nankatsu FC akan berlangsung. Tentu saja, nyaris seluruh penduduk kota memadati stadion untuk memberikan dukungan kepada tim kesayangan mereka.
PRIIIIT! Pluit wasit berbunyi, dan pertandingan pun dimulai. Baru beberapa menit pertandingan berjalan, tim Nankatsu FC sudah menguasai permainan. Ya, bagaimana tidak? Mereka punya pemain-pemain handal seperti pasangan emas Tsubasa-Misaki dan si kiper tangguh Wakabayashi. Para suporter meneriakkan yel-yel dengan penuh semangat.
"Maju, maju, maju, Nankatsu! Ayo maju, maju, Nankatsu!" seru Anego memimpin para rekan-rekannya. Teriakan dan dukungan dari penonton membuat semangat anggota tim semakin bergelora. Mereka terus melancarkan serangan.
"Tsubasa, ini!" seru Misaki sambil mengoper bola kepada Tsubasa. Tsubasa menerima operan Misaki, lalu menggocek bola dengan gerakan yang sangat indah. Semakin lama, ia semakin dekat ke gawang. Ia kemudian melewati tiga bek tim Musasi sekaligus. Para penonton menahan nafas dengan tegang. Tsubasa mengambil ancang-ancang… Kemudian… DUK!
"YAAAAAA! 1-0 UNTUK NANKATSU FC! Tsubasa Ozora mencetak gol dari operan Taro Misaki! Pasangan emas ini benar-benar luar biasa! Saya yakin kelak mereka akan menjadi duet terbaik untuk timnas Jepang!" seru sang komentator.
Penonton bersorak-sorai. Papan skor pun berubah menjadi 1-0 untuk keunggulan Nankatsu FC. Izawa, Urabe, Izisaki, dan yang lainnya berlari menghampiri Tsubasa dan Misaki untuk merayakan gol.
"Kalian hebat, kalian hebat!" seru mereka semua sambil mengacak-ngacak rambut Misaki dan Tsubasa.
Di tengah euforia itu, tiba-tiba saja Misaki batuk kencang sekali.
"Misaki?" tanya Tsubasa dengan cemas. "Ada apa? Kau baik-baik saja?"
"Aku tidak apa-apa, Tsubasa, tidak usah khawatir." Misaki lalu batuk sekali lagi, dan mencengkeram dadanya.
Tsubasa lalu memperhatikan sahabatnya itu dengan baik-baik. Wajah Misaki tampak pucat dan ia berkeringat. Sang kapten kemudian menekan dahi Misaki dengan telapak tangannya. Ia terkesiap, lalu menarik tangannya kembali. Badan Misaki panas sekali! Telapak tangannya terasa terbakar. Tidak. Ia tidak baik-baik saja. Ia demam tinggi!
"Misaki, aku rasa kau tidak baik-baik saja. Badan kau panas sekali! Aku akan minta Coach Roberto untuk mengganti kau," ucap Tsubasa sambil menarik tangan Misaki. Tapi, wasit sudah meniupkan peluit tanda pertandingan dimulai lagi. Pertandingan pun berlangsung lebih alot dan lebih seru. Kedua tim bermain dengan sangat ngotot. Mereka saling menyerang. Kejar-kejaran gol pun tidak dapat dihindari. Tsubasa yang masih khawatir dengan Misaki, terus memperhatikan sahabat karibnya itu. Ia berkeringat lebih banyak dari sebelumnya, larinya lebih lambat, dan Tsubasa berani bersumpah ia melihat Misaki mimisan tapi ia buru-buru mengelapnya. Di menit 90, kedudukan masih sama imbang 3-3. Seluruh stadion menjadi sangat sunyi sekarang, menunggu dengan tegang karena injury time hanya selama 2 menit saja. Di menit pertama injury time, Misaki secara ajaib berlari dengan sangat cepat, menggocek bola, lalu mencetak gol. Kedudukan berubah menjadi 4-3 untuk keunggulan Nankatsu. Tak berapa lama setelah Misaki mencetak gol, wasit meniup pluit tanda pertandingan berakhir. Seluruh isi stadion bersorak sorai. Berkat Misaki dan Tsubasa, Nankatsu FC menjadi juara nasional selama 2 tahun berturut-turut.
Seluruh anggota tim langsung merubungi Misaki, mengangkatnya tinggi-tinggi, dan bersorak, "Misaki! Misaki! Misaki! Pahlawan penentu kemenangan kita! Hidup Misaki! Hidup Misaki!"
Saat ia sudah diturunkan, dan mereka semua menunggu panitia untuk mengambil trofi dan medali, Misaki tiba-tiba saja membungkuk, dan batuk terus menerus. Akan tetapi, karena masih larut dalam euforia kemenangan, para anggota tim dan Coach Roberto tidak memperhatikannya. Tsubasa-lah yang pertama menyadari ada sesuatu yang salah dengan Misaki setelah melihat bercak darah di rumput. Dengan panik ia menghampiri Misaki yang masih membungkuk dan terbatuk-batuk di lapangan.
"Misaki!" seru Tsubasa. "Kau baik-baik saja? Kau… ya ampun… kau mimisan! Aduh, banyak sekali mimisannya! Coach Roberto!" teriak Tsubasa sambil membelai punggung dan tengkuk Misaki. "Misaki mimisan! Dia juga batuk terus! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!"
Akan tetapi Coach Roberto sedang sibuk melayani pertanyaan dari para wartawan sehingga ia tidak mendengar Tsubasa memanggilnya.
"Tsubasa, jangan berlebihan, aku tidak apa-apa! Cuma batuk dan mimisan doang!"
"Misaki, apa-apaan kamu! Cuma batuk dan mimisan doang? Lihat, darahnya banyak sekali!"
"Aku sudah bilang aku tidak apa-apa…Aku cuma…tidak…enak…badan…dan… sedikit…flu….." Misaki menggumam dengan lemah, lalu ia mencengkeram dadanya dengan erat, setelah itu jatuh pingsan di lapangan. Suara Misaki yang membentur lapangan mengagetkan seluruh anggota tim. Mereka semua kemudian merubungi Misaki.
"Misaki! Coach Roberto! Cepat panggil ambulans!"
Coach Roberto kemudian berlari meninggalkan kerumunan wartawan.
"Ada apa anak-anak?! Misaki… oh astaga, dia kenapa?!" jerit Coach Roberto dengan ngeri setelah melihat kaus Misaki sudah setengah merah oleh darah.
"Aku tidak tahu, Coach Roberto. Tiba-tiba saja dia batuk dan mimisan. Badannya juga panas sekali. Cepat panggil ambulans, Coach!" seru Tsubasa. Coach Roberto mengangguk, kemudian minta kepada para tim medis untuk membawa Misaki ke ruang ganti sementara mereka menunggu ambulans. Suasana stadion yang tadinya bergemuruh berubah menjadi mencekam.
Untunglah, tidak lama kemudian, ambulans datang dan membawa Misaki.
XXX
Para anggota tim Nankatsu FC duduk dengan tegang di ruang tunggu. Sudah berjam-jam Misaki diperiksa oleh dokter. Dan mereka belum tahu bagaimana keadaan salah satu pemain andalan mereka itu. Sementara Anego tidak henti-hentinya menangis.
"Ada apa dengan Misaki? Kenapa Dokter lama sekali memeriksanya? Jangan-jangan Misaki sudah meninggal?" isak Anego. Seluruh anggota tim memandangnya dengan marah.
"Bicara apa kau Anego! Misaki pasti akan baik-baik saja!" seru Izisaki.
"Tapi tadi dia mimisan banyak sekali! Tidak mungkin tidak terjadi sesuatu yang buruk kepadanya!"
"Daripada terus berpikiran yang tidak-tidak, lebih baik berdoa untuk Misaki, Anego! Atau apa kau memang mengharapkan Misaki meninggal?!" teriak Matsuyama.
Anego sekarang berdiri dari kursinya. "Enak saja! Tega-teganya kau berkata seperti itu, Matsuyama! Tentu aku berharap Misaki baik-baik saja, tapi kita harus siap dengan kemungkinan terburuk!"
"Sudah! Sudah! Diam, kalian! Seperti anak kecil saja, bertengkar seperti ini!" ucap Wakabayashi. "Kita tidak bisa melakukan apapun, lebih baik kita diam dan tunggu saja dengan sabar disini!"
Sekitar 20 menit kemudian, seorang dokter keluar dan menghampiri mereka semua. Di jas dokternya, tertera nama Dokter Ryunosuke.
"Kerabat dari Taro Misaki?" sapanya dengan ramah.
"Ya, kami teman-teman satu timnya," ucap mereka semua.
"Dan kau, Pak? Apakah anda keluarga dari Taro Misaki?" tanya Dokter Ryunosuke kepada Coach Roberto.
"Saya pelatih tim ini, Roberto Hongo," jawab Coach Roberto.
"Lalu, dimana keluarga Taro Misaki? Bisakah anda memberikan nomor telepon orangtua Misaki?"
"Orangtua Misaki sudah meninggal dalam kecelakaan mobil sekitar dua bulan yang lalu," jawab Coach Roberto lagi.
"Oh," Dokter Ryunosuke tampak terkejut. "Kalau begitu, saya perlu bicara dengan anda, Mr. Roberto. Hanya empat mata dengan anda. Ayo, ikut saya sekarang ke kantor. Anak-anak, kalian bisa tunggu disini."
"Baiklah, Dokter. Anak-anak, tunggu dengan tenang dan jangan membuat keributan." Coach Roberto bangkit dari kursinya, lalu berjalan mengikuti Dr. Ryunosuke ke kantornya. Secara diam-diam, para anggota tim Nankatsu FC membuntuti mereka berdua. Saat pintu ditutup, dengan cemas Tsubasa, Izisaki, Matsuyama, Urabe, dan seluruh anggota tim Nankatsu FC menempelkan telinga mereka ke pintu, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan teman mereka.
"Coach Roberto, maaf sekali, saya benar-benar menyesal harus memberitahu kabar buruk ini kepada anda. Setelah saya periksa Misaki, dia ternyata menderita kanker tulang sumsum."
Coach Roberto terhenyak di kursinya. Ia benar-benar shock dan kehabisan kata-kata. Ia merasa seakan-akan disambar oleh petir. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Misaki… Astaga… anak malang… orangtua meninggal… Lalu sekarang malah kena kanker… Setelah beberapa menit penuh kesunyian, ia akhirnya memecah keheningan.
"Lalu, bagaimana, Dokter? Apa Misaki….dia punya harapan hidup?" tanya Coach Roberto sambil menelan ludah.
Dokter Ryunosuke mengangguk. "Untunglah ada, Coach Roberto. Tapi, Misaki harus menemukan donor yang cocok untuk tulang sumsumnya. Setelah saya memeriksa Misaki, donor yang cocok untuk tulang sumsum Misaki hanya ada di Amerika, yang berarti Misaki juga harus dibawa kesana untuk melaksanakan operasi tulang sumsumnya."
Entah mengapa, Coach Roberto punya firasat buruk. Ia akhirnya bertanya,
"Dan berapa total biayanya, Dokter?"
"Sekitar US$ 100.000, Coach Roberto."
Semua anak-anak tim Nankatsu yang dari tadi menguping, langsung terpaku di tempat mereka masing-masing. Rasa bingung, sedih, marah, bercampur menjadi satu. Mereka saling bertukar pandang, bingung mau mengatakan apa.
Kanker. Sebuah kata yang begitu menakutkan. Mereka selalu merinding jika Miss Teneiro menjelaskan tentang kanker di kelas. Bagaimana mematikannya penyakit itu. Bagaimana menderitanya orang-orang yang mengidapnya. Dan sekarang, salah satu teman terbaik dan striker andalan mereka malah kena salah satu penyakit paling mematikan di dunia itu. Dan biaya pengobatan Misaki…. US $ 100.000?! Mengapa biayanya bisa sangat mahal?! Dan Misaki…. Kedua orang tuanya baru saja meninggal dalam kecelakaan mobil…
Coach Roberto kemudian melangkah keluar dari ruang Dr. Ryunosuke, dan melihat wajah-wajah sedih anak didiknya, ia tahu mereka semua sudah mendengar percakapannya dengan Dr. Ryunosuke.
"Coach…" ucap Tsubasa dengan lemas. "Bagaimana… Biaya pengobatan Misaki mahal sekali… Apa yang harus kita lakukan, Coach?"
"Ya, Coach, kita tidak mau kehilangan Misaki, kita ingin ia sembuh, Coach…" timpal Matsuyama.
Coach Roberto sendiri bingung harus menjawab apa. US $ 100.000…. Sedangkan kedua orangtua Misaki sudah tidak ada… Dari mana mereka bisa mendapatkan uang sebanyak itu?
XXX
Misaki hanya bisa diam dan menatap kosong ke arah langit-langit rumah sakit setelah diberitahu oleh Dr. Ryunosuke tentang penyakitnya dan biaya pengobatannya. Sejujurnya, ia sama sekali tidak peduli. Orangtuanya baru saja meninggal, dan kalau ia menderita kanker, itu berarti ia akan meninggal juga, dan bisa bertemu lagi dengan orangtuanya, bukan?
Langkah kaki para anggota tim Nankatsu FC bersama Coach Roberto yang masuk ke dalam kamar membuyarkan lamunannya. Ia menoleh ke arah mereka semua dan memaksakan diri untuk tersenyum.
"Hai, Misaki," sapa Tsubasa dengan lembut, "Bagaimana perasaan kau, sobat?"
Misaki hanya mengangkat bahunya dengan pelan. "Entahlah."
"Misaki, Jangan bersedih. Kau akan sembuh! Kau pasti sembuh! Dan kita akan mendapatkan uang untuk biaya pengobatan kau! Tenang saja, Misaki! Kau tidak sendirian! Kami akan selalu ada untuk kau, Misaki! Kami akan berusaha keras untuk mencari uang untuk biaya pengobatan kau!" ucap Izawa yang disambut gumaman setuju dari anak-anak yang lain. Misaki hanya tertawa lemah.
"Kau tahu berapa jumlah uang US$100.000 itu kan, Izawa? Itu uang yang sangat banyak! Toh, kalau aku tidak sembuh juga tidak apa-apa. Aku bisa segera menyusul orang tua aku di surga," jawab Misaki. Tsubasa kemudian melotot kepadanya.
"Misaki! Kau ini apa-apaan sih, bicara seperti itu! Dengar, Misaki, yang dikatakan Izawa itu benar! Kau tidak sendirian, Misaki! Kau punya kami! Dan kami akan berjuang terus sampai kau benar-benar sembuh!" seru Tsubasa.
Misaki hanya tersenyum kecil, mau tak mau, ia merasa terharu akan teman-temannya, walau ia tidak yakin mereka bisa mendapat uang sebanyak itu untuk pengobatannya. Seorang suster kemudian melangkah masuk dan tersenyum ramah kepada mereka semua.
"Anak-anak, maaf, tapi sudah waktunya kalian pulang. Misaki harus banyak istirahat."
"Baiklah. Cepat sembuh ya, Misaki! Tetap semangat! Besok kami akan menengok kau lagi, kau ingin dibawakan apa, Misaki?" tanya Matsuyama.
"Guys, tidak perlu repot-repot. Dengan kalian menengok aku disini saja aku sudah senang, kok."
"Tidak apa-apa, Misaki! Bilang saja kau mau dibawakan apa? Kau suka makanan apa?" tanya Izisaki.
"Well, baiklah, kalau kalian memaksa. Aku suka sekali hamburger, kalau kalian mau membawakannya."
"Oke! Nanti kami akan bawakan selusin burger untuk kau, Misaki!" ucap Soda.
"Sampai besok, Misaki!"
"Sampai besok, guys!"
XXX
Malam itu, seluruh anggota tim Nankatsu FC berkumpul di rumah Tsubasa. Seharusnya mereka berpesta, bergembira, dan merayakan kemenangan mereka. Tapi bagaimana mereka bisa bergembira jika salah satu pemain andalan mereka divonis menderita kanker. Semalaman mereka berpikir bagaimana cara mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Misaki.
"Ada hadiah untuk juara, kan? Kita bisa menggunakan uang hadiah untuk biaya pengobatan Misaki dan membawanya ke Amerika," ucap Morisaki.
"Ya, Morisaki, tapi uang hadiah itu tidak mungkin cukup untuk membiayai pengobatan Misaki," timpal Kisugi. Mereka semua kembali terdiam, benar-benar merasa bingung.
"Aku tahu!" seru Izisaki tiba-tiba. "Bagaimana kalau kita jual barang-barang kita yang sudah tidak terpakai? Mungkin hasilnya akan lumayan untuk menambah biaya pengobatan Misaki!"
"Hei, ide bagus, Izisaki! Aku punya beberapa koin langka," ucap Urabe.
"Dan aku rasa, Ayah aku punya beberapa koleksi kamera lawas yang tidak pernah terpakai lagi," ucap Taki.
"Kalau begitu, mulai besok kita kumpulkan barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, lalu kita jual!" ucap Tsubasa diiringin teriakan "YA!" dari teman-temannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar