Selasa, 01 Agustus 2017

Siapa yang mengirim surat itu? After all this time.. I still don't know who he is.

Malam ini, saat aku tengah berada di depan laptop untuk mengerjakan beberapa pekerjaan, tiba-tiba saja pikiranku hanyut ke masa lalu, tepatnya April 2006, saat aku masih duduk di bangku kelas 3 SMP Negeri 2 Bogor. Saat aku pertama kali menerima sebuah surat cinta, dari entah siapa, yang hingga detik ini, aku masih tidak mengetahui siapa pengirim surat tersebut.

Meski 11 tahun sudah berlalu, tapi hari itu masih teringat jelas di dalam benakku, seakan-akan baru saja terjadi kemarin. Kala itu, aku bangun kesiangan karena malamnya bergadang menonton pertandingan El Clasico Barcelona vs Real Madrid. Pukul setengah 7 lewat 10, aku baru berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah, upacara bendera sudah dilaksanakan. Mau tak mau, aku terpaksa berbaris di belakang dan melempar tas aku begitu saja ke belakang. Hari itu, semua seperti sama saja bagi aku. Saat upacara selesai, lalu aku mengambil tas aku, aku juga tidak merasakan sesuatu yang aneh.

Jam pelajaran pertama adalah Bahasa Inggris, mata pelajaran favorit aku, meski aku tidak pintar-pintar amat dalam pelajaran ini, tapi aku selalu bersemangat. Alangkah terkejutnya aku saat menemukan sebuah kertas terselip di dalam buku LKS Bahasa Inggris aku. Wajahku langsung merona merah saat membaca isi surat tersebut. Ya…isi surat tersebut adalah sebuah surat cinta. Surat cintaku yang pertama. Aku masih ingat samar-samar isi surat tersebut, kurang lebih seperti ini:

Dear Puspa, mungkin lo bakal kaget nerima surat ini, dan lo juga bakal bingung, tapi lewat surat ini, gw cuma mau bilang, kalo gw itu suka sama lo, lo mungkin ga bakal nyadar, tapi gw selalu perhatiin lo dari jauh. Lo yang pendiam, lo yang ga banyak tingkah… girl, you win my heart. Gw cuma bilang gw sayang lo, gw suka lo, gw ga bisa lagi menahan perasaan ini, gw pengen mengenal lo lebih dekat! Kalo lo mau bales surat ini, taro di kolong meja guru 3-H ya..

Ya gitulah intinya kira-kira. Seingat aku, isi surat ini jauh lebih panjang, hampir satu kertas penuh, tapi cuma ini yang aku ingat. Sayang sekali, si pengirim tidak menyebutkan namanya sama sekali. Ia cuma bilang, “Tertanda, penggemar rahasiamu. R.”

R? Ribuan laki-laki di sekolahku punya nama depan R. Aku yang bingung, tapi juga penasaran, akhirnya menulis balasan : “Haloo…. Salam kenal…Kalau boleh tahu siapa ya ini? Walaikumsalam wr.wb.” Lalu aku taruh di kolong meja guru sesuai permintaan si pengirim. 

Namun, karena stress dengan UN yang tinggal menghitung hari kala itu, aku benar-benar lupa akan surat itu. Aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk mengecek apakah si pengirim membalas surat aku lagi. Mungkin saja dia membalas, tapi suratnya keburu dibuang penjaga sekolah sebelum aku sempat membacanya, atau..ah, entahlah. Aku yang saat itu masih kelas 3 SMP dan punya rasa percaya diri yang sangat rendah, juga sempat berpikir jangan-jangan itu cuma lelucon atau prank untuk menjahili aku. Sebab, mengapa sang pengirim hanya menuliskan inisial nama depannya saja? Atau setidaknya berkenalan langsung dengan aku jika ingin mengenal aku? Ah, entahlah, aku sendiri tidak tahu. 

Kini, 11 tahun berlalu sudah. Hingga detik ini, aku sama sekali tidak tahu siapa si ‘R’ tersebut. Mungkin dia sekarang sudah menikah dan punya anak. Dan mungkin dia bahkan tidak ingat kalau dia pernah mengirimkan surat itu kepada aku. Bohong dan munafik kalau aku menyangkal aku tidak penasaran dengan siapa sebenarnya yang mengirim surat tersebut. Bohong kalau aku menyangkal aku tidak ingin tahu siapa ‘R’ itu. Tapi, aku sih berharap, jika ‘R’ sekarang sudah menikah dan memiliki anak, semoga langgeng dan bahagia, dan semoga kau ‘R’ sehat dimanapun kau berada. Aku hanya berharap ‘R’ membaca postingan ini dan tahu, bahwa 11 tahun lalu, aku membaca dan membalas suratnya, dan masih mengingat isi surat itu setelah 11 tahun berlalu… And after all this time… I still don’t know who you are.

Selasa, 04 April 2017

Aku Akan Selalu Berada di Samping Kau, BAB VI

BAB VI

Menunggu Kau

She pulls up to the entrance
She walks right to the front desk
They lead her down a million halls, a maze that's never ending
They talk about what happened but she can barely hear them
She tries to keep a straight face as she walks into the room
She sits by his bedside, holds his hand too tight
They talk about the kids they're gonna have and the good life
The house on the hillside, where they would stay



December 5th, 2027
Hickfield Hospital
Room 332 – Kay Faraday’s Room

Kay mengerang pelan, kemudian membuka matanya perlahan-lahan. Semua serba putih…..tempat yang sepi dan dingin…… Ia kemudian memandang berkeliling. Oh, tentu saja, ia berada di rumah sakit. Ia terjebak di gedung mall yang terbakar beberapa jam yang lalu, bukan? Tapi Edgeworth tiba-tiba datang, dan dengan heroik menyingkirkan tiang yang menjepit kakinya, dan menyelamatkannya…..

“MILES!” Kay duduk di tempat tidurnya dengan mendadak, berusaha turun dari tempat tidurnya, akan tetapi sepasang tangan mendorongnya dengan lembut untuk berbaring kembali. Kay mengucek matanya, dan melihat Nyonya Stella, Franziska, Phoenix, Lang, dan Maya berdiri mengelilingi tempat tidurnya.

“Jangan banyak bergerak, Kay, kau butuh banyak istirahat,” ucap Nyonya Stella.

“MOM!” seru Kay lagi. “Miles! Dimana Miles?!! Dia baik-baik saja, kan??? Mom, dia memanjat gedung yang terbakar itu untuk menyelamatkan aku…. Dimana dia?? Kenapa dia tidak berada disini juga??”

Kay merasa ada sesuatu yang tidak beres karena Nyonya Stella, Franziska, Phoenix, Lang, dan Maya saling bertukar pandang pasrah dengan wajah yang sedih. Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Miles? Tidak…….. Miles pasti baik-baik saja……

“Kenapa kalian tidak menjawab? Beritahu aku dimana Miles sekarang!” seru Kay lagi.

Nyonya Stella kemudian menaruh tangannya di atas bahu Kay, kemudian menatap Kay dengan pasrah.

“Kay…… saat kau sudah turun dari gedung itu….. Api tiba-tiba keluar dari jendela tempat Miles bergelayut… dan Miles berusaha menghindar……”

Kay menelan ludah. “Dan?” tanya Kay dengan gugup, takut mendengar jawaban selanjutnya. Ini bukan seperti yang aku pikirkan, kan? Aku mohon, jangan..Miles pasti baik-baik saja!

“Dan…….Miles jatuh dari gedung itu.”

Kay tercengang. Gedung mall itu cukup tinggi, dan Miles terjatuh? Tidak……Miles…….kau tidak mungkin……..

“Mom, tidak, Miles tidak—“

“Dia masih hidup, Kay.” Jawab Phoenix. “Meski tidak bisa dibilang hidup sepenuhnya……”

“Apa maksud kau, Phoenix?” tanya Kay sambil menggigit bibirnya. “Miles masih hidup tapi tidak bisa dibilang hidup?? Apa yang kau coba beritahu kepada aku?”

“Lebih baik kau ikut kita, Kay. Ayo.” ucap Nyonya Stella sambil membantu Kay turun dari tempat tidur dan menuntun Kay keluar dari kamar 332. Lang, Phoenix, Maya, dan Franziska mengikuti di belakang. Nyonya Stella kemudian menuntun Kay sampai di depan pintu ruang ICU. Kay melempar pandangan bertanya kepada mereka semua.

“Ayo, masuk, Kay,” bisik Maya.

Mereka semua melangkah masuk ke dalam ruang ICU dan disana, Edgeworth terbaring dengan perban membungkus kepala, leher,kaki, serta tangannya. Wajahnya yang tampan hampir tidak dikenali lagi karena sudah tertutup oleh memar dan berbagai luka baret.

“Miles masih hidup, tapi ia koma, Kay. Lehernya patah dan ia mengalami pendarahan di kepalanya. Dan dokter tidak tahu kapan ia akan bangun.” bisik Nyonya Stella lirih.

“Miles……….” Kay hanya bisa terpaku menatap kekasihnya yang tak sadarkan diri itu. Semua ini adalah salahnya…….Jika saja dia tidak pergi berbelanja kesana…….Edgeworth tidak akan memanjat gedung dan tidak akan mengalami koma seperti ini………. Mengapa setiap mereka bersama, sesuatu yang buruk pasti terjadi??



December 11th, 2027
Hickfield Hospital
ICU Room – Miles Edgeworth’s Room

Sudah satu minggu sejak Edgeworth mengalami koma. Kay pulih dengan cepat, ia hanya kelelahan dan hanya memiliki beberapa memar di bagian tangan dan engkelnya. Tapi tidak dengan Edgeworth. Tim dokter keheranan, dengan kondisi jantung dan kesehatan Edgeworth, sungguh keajaiban ia tidak meninggal seketika setelah jatuh dari gedung itu. Setiap hari, Kay selalu datang untuk melihat sang kekasih, meski ia tahu itu hampir tak ada gunanya.

Kay melangkah masuk ke dalam ruang ICU. Sudah satu minggu. Satu minggu Edgeworth tertidur disana, di ruang ICU, dengan berbagai selang dan peralatan aneh yang terhubung ke tubuhnya yang kurus dan pucat. Satu minggu Edgeworth tidak menunjukkan perkembangan apapun, ataupun sebuah reaksi. Tim dokter berkata bahwa mereka tidak mau memberikan harapan palsu, sangat kecil kemungkinan Edgeworth akan bangun kembali dan hanya tunggu waktu saja hingga ia benar-benar meninggal. Sebuah perkataan yang sukses membuat mereka mendapatkan memar di mata mereka.

Kay berlutut di sebelah tempat tidur Edgeworth. Ia memaksakan diri untuk tersenyum. Ia kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Edgeworth.

“H-hey, Miles, ini aku, aku datang lagi. Kau tukang tidur, huh? Tidur selama satu minggu, Miles, kau pemalas! Banyak yang kau lewatkan dalam satu minggu ini! Episode baru Steel Samurai, kasus Robert Iaquinta, kasus yang seru sekali, kau tahu? Heh, Miles, sejak kapan kau berubah menjadi pemalas yang hanya tidur tanpa bangun sama sekali?” Kay menggenggam tangan Edgeworth yang tidak bergerak erat sekali, bibirnya bergetar, dan setetes air mata jatuh dari kelopak matanya.

“Miles…..jika kau tidak bangun juga……. Aku tidak akan pernah memaafkan kau! Bangun, Miles, aku mohon BANGUN!!! BANGUN, KAU ANAK NAKAL!!! Aku mohon….bangun…jangan…tinggalkan…aku…”

Kay meremas baju rumah sakit Edgeworth dan memukulnya dengan tinjunya. Ia kemudian terisak keras sekali.

“Kay?”

Kay menoleh ke belakang. Nyonya Stella, Maya, dan Phoenix berdiri di depan pintu ruang ICU. Dengan buru-buru Kay menghapus air matanya.

“Kau baik-baik saja, Kay?” tanya Phoenix, meski ia tahu ia tidak perlu bertanya seperti itu. Jelas saja Kay tidak baik-baik saja, kekasihnya sudah koma selama satu minggu akibat menyelamatkannya…

Kay hanya mengangguk pelan dengan bibir masih bergetar. Nyonya Stella kemudian membenamkan Kay ke dalam pelukannya, dan membelai rambut Kay dengan penuh kasih sayang. Tangis Kay kemudian pecah lagi di dalam pelukan Nyonya Stella.

“Kenapa dia harus melakukan itu?!!” seru Kay tiba-tiba.

“Kay…….?” Nyonya Stella terkejut dengan suara Kay yang tiba-tiba meninggi.

“Kenapa Miles harus melakukan itu, Mom?!!! Mengapa dia nekat memanjat gedung itu hanya untuk menyelamatkan aku?!! Kenapa, Mom?!! Dia adalah seorang jaksa jenius, kenapa dia bisa bertindak sebodoh itu?!!! Dia terbaring disini gara-gara aku! Dulu dia mempertaruhkan lencana jaksa penuntut nya untuk menyelamatkan aku, dan sekarang dia mempertaruhkan nyawanya!”

Nyonya Stella dan Maya kemudian membelai punggung Kay dengan lembut.

“Miles sangat mencintai kau, Kay, itulah mengapa dia nekat memanjat gedung itu, dia tidak mau kehilangan kau.”

“Dan sekarang aku hampir kehilangan dia! Siapa yang tahu apakah Miles akan benar-benar bangun, Mom?” isak Kay keras sekali. “Seharusnya dia tidak melakukan hal tolol seperti itu, seharusnya dia biarkan saja aku terbakar di dalam gedung itu! Pertama ibu aku, lalu ayah aku, sekarang Miles, mengapa aku harus selalu kehilangan orang-orang yang aku sayangi?! Setiap aku dan Miles bersama, pasti sesuatu yang buruk selalu terjadi--”

“Kay!” potong Phoenix. “Kau tidak boleh berkata seperti itu! Kau tidak kehilangan Edgeworth. Edgeworth akan bangun. Aku tahu ini berat bagi kita semua, tapi Edgeworth akan bangun.”

“Dan apa yang membuat kau begitu yakin, Phoenix?! Dia tidak bergerak sama sekali walau aku terus menerus membisikkan sesuatu di telinganya!”

“Karena Edgeworth adalah pria yang kuat,” bisik Phoenix. “Dan aku percaya kepadanya.”

Kuat…. Ya…. Tentu saja…….Phoenix benar. Miles adalah pria yang kuat. Jika tidak, ia tidak akan bertahan dengan kondisi jantungnya yang sangat lemah… Bahkan para dokter pun keheranan, bukan?? Bahwa Miles tidak meninggal seketika setelah jatuh dari gedung sialan itu.

Miles, kau kuat. Kau adalah pria yang sangat kuat.

Kau harus bangun, Miles. Mata abu-abu kau yang indah itu harus terbuka dan wajah kau yang tampan itu harus tersenyum kembali.

Kay memaksakan diri untuk tersenyum, kemudian mengecup tangan Edgeworth sekali lagi, sambil berbisik, “Aku akan kembali lagi besok, Miles. No matter what I have to do, I’ll wait for you. I love you too much.”


December 18th, 2027
Kay Faraday’s Apartment


Sudah dua minggu Edgeworth koma tanpa kemajuan apapun. Keadaan ini membuat Kay semakin merana. Ia pernah mendengar tentang Mr. Diego Armando, pacar dari kakak Maya, yang akhirnya bangun setelah 5 tahun koma. Ia takut hal yang sama terjadi pada Edgeworth. Bagaimana jika Miles koma selama bertahun-tahun? Bisakah aku sabar menunggu hingga ia bangun? Tentu saja aku bisa sabar…. Miles…. Aku mohon, bertahanlah…..Kau harus membuka mata kau……..

Kay terbaring di tempat tidurnya, dan menatap kosong langit-langit kamarnya. Satu minggu lagi Natal. Dan Edgeworth masih belum bangun juga….. Apakah ia tidak bisa merayakan Natal bersama Edgeworth tahun ini?

Kay kemudian membongkar semua barang-barang pemberian Edgeworth. Ia menatap satu persatu barang-barang itu. Seikat bunga mawar, sepasang sepatu olahraga, sebuah lipstik, dan sebuah boneka Teddy Bear. Di depan dada boneka Teddy Bear itu, terdapat tulisan tangan Edgeworth.

Kay, kalau kau takut ke kamar mandi tengah malam, peluk saja boneka ini.

Kemudian, pikirannya hanyut di hari ketika Edgeworth memberikan boneka itu kepadanya.

Kring…..Kring……..Kring…….

“Yes, Kay? Ada apa?? Kau baik-baik saja, kan? Ini sudah tengah malam…….”

“Ya, Miles, aku baik-baik saja…… Maaf aku membuat kau bangun, sayang.”

“Ada apa, Kay?”

“Aku…..aku ingin pipis, tapi aku takut ke kamar mandi tengah malam begini, Miles…..”

“Kay? Kalau begitu aku akan segera ke apartemen kau…….”

“Jangan konyol, Miles! Kau tidak mungkin menyetir tengah malam begini……”

“Hmm?? Jadi untuk apa kau menelepon aku tengah malam begini? Bagaimana aku bisa menemani kau tanpa datang ke apartemen kau?”

“Nyanyikan aku sebuah lagu lewat telepon, Miles. Sementara aku ke kamar mandi. Supaya aku tidak ketakutan.”

Ia bisa mendengar Edgeworth terkikik pelan di telepon.

“Baiklah, dasar penakut. Kau mau aku nyanyikan lagu apa? You’re Still The One?”

“Tidak, Miles, jangan lagu itu, sudah lebih dari cukup aku mendengar kau menyanyikan lagu itu terus menerus di kantor.”

Didengarnya Edgeworth tertawa kecil lagi.

“Baiklah, baiklah. Kalau begitu aku akan menyanyikan lagu ini, One Thing I Can’t Let Go Of.”*

“Whoa, lagu apa itu, Miles? Aku tidak pernah mendengar lagu itu sebelumnya…”

"Makanya dengarkan!"

I still remember time to time
The times that I can’t easy to forget
When I spent my days with you
Just look at me here
I’m still the old me
I meet you, and you comeback for together with me again
And I can understand now
One Thing I Can’t Let Go Of, Believe me,
Only you can steal my heart
One thing I can’t let go of, believe me,
Only you can steal my heart
Is it possible that you will love me forever, till death do us apart?
Not just a love for a moment, and then gone when the desire has ended
Is it possible, for an immortality love for us to become true?

Wajah Kay memerah sementara ia mendengarkan Edgeworth bernyanyi dan berjalan menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil. Suara Edgeworth bagus sekali, meski Kay tidak pernah mengakuinya di depan Edgeworth. Kay tidak pernah mendengar lagu ini sebelumnya. Apa mungkin Miles menciptakannya sendiri? Tidak mungkin, pikir Kay. 

“Kay, kau masih di kamar mandi? Aku… sangat mengantuk….ingin tidur lagi…..”

“He he he…. Sudah selesai, Miles. Terima kasih banyak sudah menemani aku lewat telepon. Lagunya bagus sekali! Aku suka sekali! Sampai ketemu besok! I love you.”

“Ich liebe dich auch.”
Keesokan harinya, Kay dan Edgeworth sarapan di sebuah kafe. 

“Miles, kau belum beritahu aku lagu siapa yang kau nyanyikan untuk aku tadi malam. Kau mendengar lagu itu darimana?”

Edgeworth tersenyum licik. “Aku menciptakannya sendiri.”

Kay mendengus dan melipat tangannya. “Hah! Seolah-olah aku pasti langsung percaya begitu saja. Kau menciptakan lagu dengan lirik semanis itu sama mustahilnya dengan manusia mempunyai sayap untuk terbang!” seru Kay sambil memukul tangan Edgeworth dengan sendoknya.

“Baiklah, baiklah, Nona Jaksa Penuntut. Aku tidak menciptakannya sendiri.”
“Lalu, lagu siapa itu? Siapa penyanyinya? Kau mendengarnya dari mana?”
“Kenapa kau begitu ingin tahu?”
“Karena aku penasaran dan ingin mendengar versi aslinya!”

Edgeworth tersenyum lagi. “Itu adalah lagu Indonesia, Kay. Penyanyinya adalah Reza Artamevia.Judul asli lagu itu adalah Satu Yang Tak Bisa Lepas.”

“Indonesia?” Alis Kay berkerut sangat dalam. “Miles, kapan kau ke Indonesia? Kau tidak pernah bilang kalau kau pernah kesana….”

Edgeworth melambaikan tangannya dengan tak sabar. “Tidak, Kay. Aku belum pernah ke negara itu. Beberapa waktu lalu, aku bertemu dengan anak imigran Indonesia di salah satu pengadilan aku. Nama anak itu Jose Laurensius Permana. Anak itu berusia 10 tahun ketika itu. Dan dia memberikan aku CD berisi lagu itu serta terjemahan Inggris lirik lagu itu sebagai ungkapan terima kasih karena aku telah menjebloskan pembunuh kedua orang tuanya ke dalam penjara.”

Kay tertawa. “Sungguh ungkapan terima kasih yang tidak biasa dilakukan untuk anak umur 10 tahun.”

Edgeworth mengangkat bahunya, kemudian menggaruk hidungnya. “Well…. Yeah……. Waktu itu, dia bilang kepada aku, jangan terlalu dingin, dan aku harus menerima tanda terima kasihnya itu untuk mendapatkan pacar……”

Kay memegangi perutnya dan tertawa terbahak-bahak. “Miles, kau benar-benar menggemaskan. Aku tidak menyangka kau bisa mengingat sangat baik salah satu anak laki-laki yang kau temui di pengadilan. Aku pikir kau tidak pernah bisa berkomunikasi dengan anak-anak.”

Edgeworth menggaruk belakang kepalanya dengan malu sebelum menjawab, “Well…. Mungkin aku rasa… Anak itu mengingatkan aku saat aku masih anak-anak.”

“Oh ya? Kalian mempunyai persamaan dalam hal apa?”
“Anak itu….Dia melihat kedua orangtuanya ditusuk di depan sebuah lift.”
Kay menutup mulutnya dengan tangannya. “Astaga. Itu mengerikan sekali.”
“Yeah…….Dan dia juga mengingatkan aku kepada kau, Kay, saat pertama kali kita bertemu di pengadilan, kau ingat?”
“Tentu saja. Bagaimana mungkin aku melupakan hari yang paling buruk dalam hidup aku?”
“Well…….Anak itu, sama seperti kau, Kay. Dia tetap ceria dan tersenyum padahal dia melihat kedua orang tuanya ditusuk di depan matanya sendiri. Sungguh, aku tidak mengerti sama sekali, bagaimana dia masih bisa tersenyum setelah apa yang dilaluinya….Well, dan, setelah aku membuat pembunuh kedua orangtuanya mendapatkan vonis bersalah, dia melompat kegirangan saat keluar dari ruang sidang, dan, memeluk aku begitu saja……”

Kay terkikik membayangkan reaksi Edgeworth setelah dipeluk dari belakang oleh seorang anak laki-laki yang baru saja dikenalnya. 

“Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?”
“Dia memberikan aku CD berisi lagu itu dan menuliskan terjemahannya di atas kertas. Lalu dia berkata, ‘Ini, ambillah ini, Paman Edgeworth! Kau pasti akan menaklukkan banyak wanita jika menyanyikan lagu ini!’ Edgeworth tertawa kecil lagi sambil menyeruput tehnya.
“Paman?” tanya Kay dengan bingung.
“Itu ‘uncle’ dalam Bahasa Indonesia.”

“Oh, aku mengerti. Setelah itu, apa yang terjadi pada anak itu, Jose? Kedua orangtuanya meninggal, kan?”

“Di salah satu surat yang ia kirim kepada aku, ia bilang bahwa ia diadopsi oleh keluarga dari mantan pacar kakaknya. Kakaknya, Adrianus Permana, meninggalkan dia, pergi ke Paris begitu saja untuk mengejar karirnya sebagai pelukis tanpa memperdulikannya. Bajingan kecil,” Edgeworth mendadak terdengar marah. 

“Oh, wow, kau bahkan tetap berkomunikasi dengan anak itu? Tega sekali kakaknya menelantarkannya begitu saja. Tapi dia cukup beruntung, kalau aku bilang.” Kay mengangkat alisnya dengan keheranan. Edgeworth meneguk tehnya, kemudian menjawab,

“Ya, dia terus menerus menulis surat kepada aku, ia bilang di suratnya bagaimana ia sangat mengidolakan aku setelah pengadilan itu, dan bagaimana ia ingin menjadi seperti aku…” Edgeworth terkekeh. “Agak aneh mempunyai fans seorang anak laki-laki berusia 10 tahun, tapi setidaknya anak itu lebih baik daripada Oldbag. ‘Paman Edgeworth’ lebih baik daripada ‘Edgey-poo.”

“Dan kau membalas semua surat-suratnya?”
“Ya, aku memang tidak pandai menyusun kata-kata untuk menghibur seseorang, tapi aku menyemangatinya di surat, jika ia tahu apa jalan yang akan ia jalani, orang lain tak perlu memberitahunya… Aku juga menyemangatinya supaya ia bisa melupakan masa lalunya dan kakaknya yang tidak peduli kepadanya.”

Kay tersenyum dan membelai tangan Edgeworth dengan lembut. “Miles. Kalau kita menikah dan mempunyai anak nanti, kau akan menjadi ayah yang hebat.”

Mendadak wajah Edgeworth berubah menjadi pucat, kemudian dengan salah tingkah mengaduk-aduk tehnya dengan sedotan. 

“Ada apa, Miles? Setiap aku membawa topik tentang pernikahan, kau selalu kelihatan……” Kay berdeham. “Tidak nyaman.”
Edgeworth tidak menjawab dan tetap mengaduk tehnya.
“Apa kau sebenarnya tidak ingin menikah dengan aku, Miles?”
Edgeworth mendongakkan kepalanya dengan cepat. “Bukan begitu.”
“Lalu?”
“Aku belum siap.”
“Belum siap? Miles, kau dan aku……Kita mempunyai penghasilan yang lebih dari cukup untuk membesarkan anak-anak kita kelak.”

“Bukan begitu maksud aku.” Edgeworth menelan ludah. “Aku takut, Kay. Jika kita menikah dan mempunyai anak, aku takut aku tidak bisa menjadi ayah yang baik, dan…tidak bisa memberikan mereka perhatian yang mereka butuhkan.”

“Miles, kau tidak akan pernah tahu jika tidak pernah mencoba…..Lihat Phoenix? Semua orang meragukan dia saat mengadopsi Trucy…..tapi dia bisa membesarkan Trucy menjadi anak yang berbakat dan baik.”

“Itu berbeda,” gumam Edgeworth. “Wright sudah terbiasa dengan anak-anak. Dia sering mengasuh Pearl sebelum ia bertemu Trucy.” Edgeworth kemudian meneguk tehnya dengan terburu-buru.

“Ayo kita pergi, makanan kita sudah habis…..” Ia dan Kay akhirnya berdiri dan meninggalkan kafe itu. Kay memutuskan tidak mengangkat topik tentang pernikahan lagi, karena Edgeworth kelihatan sangat tidak nyaman. Ia kemudian berjalan bergandengan tangan dengan Edgeworth. Tapi, alangkah herannya Kay karena Edgeworth tidak menuntunnya ke mobilnya, melainkan ke tempat lain. Edgeworth berjalan cepat sekali, tidak memberi Kay kesempatan untuk bertanya sama sekali. 

“Kau tunggu di luar,” ucap Edgeworth saat mereka berhenti di depan pintu toko souvenir.
“Miles, apa yang…….” 

Edgeworth memotongnya dengan memberikan kecupan kecil di bibirnya. Lalu ia membalikkan badan dan masuk ke dalam toko souvenir itu. Tidak lama kemudian, Edgeworth keluar lagi dengan menenteng sebuah kantung belanja. Ia kemudian menyerahkan kantung belanja itu ke tangan Kay.

“Miles, apa ini? Ulang tahun aku masih lama, kau tahu……”

“Sush! Buka saja, Kay.”

Dengan ragu-ragu ia membuka kantung belanja itu. Ternyata isinya adalah sebuah boneka Teddy Bear berwarna pink yang lucu sekali. Kay tertawa geli, dan menggelitiki pinggang Edgeworth.

“Miles! Ini memang lucu dan imut sekali, tapi aku bukan anak kecil! Kenapa kau tiba-tiba memberi aku boneka ini?”

“Boneka ini akan menemani kau kalau kau takut ke kamar mandi tengah malam, Kay. Jadi aku tak perlu bernyanyi untuk kau pada tengah malam lagi.”

Kay tertawa terbahak-bahak. Miles memang tipe pria yang sangat dingin, tapi jika ia sudah menunjukkan sisi romantisnya…. It’s the cutest thing ever in the world. Kay kemudian mengecup bibir Edgeworth dan mengecup pipinya. 

“Terima kasih banyak, Miles! Beruang lucu ini akan aku beri nama Miles. Aku akan mengingat kau setiap memeluk boneka ini. Dan Miles…….”
“Hmm?”
“Berjanjilah kau akan menyanyikan lagu itu untuk aku di hari pernikahan kita nanti.”
Edgeworth tersenyum simpul.
“Pasti. Jika aku telah siap.”

Kay memeluk boneka Teddy Bear itu dengan erat ke dadanya, dan terisak keras sekali. “M-m-miles……” bisiknya pelan di tengah tangisannya. Akankah ia mendapat kesempatan untuk mendengarkan Edgeworth menyanyikan lagu itu, di hari dimana mereka akhirnya bisa bersatu dan bahagia? 

Kay ingat, saat ia menengok teman sekolahnya yang terkena penyakit leukemia, sang dokter mengatakan, bahwa, terkadang, orang yang sakit parah, tiba-tiba tanpa alasan apapun, membaik dan sembuh total. Dan ketika itu terjadi, kita menyebutnya keajaiban.

Keajaiban. Mukjizat. Hampir semua orang mengatakan keajaiban itu nyata.
Benarkah demikian? 

Jika memang keajaiban itu nyata, kenapa Edgeworth masih belum bangun juga? Atau setidaknya bereaksi saat ia membisikkan sesuatu di telinganya?

Apa ia sudah lupa pada janjinya? 

Edgeworth menyanyikan lagu itu kepadanya. Till death do us apart.

Akankah akhirnya maut benar-benar memisahkan mereka berdua?

Kay membenamkan wajahnya ke boneka Teddy Bear itu. Air matanya membuat boneka Teddy Bear itu menjadi basah. 

Ia tahu, tidak ada gunanya menangis. Ia bodoh. Menangis tidak akan membuat Edgeworth bangun begitu saja. Air mata yang jatuh dari matanya tidak akan membuat mata Edgeworth terbuka. Tapi ia tidak tahu apa lagi yang bisa membuatnya meluapkan segala kesedihannya selain dengan air mata. Ia terus menangis sampai merasakan ada sebuah tangan yang memegang kedua bahunya.

“Kay Faraday.” bisik sebuah suara itu. “Senyum lebih cocok untuk kau.”
Kay mendongak, dan melihat Franziska bersama Lang berada di depannya. Franziska tersenyum kecil, meski Kay tahu, senyumnya itu palsu. Senyum yang hanya digunakan sebagai topeng untuk menyembunyikan segala kesedihannya. Miles adalah saudara adopsinya, bagaimanapun.

“Franzy, Lang? Apa yang kalian lakukan disini?” ucap Kay tergagap. Dengan malu ia mengelap airmatanya dengan lengan kausnya. 

“Hanya mampir dan mengecek bagaimana keadaan kau, Kay,” gumam Lang. “Um…..bagaimana perasaan kau?”

Kay mengangkat bahunya. “Entahlah, Lang. Aku tidak tahu.”
Setelah beberapa detik penuh kesunyian, Kay akhirnya memecah keheningan. 

“Ia akan bangun, kan?” bisik Kay pelan. “Memang sudah dua minggu. Tapi, ia akan bangun, kan?”

Lang dan Franziska saling bertukar pandang. 

“Kay, itu yang kita semua inginkan,” desah Lang. “Tapi, kita semua harus realistis……Dan bersiap untuk kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Jarang sekali ada orang yang koma selama 2 minggu dan akhirnya……bangun kembali.”

“Mr. Diego Armando koma selama 5 tahun dan akhirnya ia bangun!” seru Kay. “Miles baru koma selama 2 minggu, dan aku yakin dia akan membuka matanya pada akhirnya!”

“Kay, Edgey-boy jatuh dari gedung yang terbakar. Dan kondisi jantungnya sangat lemah. Lang Zi says, mempunyai harapan itu bagus, tapi jangan sampai harapan itu menghancurkan kau pada akhirnya.”

“Apa maksud kau, Lang??!” teriak Kay. “Kau lebih suka jika Miles meninggal?!”

“Kay, bukan begitu maksud aku, eh……..”

“Meski aku sendiri benci mengatakan ini, Kay,” lanjut Franziska, “tapi apa yang dikatakan Lang ada benarnya. Kita semua harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Kau harus melanjutkan hidup kau, Kay. Tidak ada gunanya hanya menunggu sesuatu yang tidak pasti.”

Kay tercengang menatap mereka berdua. Jadi, Lang dan Franziska datang ke apartemennya hanya untuk menyuruhnya move-on? Melanjutkan hidupnya, dan berhenti menunggu Miles untuk bangun? Miles baru koma selama 2 minggu! Dan mereka sudah pesimis seperti ini? Bagaimana mungkin mereka tega mengatakan itu semua? Bahwa ia menunggu hingga Miles bangun adalah sesuatu yang sia-sia? Lang adalah calon adik ipar Edgeworth, dan Franziska adalah adik adopsi Edgeworth, demi Tuhan! 

“Terserah kalian mau bilang apa, Franziska, Lang. Aku adalah orang yang optimis. Dan aku optimis Miles akan bangun pada akhirnya. Aku tidak peduli bahkan jika aku harus menunggu selamanya, aku akan tetap menunggunya.” Kay menggigit bibirnya, dan mengarahkan tangannya ke arah pintu, meminta mereka berdua untuk keluar dari apartemennya.

December 24th, 2027
Hickfield Hospital
ICU Room – Miles Edgeworth’s Room

Kay melangkah masuk ke dalam ruang ICU. Edgeworth masih terbaring disana, tidak ada perubahan sedikit pun kecuali memar di sekujur tubuhnya yang mulai agak menghilang. Kay menarik sebuah kursi kecil dan duduk di sebelah tempat tidur Edgeworth. Kay menundukkan kepalanya sedikit, dan mengecup kening Edgeworth yang pucat. 

Para dokter sudah mengatakan berkali-kali kepada Kay bahwa ia hanya membuang-buang waktu saja dengan datang setiap hari ke rumah sakit. Tapi Kay tidak peduli. Ia tidak mau jika Edgeworth bangun, ia tidak menemukan siapapun duduk di sebelah tempat tidurnya. 

“H-hey, Miles, sekarang malam Natal. Lihat, aku punya kado Natal untuk kau, kau bisa membuka kadonya ketika kau bangun nanti. Aku memesannya khusus di internet! Aku yakin kau pasti menyukainya,” bisik Kay sambil menaruh bungkusan kado Natal di meja sebelah tempat tidur Edgeworth. 

BEEP. Hanya suara dari heart rate monitor Edgeworth yang didapat Kay sebagai jawaban. 

“Heh……rasanya baru kemarin kita merayakan Natal 2026….. Kau percaya itu, Miles? Sudah setahun berlalu sejak kita merayakan Hari Natal 2026…..Kau ingat tidak, kau tidak sengaja bersin saat misa Natal, dan pendeta menegur kau? Setelah ditegur pendeta, kau malah menunjukkan jari kau tinggi-tinggi dan berteriak ‘OBJECTION?’ Seisi gereja dibuat tertawa terbahak-bahak oleh tingkah laku kau…..” Kay tertawa lemah. “Hey…..dan salju sudah turun, Miles! Kau selalu kesal karena selalu kalah dalam perang salju aku dan Gummy…….. Kau tidak ingin main perang salju lagi dan lebih memilih untuk tidur, huh, Miles?” 

Kay kemudian menggenggam tangan Edgeworth. 

“Kau selalu ada di samping aku, Miles…. Kau berada di sisi aku saat ayah aku dibunuh…..Kau menyerahkan cravat kau untuk aku gunakan sebagai sapu tangan…Kau benar-benar sweet, Miles…..Kau mempertaruhkan lencana jaksa penuntut kau hanya untuk melindungi aku….Siapa yang sangka kau bisa bertindak sejauh itu, Miles? Dan kau…..kau memanjat gedung yang terbakar untuk menyelamatkan aku…… Dan hari ini, kau tidak ada di sisi aku saat misa Natal….” Kay kemudian membenamkan tangan pucat Edgeworth ke dalam wajahnya. 

“Kau akan bangun, kan, Miles? Aku mohon…..katakan sesuatu…….apa saja…….. Besok………Natal…..Ibu…. sudah memasak makanan kesukaan kau………”

BEEP. Lagi-lagi jawaban yang didapat Kay adalah suara dari heart rate monitor Edgeworth.

“Bibi Kay?”
Kay mengangkat kepalanya dari tangan Edgeworth dan menoleh. Trucy, Pearl, Maya, dan Phoenix sudah masuk ke dalam ruang ICU. Trucy dan Pearl memegang sebuah bungkusan kado besar. 

“Eh, halo Trucy, halo Pearls, halo Maya. Maaf aku tidak mendengar kalian datang.”

“Tidak apa-apa, Bibi Kay. Ini, kado untuk Paman Miles. Semoga Paman Miles cepat….eh…sadar…dan cepat…sembuh. Selamat Natal, Bibi Kay.”

“Selamat Natal juga, Trucy, Pearls. Terima kasih banyak untuk kadonya.”

Seorang perawat kemudian masuk dan melotot kepada mereka semua. 

“Hanya karena pasien sedang dalam keadaan koma, bukan berarti boleh ada banyak pengunjung di ruang ICU. Saya persilahkan sebagian dari kalian keluar.”

“Baik, baik!” ucap Maya dengan kesal. “Tidak usah melotot seperti itu, suster galak
 
Mereka berlima kemudian melangkah keluar. Trucy, Pearl, Maya, dan Phoenix terus menerus menatap Kay dengan pandangan cemas, seakan-akan Kay memiliki penyakit tertentu.

“Aku baik-baik saja,” gumam Kay seperti bisa membaca pikiran mereka semua. “Hanya sedikit lelah.”
“Kau yakin kau baik-baik saja, Kay?” tanya Maya dengan lembut. Kay hanya mengangguk pelan.
“Sebenarnya, kami kesini juga ingin bicara kepada kau, Kay,” ucap Phoenix. “Tadi kami ke rumah Edgeworth dan Nyonya Stella bilang kau sudah ada disini.”

“Apa yang ingin kalian bicarakan?”
“Maya dan aku…” Phoenix meletakkan tangannya di atas bahu Maya, kelihatan salah tingkah. “Kami akan menikah tanggal 29 Desember.”

Kay mendongak dan mengangkat alisnya. Maya dan Phoenix akan menikah 5 hari lagi? Kurang dari seminggu lagi? Sementara Miles masih terbaring disini, dalam tidur panjangnya…….. Tiba-tiba Kay merasa sedikit kesal. Bagaimana mungkin mereka berdua memikirkan untuk melaksanakan pernikahan sementara Miles masih dalam keadaan koma? Miles adalah teman baik Phoenix. Dan Phoenix sering mengatakan bahwa apapun yang terjadi, Miles yang akan menjadi pendamping pengantin pria di hari pernikahannya.

“Kalian egois.” ucap Kay tiba-tiba sebelum ia mencegah kata-kata itu keluar dari mulutnya.
“Maaf?” tanya Phoenix tercengang.

“Kalian akan menikah 5 hari lagi? Apakah kalian tidak bisa menunggu hingga Miles bangun terlebih dahulu? Phoenix, dia sahabat baik kau sejak sekolah dasar! Dan kau terus menerus mengatakan bahwa apapun yang terjadi, Miles yang akan menjadi pengantin pria di hari pernikahan kalian! Aku kira kau…kau…..tidak akan membiarkan sahabat terbaik kau melewatkan hari pernikahan kau begitu saja!”

Baik Maya, Phoenix, Trucy, dan Pearl tercengang.

“Kay……..” ucap Maya pelan, “Kita semua…..kita semua ingin menunggu hingga Edgeworth bangun, sungguh. Tapi….kita bahkan tidak tahu kapan Edgeworth akan bangun……Mungkin bisa sebulan, dua bulan, atau bahkan bertahun-tahun…..Dan……tidak mungkin….kita menunggu sesuatu yang kita sendiri tidak tahu kapan datangnya.”

“DIA AKAN BANGUN!” teriak Kay keras sekali, membuat Phoenix, Maya, Trucy, dan Pearl mundur selangkah. “M-miles adalah pria yang kuat….. Hanya jatuh dari gedung tidak akan membuatnya meninggal! Kau sendiri juga mengakuinya, Phoenix! Baru satu minggu yang lalu kau bilang bahwa Miles kuat dan pasti akan bangun!”

Phoenix merunduk, menatap sepatunya dengan salah tingkah.  Kay kemudian melanjutkan.

“Saat aku dituduh membunuh Jill Crane, Miles tetap percaya pada aku bahwa aku tidak bersalah meski bukti-bukti yang mengarah ke aku sangat kuat. Dan sekarang aku percaya kepadanya, bahwa ia tidak akan meninggalkan aku!” seru Kay.

“Bibi Kay, kami tidak bermaksud menyakiti perasaan kau…..” bisik Trucy pelan. “Aku juga percaya Paman Miles akan bangun pada akhirnya.” Trucy maju selangkah kemudian membelai bahu Kay. 

“T-terima kasih, Trucy. Dan kalau kalian tidak keberatan, aku ingin sendirian sekarang.” gumam Kay.
Phoenix mengangguk, memberi isyarat kepada Trucy, Pearl, dan Maya untuk pergi. 

“Apa aku bilang, Nick!” ucap Maya saat mereka berempat sudah berada di halaman rumah sakit. “Tidak bijaksana sama sekali memberitahu Kay tentang pernikahan kita sementara ia sedang berduka karena Edgeworth masih koma!”

“Aku juga bilang kepada Daddy bahwa ini bukan ide yang bagus! Seolah-olah kita tertawa kegirangan di atas penderitaan orang lain,” Trucy melanjutkan sambil berkacak pinggang. 

“Well, aku setuju, Mr. Nick……. Memberitahu sesuatu yang bahagia sedangkan Nona Faraday sedang bersedih….itu…..um…….agak jahat.”

“H-hey! Mengapa kalian semua menyerang aku? Aku sama sekali tidak menyangka Kay akan bereaksi keras seperti itu, oke?? Bukankah lebih jahat jika kita tidak memberitahu Kay? Lalu, apa yang kalian inginkan? Aku berteriak di telinga Edgeworth untuk membangunkannya, supaya ia bisa jadi pendamping aku di hari pernikahan kita?Ini juga berat untuk aku, bukan hanya untuk Kay! Tapi, hey, hidup harus terus berlanjut, bukan?”

“Oh Nick,” Maya menghentakkan kakinya ke tanah dengan tak sabar, “Kau selalu saja tidak sensitif seperti biasanya.”

December 25th, 2027
Miles Edgeworth’s Home

“Hi, Ibu. Hi, Luciana. Selaamat Natal.” Ucap Kay sambil memeluk Nyonya Stella dan Luciana saat ia memasuki rumah Edgeworth. 

“Selamat Natal juga Kay,” jawab Nyonya Stella.
“Selamat Natal juga, Miss Faraday.” ujar Luciana.

“Kau baik sekali mau datang kesini, merayakan Natal bersama dua wanita tua seperti kami,” Nyonya Stella tertawa kecil. Kay tersenyum lemah.

“Yah, aku tidak punya keluarga lain untuk merayakan Natal bersama-sama, Ibu.” gumamnya lirih. “Ini kado dari aku, Ibu, Luciana. Merry Christmas sekali lagi.” 

Nyonya Stella menerima bungkusan hadiah dari tangan Kay, dan mencium pipi Kay.
“Kau tidak perlu repot-repot, Nak. Ayo, kita ke ruang makan, aku dan Luciana sudah menyiapkan hidangan.”

Mereka bertiga kemudian ke ruang makan dan duduk. Rumah yang besar dan mewah itu terasa sangat sunyi dan muram sekali. Kay mengambil piring, dan mulai mengambil makanan yang tersedia di atas meja. Saat melihat steak domba yang ada, Kay lagi-lagi teringat pada Edgeworth.

“Steak domba,” gumam Kay pelan. “Ini makanan favorit Miles.”

Baik Luciana dan Nyonya Stella terdiam dan tidak mengatakan apapun.
“Seandainya Miles bisa duduk dan makan bersama kita sekarang…. Jika bukan gara-gara aku, dia pasti bisa merayakan Natal bersama kita.” 

Nyonya Stella menghela nafas dalam-dalam, lalu membelai bahu Kay. “Kay,” ucap Nyonya Stella. “Tidak baik terus menerus menyesal atas apa yang telah terjadi….Kita harus melihat ke depan, bukan ke belakang.”

Kay diam saja dan memainkan makanannya dengan garpunya. 

“Mom, Maya dan Phoenix akan menikah tanggal 29 Desember ini.”
“Oh ya? Aku ikut… ikut senang mendengarnya.”

Kay mendongakkan wajahnya. “Senang? Ibu, mereka egois.”

Nyonya Stella mengerutkan keningnya dan menatap Kay dengan keheranan. “Kenapa, Kay? Kau sepertinya tidak senang dengan pernikahan mereka? Mereka kan sahabat baik kau?”

“Dan juga sahabat baik Miles. Phoenix teman baik dan teman terdekat Miles sejak sekolah dasar. Dan bisa-bisanya ia akan melangsungkan pernikahan sementara Miles masih dalam keadaan koma—“

“Kay,” bisik Nyonya Stella pelan, “Dunia tidak akan berhenti karena Miles koma.  Ini juga berat bagi aku, aku baru saja berdamai dengan Miles selama sebulan, tapi….. Kita tidak bisa memaksa orang-orang untuk menunda kebahagiaan mereka hanya karena Miles sedang tertidur panjang.”

Kay menatap Nyonya Stella dengan tidak percaya. Bagaimana mungkin kau bisa berkata seperti itu?! Dia adalah putra tunggal kau, demi Tuhan!

“Dan Kay……..kau sebaiknya melanjutkan hidup kau. Kau muda dan cantik, jangan sia-siakan hidup kau dan membuang waktu kau hanya untuk menunggu Miles….”

“Nyonya Stella! Tega-teganya kau berkata seperti itu!” Kay bangkit dengan marah dari kursinya, melempar serbetnya, dan berlari keluar dari rumah Edgeworth. 

Di luar, udara dingin sekali. Suasana Natal sangat terasa, semua bergembira. Nyanyian lagu-lagu Natal, orang-orang yang sedang berkumpul bersama keluarga mereka, semua tertawa bahagia merayakan Natal. Rasanya tidak adil bagi Kay, melihat semua orang tersenyum ceria, tertawa gembira….. Sedangkan Edgeworth masih terbaring di ruang ICU rumah sakit, bagaikan mayat hidup….

Mengapa semua orang menyuruhnya untuk move on? Mengapa semua orang menyuruhnya untuk berhenti menunggu hingga Miles bangun? Apakah ia satu-satunya yang peduli pada Miles?

Franziska. Phoenix. Maya. Lang. Nyonya Stella. Mereka semua kerap berkata kalau mereka peduli dengan Miles. 

Jika mereka memang peduli, mengapa mereka tidak percaya kalau Miles akan bangun dari koma nya?

Jika mereka memang peduli, mengapa mereka tetap melanjutkan their happy-go-lucky life sementara Miles masih terbaring lemah di rumah sakit?

Ayah pernah bilang, segala sesuatu terjadi untuk sebuah alasan.

Tapi, apa sebenarnya alasan di balik semua ini? Selain ia terus menerus mengucurkan air mata di samping badan Miles yang terbaring lemah?

Menyeka matanya dengan kedua tangannya, Kay berjalan gontai ke apartemennya.
Ini adalah Natal terburuk yang pernah dialaminya seumur hidupnya.

December 29th, 2027
Los Angeles Church
Phoenix & Maya’s Wedding

Hari ini adalah hari pernikahan Phoenix & Maya berlangsung. Awalnya, Kay tidak mau datang, tapi setelah mendapatkan hujanan bujukan dari Pearl, Trucy, Franziska, Lang, Detective Gumshoe, dan Nyonya Stella, Kay akhirnya menyerah dan memutuskan untuk datang. Sebelum pergi ke gereja tempat Phoenix dan Maya akan melangsungkan pernikahan mereka, Kay mampir sebentar ke rumah sakit, hanya untuk membisikkan ke telinga Edgeworth bahwa hari ini sahabat baiknya akan menikah dan ia melewatkan kesempatan menjadi pendamping pengantin pria. 

Pernikahan Phoenix dan Maya berlangsung dengan cukup meriah. Semua mantan klien Phoenix bahkan sang hakim pun hadir. Semua tamu undangan tertawa bahagia, kecuali Kay. Kay bahkan tidak ingat bagaimana caranya untuk tersenyum. Ia hanya bisa memandang iri saat Phoenix dan Maya berdansa setelah sah dinobatkan sebagai suami istri.

Akankah giliran mereka, ia dan Miles, berdansa dengan mengenakan tuxedo dan gaun pengantin, tiba?

Atau, saat-saat seperti itu tidak akan pernah datang?

Takdir apa yang sebenarnya sedang menunggu ia dan Miles?

April, 2028. Sudah 5 bulan berlalu sejak Edgeworth koma dan sejak Phoenix dan Maya resmi menjadi suami istri. Meski sudah 5 bulan Edgeworth koma, tidak pernah satu kali pun Kay lupa untuk mengunjunginya di rumah sakit, meski Edgeworth tetap saja sama, diam, menutup matanya, dan tidak bergerak sama sekali. Tidak henti-hentinya Phoenix, Maya, Lang, Franziska, Detective Gumshoe, dan Nyonya Stella menyuruhnya untuk move on dan melanjutkan hidupnya, tapi Kay tidak mendengarkan. Ia akan terus menunggu, menunggu, dan menunggu, meski itu harus memakan seluruh waktu hidupnya. Ia akan terus menunggu hingga Edgeworth bangun.

Kay berjalan keluar dari rumah sakit dengan lesu. Ia baru saja membisikkan di telinga Edgeworth kalau Maya sedang hamil dan Edgeworth akan mempunyai keponakan baru lagi. Susah bagi Kay untuk tidak merasa iri kepada Phoenix dan Maya. Kay memasukkan kedua tangannya ke dalam saku blazernya, dan mempercepat langkahnya. 

“Hey, Nona! Nona!” 

Kay tidak menjawab dan terus berjalan. Seseorang kemudian mencolek punggungnya. Kay memutar badannya, dan seorang anak laki-laki, yang sepertinya masih berusia 11 tahun, memegang dompetnya. Kalau dari wajahnya, Kay bisa menebak bahwa anak ini bukanlah orang asli Amerika, melainkan seorang imigran Asia. Untuk seorang anak laki-laki remaja, ia kelihatan sangat tampan. Badannya tegap, matanya yang coklat bersinar terang, kulitnya yang putih berpadu dengan baik dengan gaya rambut model Tintin-nya.

“Dompet kau jatuh, Nona….oh!” Mata sang anak laki-laki melebar saat menyadari siapa yang berdiri di depannya. “Anda Nona Kay Faraday. Ini, Nona, dompet anda jatuh tadi.”

Kay mengangguk pelan, lalu mengambil dompetnya.

“Terima kasih banyak, Nak. Siapa nama kau? Kau bukan warga asli sini ya?”

Sang anak laki-laki tertawa malu. “Iya. Aku imigran asal Indonesia. Perkenalkan, nama aku Jose Laurensius Permana. Panggil saja aku Jose.” Anak itu mengucapkan bahasa Inggris dengan fasih, meski aksen Indonesia-nya masih kental. Sang anak laki-laki kemudian mengulurkan tangannya, yang disambut oleh Kay.

Jose Laurensius Permana? Tunggu……. Bukankah itu anak yang mengirimkan CD dan surat kepada Miles ?

“Ah!” ucap Kay. “Apakah kau anak laki-laki yang memberikan CD lagu kepada Miles dan juga mengirimkan surat kepada Miles?”

Mata anak itu, Jose, melebar dengan kaget. “Ya, benar, Nona Faraday. Berkat Paman Edgeworth, pembunuh kedua orang tua aku mendapat hukuman yang setimpal,” ucapnya. “Um, Nona Faraday, boleh aku tanya sesuatu?”

“Tanyakan saja, Jose.”

“Um……apa benar Paman Edgeworth sudah koma selama 5 bulan? Aku baca di sebuah majalah… Mereka mengatakan bahwa Paman Edgeworth koma karena jatuh dari gedung….Tapi…..aku kurang percaya pada media, sebab mereka sering sekali memuat berita-berita bohong tentang Paman Edgeworth.”

Kay menghela nafas pendek, dan tersenyum lemah. “Sayangnya, itu memang benar, Jose. Miles sudah koma selama 5 bulan, tanpa kemajuan apapun. Tim Dokter tidak bisa melakukan apapun untuk membuatnya bangun,” Kay kemudian menyeka matanya yang tiba-tiba basah. “Maaf, Jose.”

“Um, Nona Faraday…..Kalau boleh aku beri saran….. ? Nona Faraday, aku tidak bermaksud mencampuri urusan kalian, apalagi kita baru saja kenal……” Pipi Jose memerah.

“Tidak apa-apa, Jose, katakan saja.”

“Waktu aku berusia 7 tahun, keluarga aku mengalami kecelakaan. Dan Ibu aku jatuh koma.” Jose menarik nafas sejenak, kemudian melanjutkan. “Kemudian Dad menyetel lagu Satu Yang Tak Bisa Lepas itu, lagu yang aku beri pada Paman Edgeworth. Setelah Dad menyetel lagu itu, tak lama kemudian Ibu memberikan reaksi dan bangun. Mungkin anda bisa mencobanya, Nona Faraday.”

Kay menatap Jose dalam-dalam. Mungkin ini bukan ide yang buruk…….

“Tahu tidak, Jose? Beberapa waktu lalu, Miles menyanyikan terjemahan Inggris dari lagu yang kau berikan itu….Dan ia berjanji akan menyanyikan lagu itu di hari pernikahan kami…….” Kay menelan ludah. “Hey, Jose, apakah kau mau bertemu dengan Paman Edgeworth lagi? Kau sangat mengaguminya, kan?”

Jose ternganga tidak percaya. 

“T-tentu, Miss Faraday! Aku senang sekali jika bisa bertemu dengan Paman Edgeworth lagi! Aku…aku sangat mengidolakannya!”

“Kalau begitu, ayo, ikut aku ke rumah sakit. Tapi, kita ke rumah Miles dulu untuk mengambil CD lagu yang kau berikan itu.”

April 06th, 2028
Hickfield Hospital
ICU Room

Setelah mampir ke rumah Edgeworth sejenak untuk mengambil CD dan mp3 player, Kay dan Jose pergi ke rumah sakit. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam ruang ICU. 

“Hai, Miles. Aku kembali lagi. Kau ingat, siapa anak tampan ini? Anak yang sangat mengidolakan kau dan memberi kau CD lagu itu.” Kay kemudian memberikan isyarat kepada Jose untuk mendekat ke tempat tidur Edgeworth.

Jose terlihat salah tingkah, tapi akhirnya ia maju. “Hai, Paman Edgeworth. Lama tidak bertemu.” Jose kemudian mengedikkan kepalanya. “Mungkin…um…….saatnya menyetel lagu itu, Nona Faraday.”

Kay mengangguk pelan, kemudian menyetel CD lagu yang diberikan Jose di MP3 player yang dibawanya. Intro lagu itu sangat indah, dan suara sang penyanyi, Reza Artamevia, membuat Kay merasa telinganya sedang dielus. Ini pertama kalinya Kay mendengar versi asli lagu itu. 

“…….Satu yang tak bisa lepas……percayalah, hanya kau yang mampu mencuri hati ini…..”

Namun, setelah lagu selesai diputar, Edgeworth tetap saja tidak menunjukkan reaksi apapun.

“Tidak berhasil, Jose.” gumam Kay pasrah. “Tapi terima kasih banyak untuk sarannya. Lagunya benar-benar bagus, ngomong-ngomong.” 

“Um…..Nona Faraday? Mengapa anda tidak mencoba menyanyikan versi Inggris lagu itu ? Seperti yang pernah Paman Edgeworth nyanyikan untuk kau?”

“Benar. Oke, aku akan mencobanya. Terima kasih banyak, Jose.” Kay kemudian mengeluarkan secarik kertas, yang tak diragukan lagi adalah tulisan tangan Jose, sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Edgeworth, ia membaca lirik itu, dan mulai bernyanyi. Sementara tangan kirinya membelai dan menggenggam tangan Edgeworth dengan sangat erat.

I still remember time to time
The times that I can’t easy to forget
When I spent my days with you
Just look at me here
I’m still the old me
I meet you, and you comeback for together with me again
And I can understand now
One Thing I Can’t Let Go Of, Believe me,
Only you can steal my heart
One thing I can’t let go of, believe me,
Only you can steal my heart…….

“Only you can steal my heart…Miles……” bisik Kay dengan suara tercekat. Dan, betapa terkejutnya Kay, karena ia merasakan jari-jari Edgeworth bergetar lemah dalam genggaman tangannya, seolah-olah Edgeworth sedang berusaha untuk membalas genggaman tangan Kay.
To be continued…