Striker David Villa nyaris kehilangan kaki kanan saat kecil, akibat
bermain sepakbola. Kini, Villa berpotensi mengantar Spanyol ke podium
juara Piala Dunia kali pertama.
Pemain berusia 28 tahun itu telah
mengemas lima gol, dan berpeluang mengakhiri Piala Dunia 2010 sebagai
pencetak gol terbanyak. Pesaing seriusnya adalah Wesley Sneijder, pemain
Belanda yang akan dihadapinya di final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.
Hampir seperempat abad lalu, Villa mengalami patah tulang paha sangat serius. Dokter khawatir Villa harus menjalani amputasi.
Cedera
diperoleh karena kesukaan Villa pada sepakbola. Ia bermain hampir
setiap hari, dan pada satu kesempatan seorang rekannya terjatuh dan
tubunya menimpa kaki Villa.
Ajaib, Villa -- yang saat itu berusia
empat tahun -- lolos dari kemungkinan terburuk akibat cedera. Namun ia
harus menjalani hidup enam bulan dengan kaki dibebat.
Ironisnya,
selama enam bulan itulah ia mengembangkan kemampuan menembak dengan kaki
kiri. Itu menjadi titik awal pembangunan diri menjadi bintang.
Jose Manuel Villa, ayahnya yang pekerja tambang, setiap hari melatihnya menendang dengan kaki kiri.
"Setiap hari saya melatih Villa selama dua jam. Fokusnya adalah menendang keras dengan kaki kiri," kenang Jose Manuel.
"Semua itu saya lakukan sepulang dari pertambangan. Tidak ada hari tanpa latihan seperti itu," lanjutnya.
Menurut
Jose Manuel, dirinya akan memberi umpan dan Villa menyambut dengan
tembakan kaki kiri. Ia yakin itulah yang membuat Villa memiliki
kemampuan menembak dengan kaki kiri dan kanan sama baiknya.
Villa
sangat menghormati ayahnya, yang selalu meyakinkannya akan bisa menjadi
pemain hebat. Ia juga tidak akan lupa bagaimana ayahnya melatih kaki
kirinya, saat kaki kanannya masih dibebat.
"Saya tidak pernah
sendiri di lapangan sepakbola. Selalu ada ayah, dan ayah kerap melempar
bola kepada saya untuk saya tembak," kenang Villa.
Villa juga
masih belum lupa bagaimana dirinya setiap hari melihat ayahnya pulang
kepayahan dari tambang. Semua itu membentuk tekadnya untuk tidak
mengikuti jejak sang ayah sebagai penambang.
"Setiap kali saya mendenga kecelakaan di pertambangan, saya takut kehilangan ayah," kata villa.
"Ketika
kecelakaan menimpa ayah, ibu menghabiskan sekian jam setiap hari di
rumah sakit untuk menunggu ayah. Saya bertekad tidak akan menjadi
penambang," lanjutnya.
Villa tak pernah menonjol di sekolah, tapi selalu menyita perhatian publik setiap kali bermain sepakbola.
"Suatu kali gurunya datang kepada saya, meminta saya untuk menghukum Villa agar tidak bermain sepakbola," cerita Jose Manuel.
"Saya
katakan, saya bisa saja melarangnya naik sepeda, bermain video game,
atau apa saja, tapi tidak bermain sepakbola," lanjutnya.
Meski
dikenal berbakat, dan piawai memainkan bola, perjalanan Villa bukan
tanpa kisah sedih. Ia sempat ditolak Oviedo, klub lokal, karena tubuhnya
terlalu kecil jika dibanding anak-anak seusianya.
Alasan lainnya, Oviedo kerepotan menjemputnya dari kota pertambangan setiap kali harus berlatih.
Sekali
lagi Jose Manuel, sang ayah, membesarkan hatinya. Villa dibawa ke
Langreo. Dari sini, Sporting Gijon -- rival lokal Oviedo --
mengambilnya.
Gijon menjualnya ke Zaragoza, dan sejak saat itu publik Spanyol mengenal namanya.
Dari
Zaragoza, Villa pindah ke Valencia dan membentuk dirinya menjadi pemain
besar. Musim depan, Villa akan mengenakan kostum Barcelona -- klub
impiannya sepanjang hidup.
Villa kin mengisi mimpi-mimpinya. Ia
tak berubah, tetap rendah hati, dan menyambangi kota masa kecilnya. Yang
juga tak berubah adalah sang ayah selalu ada di stadion saat dia
berlaga.
Begitu pula ketika Villa berlaga di final Piala Dunia 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar