Keesokan harinya, seluruh anggota tim Nankatsu FC sudah bersiap-siap dan berangkat ke stadion pagi-pagi sekali untuk berjualan. Mereka menata dagangan mereka serapi mungkin agar orang-orang tertarik untuk membeli dagangan mereka. Atas ide Izisaki, mereka juga memasang foto Misaki yang terbaring lemah di rumah sakit agar orang-orang semakin tertarik dan mau membeli dagangan mereka.
Mereka kemudian menunggu dengan harap-harap cemas saat selesai menata dagangan mereka. Tidak lama kemudian, seorang anak laki-laki yang bergelayut di lengan ayahnya, menunjukkan jarinya ke arah stand dagangan mereka sambil bertanya,
"Ayah, bukankah itu foto Taro Misaki? Pasangan emas kak Ozora Tsubasa di Nankatsu FC? Ada apa dengannya? Yang berjualan itu juga, bukankah anggota tim Nankatsu FC?"
Si ayah tampak heran, kemudian membawa anaknya menghampiri stand dagangan mereka.
"Iya, benar, ini foto Taro Misaki! Kalau aku boleh tahu, ada apa dengannya, ya? Kok sepertinya dia tampak sakit parah di foto ini?" tanya sang Ayah.
"Misaki kena kanker tulang sumsum, Paman. Dia dirawat di rumah sakit sejak kejuaraan nasional tingkat SMP. Kata dokter, ia harus dioperasi tulang sumsum di Amerika. Biayanya US $100.000, Paman. Makanya kami berdagang disini, untuk mendapatkan uang demi biaya pengobatan Misaki."
Sang Ayah dan sang anak itu nampak terkejut.
"Astaga, kasihan sekali! Baiklah, aku mau beli kamera ini, dan sepatu ini! Maaf aku tidak bisa membantu lebih dari ini!" ucapnya sambil mengeluarkan segepok uang. Tsubasa menerima uang itu dengan gembira.
"Terima kasih banyak, Paman!"
"Aku akan memberitahukan kepada orang-orang bahwa Taro Misaki sedang membutuhkan biaya pengobatan!"
Pria itu lalu membalikkan badannya, dan berteriak, "Oi, semua! Ayo kita beli dagangan anak-anak ini! Taro Misaki, salah satu pemain andalan mereka, kena kanker tulang sumsum dan harus dioperasi di Amerika! Biaya pengobatannya US $100.000! Ayo kita borong dagangan mereka untuk biaya pengobatan Misaki!"
Dalam sekejap saja, stand dagangan mereka dikerumuni oleh orang-orang. Tsubasa dan teman-temannya sampai kewalahan melayani para pembeli. Beberapa pembeli bahkan memberikan uang lebih dari harga yang tertera di barang. Tidak henti-hentinya pembeli mengucapkan, "Semoga cepat sembuh untuk Misaki!"
Mereka berdagang seharian di stadion. Saat mereka telah selesai berdagang, hari sudah petang. Dengan bahagia, para anggota tim Nankatsu FC menghitung uang yang berhasil mereka kumpulkan. Banyak sekali!
Meski uang hasil penjualan yang terkumpul banyak sekali, namun meskipun sudah ditambah dengan uang hadiah dari kejuaraan Nasional, tetap saja jumlahnya masih kurang untuk biaya pengobatan Misaki.
"Haduuuh, masih kurang juga! Padahal tadi banyak sekali orang yang membeli!" keluh Urabe saat menghitung lembaran uang yang terakhir.
"Iya, padahal kita sudah berusaha sangat keras! Ternyata, mendapatkan uang itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, ya!" sambung Kisugi.
"Teman-teman, jangan kehilangan semangat seperti itu, dong! Kita pasti bisa! Kita pasti berhasil mengumpulkan uangnya! Hari pertama kita berjualan di stadion saja sudah ramai seperti tadi, jika kita berjualan di stadion setiap hari, dan tidak hanya di satu stadion saja, pasti kita akan berhasil mengumpulkan uang US$100.000!" seru Tsubasa mencoba memberi semangat kepada teman-temannya.
"Iya, Tsubasa benar, kita harus berusaha lebih keras lagi! Anggap saja kita sedang berada di kejuaraan Nasional, dan hadiahnya adalah Misaki sembuh total!" ucap Izisaki yang diiringi teriakan setuju dari teman-temannya.
Maka, di hari-hari berikutnya, sepulang sekolah, seluruh anggota tim Nankatsu FC berjualan di stadion tanpa memperdulikan teriknya matahari, atau mendungnya langit. Kabar Misaki yang sedang sakit keras pun tersebar dengan sangat cepat, membuat orang-orang berbondong-bondong untuk membeli dagangan mereka.
Dua minggu kemudian, setelah begitu banyak kerja keras dan keringat yang mereka keluarkan, akhirnya uang untuk biaya pengobatan Misaki terkumpul. Seluruh anggota tim Nankatsu FC tertawa gembira dan saling tos saat selesai menghitung uang. Mereka tidak percaya, akhirnya mereka berhasil! Mereka akan membawa Misaki ke Amerika, dan Misaki akan kembali pulih seperti sedia kala!
Hari sudah petang saat mereka selesai berdagang. Dengan riang mereka merapikan dagangan mereka, kemudian bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Mereka berjalan dengan sedikit lambat, karena dilanda kelelahan. Saat mereka sedang asyik berjalan sambil mengobrol dan bercanda satu sama lain, tiba-tiba saja tiga orang pria mengenakan baju serba hitam dan topeng, menghadang mereka semua.
"Siapa kalian? Mau apa?" teriak Tsubasa dengan serak. Dengan berani ia maju ke depan, berusaha menutupi teman-temannya yang gemetar ketakutan. Tiga pria itu tertawa, membuat mereka semua merapat satu sama lain.
"Siapa kami tidak penting. Kami ingin uang dan harta benda kalian, anak-anak nakal! Ayo, cepat serahkan!" seru si pria yang paling tinggi.
"Tapi kami tidak punya uang!" teriak Kisugi.
"Ya, benar!" ucap Morisaki.
Ketiga pria itu kembali tertawa. "Jangan bohong, anak-anak nakal! Kami tahu kalau kalian mempunyai banyak sekali uang! Kami sudah mengawasi kalian dari tadi! Kalian mempunyai uang sebesar US$ 100.000, kan? Kami mendengar semuanya, anak-anak bodoh! Cepat serahkan uang kalian…. Kalau tidak… Kalian tidak akan pernah bertemu dengan orang tua kalian lagi!"
Tangan ketiga pria itu masing-masing teracung, dan mengarahkan sebuah pistol kepada mereka semua. Mata Tsubasa dan teman-temannya melebar dengan ngeri.
Sial! Pikir Tsubasa. Apa yang harus aku lakukan dalam keadaan terjepit seperti ini?! Jika kami menyerahkan uangnya, Misaki tidak akan sembuh! Itu sama saja kami membunuh Misaki! Tapi jika tidak…. Nyawa kami bisa melayang! Argh, pikir, Tsubasa, pikiiiir… Kau pasti bisa menemukan jalan keluar dari situasi ini!
"Tsubasa, apa yang harus kita lakukan?" bisik Izawa dari sudut mulutnya.
"Iya, bagaimana, ini?" ucap Taki.
"Tetap tenang dan jangan melakukan gerakan sedikit pun. Bilang pada Kisugi, karena dia yang berdiri paling belakang. Untuk mengambil bola dari tasnya. Jangan sampai kelihatan."
Mereka semua mengangguk pelan tanda mengerti dengan aba-aba yang diinstruksikan Tsubasa. Ketika salah satu dari pria bertopeng itu melangkah maju, Tsubasa langsung berteriak, "SEKARANG!"
Dengan gesit Kisugi mengambil bola dari dalam tasnya dan melemparkan bola itu kepada Tsubasa. Tsubasa langsung menendang bola yang diberikan Kisugi dengan sekuat tenaga. Berhasil. Pria yang maju ke depan terjatuh ke jalan sambil mengerang kesakitan.
"Tendang bolanya lagi, Tsubasa! Kita bisa melumpuhkan mereka semua!" teriak Kisugi. Tsubasa mengayunkan kakinya untuk menendang sekali lagi, akan tetapi pria kedua jauh lebih sigap. Ia mencengkeram kaki Tsubasa erat-erat sebelum ia sempat menendang bola dan teman si pria langsung mengambil kantung uang mereka yang berserakan di jalan. Ketiga pria itu pun lari sekuat tenaga.
"HEY!" teriak Tsubasa dengan geram. "KEMBALIKAN UANG KAMI! ITU UNTUK BIAYA OPERASI TEMAN KAMI MISAKI!"
Tsubasa dan teman-temannya berusaha mengejar ketiga pria itu tapi hasilnya nihil. Mereka seperti hilang ditelan bumi. Tsubasa langsung terduduk lemas. Tanpa terasa, air mata perlahan-lahan mengalir di pipinya. Ini jauh lebih menyakitkan daripada saat Nankatsu kalah dari Meiwa FC. Mengumpulkan uang sebanyak itu tidaklah mudah!
Misaki, sobat… Maafkan aku… Mungkinkah aku tidak akan bisa menyelamatkanmu, kawan?
Keesokan harinya di sekolah, Izisaki menceritakan kejadian kemarin kepada Coach Roberto. Coach Roberto tidak tahu harus berkata apa selain menghibur mereka semua.
"Sudahlah anak-anak, jangan bersedih. Kalau kalian bersedih, Misaki juga pasti akan sedih. Pasti kita bisa mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Misaki. Kita berusaha lagi. Ayo, jangan menyerah.
"
"Tapi Coach, semakin lama kita mengumpulkan uang, berarti kita semakin menunda keberangkatan Misaki ke Amerika! Dan itu berarti kita semakin menunda kesembuhan Misaki!" seru Tsubasa.
"Misaki pasti akan sembuh, anak-anak. Harapan sembuhnya sangat tinggi, meski ia dibawa ke Amerika tahun depan pun. Jadi, kalian masih punya banyak sekali waktu untuk mengumpulkan uang."
"Benarkah, Coach?" seru Taki. Wajah-wajah anggota tim Nankatsu FC yang tadinya murung, mendadak berubah menjadi ceria.
"Wah, kalau begitu, berarti kita tidak usah khawatir! Kita juga bisa fokus ke pertandingan Piala Dunia Yunior nanti!" ucap Morisaki dengan gembira.
Coach Roberto tersenyum lemah. Ia merasa bersalah telah membohongi anak-anak didiknya. Tapi, ia tidak mau membuat mereka semua semakin sedih dengan memberitahu yang sebenarnya. Pagi ini, sebelum berangkat ke sekolah, ia menyempatkan diri ke rumah sakit untuk mengunjungi Misaki dan berbincang sebentar dengan Dokter Ryunosuke.
Sang dokter berkata kepadanya jika Misaki harus dibawa ke Amerika Serikat paling lambat tiga minggu lagi. Jika sampai batas waktu yang ditentukan Misaki tidak dioperasi, maka Misaki tidak akan bisa diselamatkan karena kanker tulang sumsum yang diderita Misaki sudah di tahap yang paling parah. Coach Roberto hanya bisa terduduk lemas setelah mendengar penjelasan Dokter Ryunosuke. Seandainya ia memiliki banyak uang, tentu detik ini ia akan langsung membawa terbang Misaki ke Amerika.
Terkadang, hal buruk akan terjadi, dan tidak ada yang bisa kau lakukan sama sekali… Aku akan membiarkan anak-anak menikmati saat-saat terakhir mereka bersama Misaki.
Sepulang sekolah, seluruh anggota tim Nankatsu FC menjenguk Misaki lagi di rumah sakit. Mereka sangat sedih dengan keadaan Misaki. Badannya begitu kurus, wajahnya begitu pucat, dan rambutnya hanya tinggal sejumput. Suaranya pun menjadi sangat pelan saat berbicara. Mereka semua sepakat untuk tidak menceritakan apapun tentang kejadian kemarin kepada Misaki. Mereka tidak ingin membuat Misaki tambah stress.
"Hai, Misaki," bisik Tsubasa sambil duduk di pinggir tempat tidur Misaki. "Bagaimana perasaan kau?"
"Cuma agak mual dan rasanya aku mengantuk terus menerus Tsubasa, tapi selain itu, aku tidak apa-apa." Misaki memaksakan diri untuk tersenyum.
"Kau pasti bosan disini terus menerus, ya, Misaki? Kau mau jalan-jalan keluar untuk menghirup udara segar?" tanya Kisugi.
"Ide bagus. Sudah lama aku tidak melihat matahari."
"Kalau begitu, aku akan izin pada paman dokter." Ucap Tsubasa sambil berdiri. Ia berjalan dengan cepat menuju ruangan Dokter Ryunosuke.
"Baiklah, kau dan teman-teman kau boleh mengajak Misaki jalan-jalan ke luar, tapi maksimal 3 jam saja."
"HORE! Terima kasih, paman dokter!"
Tsubasa kemudian meminta kursi roda kepada suster. Mereka semua membantu menaikkan Misaki ke atas kursi roda dan bergantian mendorongnya.
Wajah Misaki berubah menjadi jauh lebih ceria saat berada di luar. Ia tidak henti-hentinya tertawa bahagia.
Pertama-tama, Tsubasa dan teman-temannya membawa Misaki makan es krim, coklat, dan permen. Lalu, mereka membawa Misaki menonton atraksi badut di taman. Setelah itu, mereka membawa Misaki mengagumi bunga sakura yang sedang bermekaran di taman.
"Lihat, Misaki! Bunga sakura!" seru Tsubasa.
"Ya! Ah, alangkah indahnya!" Mata Misaki berbinar-binar saat melihat bunga sakura yang berjatuhan itu. "Hei, Tsubasa, menurutmu, jika kelak Tuhan memanggil aku ke pangkuan-Nya, apakah bunga sakura di surga sana akan seindah yang aku lihat sekarang ini?"
"Hush, Misaki! Sudah, jangan bicarakan kematian, tolong! Kau akan sembuh seperti dulu lagi, sobat, dan aku tidak akan bosan dan tidak akan berhenti mengatakan ini!" jawab Tsubasa sambil menatap dalam-dalam mata sahabat baiknya itu.
"Eh, ini sudah jam 5 sore. Bukankah paman dokter hanya memberi kita waktu 3 jam? Ayo, teman-teman, kita harus membawa Misaki kembali ke rumah sakit!" ucap Matsuyama. Seluruh anggota tim Nankatsu FC mengangguk menyetujui.
Saat mereka sampai di rumah sakit, satu persatu anggota tim Nankatsu FC berpamitan pulang. Mereka juga berjanji akan datang lagi besok. Kecuali Tsubasa. Entah mengapa, ia ingin sekali menemani sahabat terbaiknya itu.
"Lho, kau tidak ikut pulang bersama yang lain, Tsubasa?"
"Aku malas pulang. Ibu sedang ke luar kota untuk menemui nenek. Ayah masih sibuk berlayar. Jadi aku akan sendirian di rumah. Misaki, kalau aku menginap disini malam ini, kau keberatan tidak?"
Misaki tersenyum lemah. "Tentu saja tidak, sobat. Aku senang sekali kalau kau mau menemani aku malam ini."
"Baiklah, kalau begitu aku menginap disini malam ini, ya! Eh, Misaki, malam ini kan ada pertandingan Piala Dunia! Prancis melawan Argentina! Kau mau menontonnya, tidak?"
"Ah ya, tentu saja! Silahkan nyalakan tvnya, Tsubasa! Ah, aku sampai lupa kalau sekarang Piala Dunia sedang berlangsung."
Tsubasa kemudian menyalakan tv dan duduk di samping Misaki. Dalam sekejap saja, kedua anak laki-laki itu tidak dapat mengalihkan pandangan mereka dari televisi. Mereka juga tidak hentinya mengoceh dan mengomentari jalannya pertandingan.
"Kylian Mbappe itu hebat sekali, ya? Usia 19 tahun dan cara dia berlari seperti cheetah saja." Ujar Tsubasa saat pertandingan sudah berakhir.
"Ah, bagiku, jauh lebih hebat kau, Tsubasa! Aku tidak sabar sampai dunia melihat permainanmu. Mereka pasti tidak akan berhenti berdecak kagum kalau melihat tendangan saltomu."
"Kau ini memang pandai memuji orang, Misaki. Ha ha ha… Kau juga sangat berbakat, sobat. Dunia juga harus melihat bagaimana hebatnya kau dalam menggocek bola!"
"Ah, tetap saja aku tidak seberbakat kau, Tsubasa." Misaki tersipu malu. Ia kemudian meraba-raba kantong piamanya, lalu mengeluarkan dua buah kalung yang masing-masing berbentuk setengah bola.
"Apa itu?"
"Ini peninggalan dari almarhum ayah dan ibuku. Mereka bilang, ini adalah jimat keberuntungan. Jika kau memakai kalung setengah bola ini, kau akan menjadi tangguh, kuat, dan tidak akan terkalahkan. Nah, satu buat kau. Kejuaraan Piala Dunia Junior bulan depan, kan? Gunakan kalung ini, dan bawa Jepang menjadi juara dunia. Janji?" ucap Misaki sambil menjejalkan salah satu kalung itu ke tangan Tsubasa. Awalnya, Tsubasa ingin menolak, karena bagaimanapun itu adalah peninggalan dari orangtua Misaki. Akan tetapi pandangan memohon dari mata Misaki membuatnya tidak bisa menolak.
"Baiklah. Aku janji. Terima kasih banyak, sobat." Tsubasa kemudian memakai kalung itu di lehernya.
"Cocok sekali kau pakai."
Tiba-tiba saja Misaki menguap lebar sekali.
"Maaf ya Tsubasa, tapi aku mengantuk sekali. Dan bantal rumah sakit ini agak keras, aku kurang menyukainya. Boleh aku gunakan bahu kau sebagai bantal sebentar saja?"
Tsubasa tersenyum kecil. "Tentu, sobat. Tidurlah yang nyenyak dan mimpi indah, oke?"
Kepala Misaki pun terkulai ke bahu Tsubasa. Ia tidak berbicara apa-apa lagi.
"Kau sudah tidur, Misaki?" bisik Tsubasa.
"Tidurlah. Tidur dengan lelap. Jangan pikirkan penyakit kau, jangan pikirkan biaya untuk pengobatan kau. Semua akan baik-baik saja."
Misaki tidak menjawab. Suara dengkur dan nafasnya semakin mengecil.
"Hei, Misaki, tidur kau nyenyak sekali ya? Apa aku boleh memindahkan kepala kau ke bantal? Bahu aku mulai pegal…"
Tsubasa merasa jantungnya berhenti berdetak saat itu juga saat mendadak suara dengkur dan nafas Misaki tidak terdengar lagi.
Ia tahu sahabatnya di dalam dan luar lapangan hijau itu telah beristirahat dengan tenang, untuk selama-lamanya. Kepala Misaki yang terkulai di bahunya terasa begitu dingin. Tsubasa melirik sejenak, dan ia bisa melihat bibir Misaki melengkung seperti tersenyum tipis. Tetes demi tetes air mata mengalir di pipi Tsubasa, membasahi tangan pucat Misaki yang sudah kaku dan tidak bergerak.
"Pergilah ke surga, biar para malaikat membawa kau, sobat. Bermain-mainlah dengan gembira bersama ayah dan ibu kau. Pasti bunga sakura di surga jauh lebih indah. Misaki, maafkan aku karena aku dan teman-teman yang lain tidak bisa menyelamatkan kau. Tenanglah dirimu dalam kedamaian, tidurlah yang lelap, tidurlah yang nyenyak, sobat…."
Hari pemakaman Misaki tiba. Seluruh siswa dan guru sekolah Nankatsu hadir dalam pemakaman itu untuk memberikan penghormatan terakhir pada bintang lapangan hijau cilik mereka. Hati Tsubasa terasa sakit dan lega sekaligus saat melihat peti mati Misaki masuk ke dalam liang lahat. Sakit karena ia hampir tidak percaya bahwa ia tidak akan pernah berpasangan lagi di lapangan hijau bersama Misaki. Lega karena setidaknya Misaki sudah berkumpul dengan ayah dan ibunya, dan ia tidak akan menderita lagi.
Saat menaruh karangan bunga di batu nisan Misaki, Tsubasa meremas kalung bolanya erat-erat. Ia kemudian berbisik,
"Aku akan menepati janjiku pada kau, sobat."
Dan Tsubasa betul-betul menepati janjinya. Ia dan teman-temannya berhasil membawa Jepang menjuarai kejuaraan Piala Dunia Yunior. Selama kejuaraan berlangsung, tidak pernah sekalipun Tsubasa melepas kalung pemberian Misaki. Saat pembagian medali dan piala, ia dan teman-temannya merentangkan spanduk besar bertuliskan 'Kami sudah menepati janji, Misaki. Tersenyumlah di surga sana!'
Misaki, meski kau telah tertidur untuk selama-lamanya, tapi semangatmu, senyumanmu, dan tekadmu tidak akan pernah lekang oleh waktu. Aku tidak akan pernah melupakanmu, dan aku selalu menyayangimu.
Sahabat sejatimu, Tsubasa Ozora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar