BAB IV
Menghadapi Media & Penyakit
October 8th, 2027
Kantor Kepala Jaksa
Kantor Kepala Jaksa
Kay melangkah masuk ke kantor
Edgeworth. Dia menduga Edgeworth sudah duduk di dalam kantor, tapi ternyata
tidak. Kantor itu kosong dan tidak ada siapapun di dalam. Kay mengerutkan
alisnya. Edgeworth bukan tipe orang yang senang terlambat. Rasa khawatir kembali
muncul di benaknya. Apa Miles sakit? Untuk
sesaat, ia ingin mengeluarkan cell phone nya dan menelepon Edgeworth mengapa ia
belum datang ke kantor. Tapi kemudian ia mendadak sadar kalau ia datang ke
kantor Edgeworth bukan untuk bekerja.
Ia kemudian mengeluarkan sebuah
amplop dari saku blazernya. Dengan hati-hati, ditaruhnya amplop itu ke meja
Edgeworth. Ia memandang berkeliling, dan tersenyum lemah. Ia akan sangat
merindukan kantor ini. Ia akan merindukan menertawai Edgeworth jika muncul
kerut terlalu banyak di keningnya saat ia mengetik di laptopnya. Ia akan
merindukan bermain catur bersama Edgeworth di dalam kantor ini setelah
menangani kasus.
Ia sebenarnya tidak ingin
melakukan ini. Tapi, bukankah ini yang Edgeworth inginkan? Bukankah Edgeworth
terus menerus mengatakan untuk tinggalkan ia sendiri? Mungkin ini memang yang
terbaik bagi mereka berdua. Tersenyum lemah, Kay melangkah keluar, memandang
sekali lagi kantor yang membuat karirnya menanjak mungkin untuk yang terakhir
kali, menutup pintu, dan berbisik,
“Selamat tinggal, Miles. Terima
kasih untuk 9 bulan yang begitu indah.”
Tidak lama setelah Kay pergi
meninggalkan amplop di kantor, Edgeworth datang. Ketika Edgeworth masuk ke
dalam, hal pertama yang dilihatnya adalah amplop yang ditinggalkan Kay di atas
meja kerjanya. Edgeworth mengambil amplop itu, membukanya, dan membaca surat
yang ada di dalam.
To: Tuan Edgeworth
Tuan Edgeworth.
Bersama dengan surat ini, saya sampaikan pengunduran diri saya dari
kantor Anda. Terima kasih banyak atas bimbingan dan ilmu yang anda berikan kepada
saya sehingga karir saya sebagai jaksa penuntu menanjak.
Ingin rasanya saya bekerja lebih lama bersama anda, tapi keadaan yang
memaksa saya untuk berhenti dan mencari pengalaman baru.
Tertanda
Mantan asisten dan murid anda
Kay Faraday
Edgeworth membaca surat itu
selama tiga kali untuk memastikan itu benar-benar tulisan tangan Kay. Mendadak,
lututnya terasa lemas. Kay akhirnya pergi meninggalkannya sebelum ia minta
maaf. Dan semua karena kesalahannya sendiri. Seandainya ia bisa memutar waktu
dan memiliki kesempatan kedua…..
Edgeworth membaca surat itu
sekali lagi, dan menemukan ada pesan tambahan di bawahnya.
PS: Jika kau pikir aku baik-baik saja, itu sama sekali tidak benar.
Edgeworth meremas surat dari Kay
dan melemparkannya ke tempat sampah. Kemudian ia terhenyak di kursinya. Ia
merasa tersesat dan tidak tahu harus melakukan apa. Seperti saat ia pertama
jatuh cinta kepada Kay, ia kembali tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.
Ia tidak tahu, apa yang sebenarnya ia inginkan.
Bukankah ini yang memang aku inginkan? Aku terus-terusan berteriak
kalau Kay pantas mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari pada aku. Aku
berteriak kepada Kay untuk meninggalkan aku sendiri. Aku berteriak bahwa aku
terlalu lemah untuk Kay. Aku bahkan berteriak kepada Kay agar melupakan
hubungan kami. Lalu, mengapa aku merasa kecewa dan sesedih ini begitu ia
benar-benar meninggalkan aku?
Bukankah ini yang memang aku inginkan?
Tapi, mengapa aku tidak mengerti? Apa yang sebenarnya aku inginkan?
Mungkin benar seperti yang dikatakan Franziska.
Aku adalah seseorang yang tolol.
Sudah satu minggu sejak Kay
meninggalkan kantornya. Edgeworth kembali merasa kesepian. Ia termenung di kantornya,
ia sesekali melirik ke arah pintu, dan berharap jika Kay akan muncul lagi. Ia
kemudian mengeluarkan cell phonenya, melihat buku kontak, dan menatap nama Kay
yang tertera di layar telepon genggamnya. Jarinya bergerak ke arah tombol dial,
sebelum akhirnya ia menekan tombol cancel. Hati dan pikirannya dipenuhi dengan
tanda tanya.
Dimana Kay sekarang? Apa dia baik-baik saja? Bekerja dimana ia
sekarang?
Ia kemudian masuk ke menu pesan
singkat dan membaca ulang pesan singkat yang dikirimkan Kay kepadanya saat mereka
masih berkencan. Membaca ulang pesan-pesan itu membuatnya merasa Kay masih
berada di dekatnya.
“Miles, aku lupa menaruh di mana lipstik aku, besok kau mau membantu
aku mencarinya?”
“Miles, bisa kau telepon aku sekarang? Aku ingin pipis dan aku takut ke
kamar mandi sendirian tengah malam begini”
“Miles, tadi ketika aku mandi, ada laba-laba di perut aku! Rasanya
lebih mengerikan dari jeritan Winston Payne!”
“Miles, rerun Steel Samurai episode 54 di ITV Channel sekarang!”
“Miles, tahu tidak? Tetangga di apartemen sebelah menyanyikan lagu
You’re Still The One, dan suara mereka seperti tikus tercekik!”
“Miles, aku mohon jangan lupa untuk membeli obat di apotik kalau obat
kau habis!”
Tertawa kecil, Edgeworth kemudian
bangkit dari kursinya untuk pulang ke rumah. Membaca ulang pesan dari Kay
membuatnya teringat bahwa persediaan obat di rumahnya sudah habis. Menghela
nafas, Edgeworth memutar mobilnya menuju apotik sebelum pulang ke rumah.
“Hai, Tuan Kepala Jaksa, ada yang
bisa saya bantu?” sapa sang apoteker dengan ramah.
“Ya, saya mau beli obat anti
arrhythmia.”
“Anda belum sembuh juga dari
penyakit arrhythmia anda, Tuan Kepala Jaksa? Padahal anda sudah menderita
penyakit itu hampir setahun, kan? Mengapa bisa lama sekali, Tuan Kepala Jaksa?”
Edgeworth diam saja. Dia sama
sekali tidak mau membicarakan tentang penyakitnya kepada siapapun.
“Apa kau punya obat anti
arrhythmia? Kalau tidak, saya akan cari ke apotik lain,” ucap Edgeworth sedikit
jengkel.
“Oh iya! Sebentar, akan saya
carikan….” Sang apoteker kemudian membongkar lemari obat-obatan yang terletak
di belakangnya. “Nah, ini dia, Tuan Kepala Jaksa! Semuanya US$40.”
Edgeworth menerima bungkusan
obatnya, dan membayarnya. “Ini, terima kasih banyak.”
“Sama-sama, Tuan Kepala Jaksa!
Semoga cepat sembuh. Selalu makan makanan yang bergizi, jangan sering begadang,
dan jangan bekerja terlalu keras, Tuan Kepala Jaksa. Anda sangat tampan, sangat
disayangkan jika pria setampan anda harus menderita penyakit seperti
arrhythmia….”
Edgeworth mengangkat alisnya. “Terima
kasih atas perhatiannya, Madame Apoteker. Selamat sore.”
Saat ia hendak masuk ke dalam
mobilnya, tiba-tiba ia mendengar suara yang sangat dikenalnya.
“Filmnya tadi benar-benar kocak! Kau
lihat saat adegan Robert Downey bertemu dengan Aunt May? Ekspresi pemeran Spiderman
yang baru itu lucu sekali!”
“Yeah, perut aku sampai linu
gara-gara terus tertawa sepanjang film! Kau suka filmnya, Kay?”
“Sangat, sangat, sangat suka,
Sebastian.”
Edgeworth membalikkan badannya.
Dari kejauhan ia bisa melihat Kay bergandengan tangan dengan Sebastian Debeste,
dan tampak sangat bahagia. Tampak Kay dan Sebastian saling menggelitik dan
mengganggu satu sama lain. Melihat pemandangan itu, kemarahan Edgeworth muncul.
Baru satu minggu ia putus dengan aku dan meninggalkan kantor aku, dan
sekarang ia sudah berkencan dengan Debeste? Apa yang ia lihat dari anak idiot
itu? pikir Edgeworth geram. Masih dengan marah, Edgeworth terus
memperhatikan mereka berdua dari kejauhan.
“Hey, Kay, bagaimana kalau kita
makan Fetuccini? Kau suka sekali makanan itu, bukan? Biar aku yang membayar!”
“Tentu, Sebastian! Kau baik
sekali kepada aku!”
“Kau yang terlalu baik kepada
aku, Kay. Itulah mengapa aku jatuh cinta pada kau.”
Lalu, Sebastian memiringkan
kepalanya, dan mencium pipi Kay. Edgeworth merasa darahnya langsung mendidih. Dengan
marah ia membanting pintu mobilnya, kemudian menghampiri mereka berdua.
“Kau berani menyentuh Kay,
Debeste?!” teriak Edgeworth keras sekali, membuat orang-orang yang sedang
berjalan di sekitar menoleh ke arah mereka bertiga. Lalu, tanpa Edgeworth
sendiri sadari, ia mengayunkan tangannya dan meninju mata Sebastian. Sebastian
terhuyung dan hampir jatuh ke tanah sebelum Kay memeganginya.
“Tuan Edgeworth!” seru Kay. “Ada
apa dengan anda?! Kenapa anda memukulnya seperti itu?! Apa salah Sebastian?!”
“Apa salahnya? Dia bersalah besar
karena telah berani menyentuh kau, Kay!”
“Dan dimana letak kesalahannya?!”
“Karena….karena…” Edgeworth
tergagap. “Tidak seharusnya ia menyentuh dan mencium kau di tempat umum seperti
ini, Kay!”
“Dan itu tidak salah sama sekali,
Tuan Edgeworth?!! Kenapa anda menjadi murka seperti itu?! Sebastian hanya
mencium pipi aku, tidak lebih—“
“Oh, kau berkencan dengan
Sebastian sekarang, Kay? Padahal baru satu minggu kita putus—“
“Dan memangnya kenapa?” teriak
Kay. “Kita sudah putus. Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Apakah anda lupa
siapa yang mengatakan untuk meninggalkan anda sendiri? Apa anda lupa siapa yang
mengatakan, bahwa anda terlalu lemah untuk saya, dan saya pantas mendapatkan
pria yang jauh lebih muda dan lebih sehat dari anda? Apa anda lupa, siapa yang
mengatakan untuk melupakan hubungan kita, untuk kebaikan saya sendiri, di hari
ulang tahun saya? Apa anda lupa semua itu, Tuan Kepala Jaksa Iblis?!”
Orang-orang sekarang menonton
mereka dengan tertarik. Beberapa jurnalis yang lewat mulai memotret dan merekam
pertengkaran mereka.
“Bukankah ini yang anda
inginkan?! Bukankah ini yang anda mau, agar saya meninggalkan anda sendiri?!
Apa hak anda untuk melarang saya menemukan pria lain yang jauh lebih baik dari
anda, yang bisa menerima dengan tulus segala perhatian yang saya berikan?” seru
Kay lagi, kemudian ia maju selangkah, dan mendorong Edgeworth hingga Edgeworth
jatuh tersungkur ke tanah. Kay kemudian membalikkan badannya, dan menggenggam
tangan Sebastian. “Ayo, Sebastian!” Lalu mereka berdua pergi dan menghilang
dari pandangan.
Wajah Edgeworth memerah. Ia
kemudian bangkit dan membersihkan celananya yang kotor akibat terjatuh tadi. Orang-orang
sekarang memandanginya dengan berbisik-bisik dan dengan pandangan sinis.
“Kau dengar semua yang dikatakan Nona Faraday tadi?”
“Yeah…. Tuan Kepala Jaksa ternyata adalah seorang bajingan!
“Memutuskan pacarnya di hari ulang tahunnya. Sungguh menjijikkan”
“Dia yang mengakhiri hubungannya dengan Nona Faraday, lalu dia marah
karena Nona Faraday memiliki pacar baru. Idiot macam apa dia?”
Edgeworth menerobos kerumunan
orang-orang itu dan berjalan dengan sangat cepat menuju mobilnya. Sementara
para jurnalis mengejarnya di belakang.
“Hey, Tuan Kepala Jaksa, tunggu!
Kami punya beberapa pertanyaan untuk anda.”
“No comment.”
“Tuan Kepala Jaksa, apa yang
sebenarnya terjadi antara anda dengan Nona Faraday? Apa yang membuat anda
mencampakkannya di hari ulang tahunnya?”
“No comment.”
“Mengapa anda mengatakan bahwa
anda terlalu lemah untuk Nona Faraday? Apa ini ada hubungannya dengan penyakit
arrhythmia anda yang tidak kunjung sembuh?”
“Aku bilang, NO COMMENT! Kehidupan
pribadi saya bukan urusan anda!” teriak Edgeworth, kemudian ia membalikkan
badan, dan meninju kamera wartawan yang mengintainya. Kamera wartawan itu
akhirnya jatuh. Edgeworth kemudian berlari ke mobilnya, masuk ke dalam, dan
menyetir dengan sangat cepat menuju ke rumahnya.
October 15th, 2027
Miles Edgeworth’s Home
Miles Edgeworth’s Home
Dengan terengah-engah Edgeworth
masuk ke dalam rumahnya. Kemarahan telah membuat sakit dadanya kambuh lagi dan
Edgeworth merasa ini sakit dada paling parah yang pernah dirasakannya. Dadanya
terasa perih dan panas, seakan-akan ditusuk oleh ribuan jarum. Ia tidak tahu
apa yang membuat dadanya terasa begitu sakit, apakah penyakitnya atau rasa
cemburunya. Ia terhuyung dan hampir terjatuh di ruang tamu. Pelayan pribadinya,
Luciana, wanita keibuan yang berumur 63 tahun, dan sudah bekerja untuk
Edgeworth selama 8 tahun, dengan sigap menangkapnya dan membantunya duduk di
kursi.
“Master Miles, sakit dada kau
kambuh lagi?” Edgeworth hanya mengangguk
lemah.
“Master, dimana obat anda?”
“Di tas.” jawab Edgeworth lemah. Ia
tak tahan lagi. Ia ingin menjerit sekeras mungkin. Ia ingin mati sekarang juga.
Ia merasa dadanya akan meledak.
Luciana kemudian membongkar tas
Edgeworth dan membantu Edgeworth menelan obatnya. Tapi Edgeworth masih
merasakan sakit dada yang sangat menyiksa. Matanya sekarang berair menahan
sakit. Darah perlahan-lahan muncul dari kedua lubang hidungnya.
“Master!” seru Luciana. “Master
tunggu disini, saya akan panggil ambulans…”
“Tidak,” potong Edgeworth.
“Ambilkan saja satu butir pil lagi.”
“Tapi, Master--!”
“Satu. Butir. Pil. Lagi.”
Luciana tidak berani membantah. Ia
akhirnya mengambil satu butir pil lagi dan membantu Edgeworth menelannya.
Edgeworth mengerjap, rasa sakit di dadanya dan mimisannya perlahan-lahan
menghilang.
“Bagaimana perasaan anda,
Master?”
“Sudah lebih baik. Terima kasih
banyak, Luciana.”
“Master, sebelumnya sakit dada
anda tidak pernah sampai separah ini. Boleh aku tahu, apa anda yang mengganggu
anda, Master?”
“Tidak, Luciana. Aku tidak mau
membicarakannya. Aku..aku mau istirahat.”
“Baik, Master. Jika Master butuh
apa-apa, panggil saja saya.”
“Ya, Luciana. Terima kasih
banyak.”
Edgeworth masuk ke dalam
kamarnya, dan mengganti cravat serta kemejanya dengan piama. Ia merebahkan diri
di atas tempat tidurnya, dan memandang kosong ke arah langit-langit kamarnya.
Apa yang sebenarnya ia pikirkan? Ia
tahu, tindakannya tadi sangat bodoh. Meninju Sebastian padahal ia tidak
melakukan sesuatu yang salah. Bertengkar dengan Kay di depan umum. Dan meninju
kamera wartawan. Pasti dalam beberapa hari ke depan, akan terbit berita-berita
yang menyudutkannya dan menghinanya. Setelah ia mengingat-ngingat lagi apa yang
baru saja ia lakukan, ia akhirnya menyesal telah bertindak tanpa berpikir
terlebih dahulu.
Ia menarik selimutnya, memejamkan
matanya, berusaha untuk tidur. Badannya terasa dingin sekarang. Ia mulai
menggigil. Badannya terasa lemas dari sebelumnya. Dengan susah payah, ia
meraba-raba botol obatnya dan menelan satu pil lagi. Ia tidak peduli jika ia
harus mati karena overdosis—mungkin itu lebih baik daripada harus terus menerus
menahan segala rasa sakit yang menyerangnya. Ia mencoba memejamkan mata lagi,
dan kali ini ia berhasil tidur pulas.
October 15th, 2027
Apartemen Kay Faraday
Apartemen Kay Faraday
“Ouch! Pelan-pelan, Kay!” ucap
Sebastian saat Kay mengompres matanya yang ditinju oleh Edgeworth.
“Maaf Sebastian, tapi aku harus
menekannya supaya mata kau tidak bengkak.”
“Aku tidak percaya Tuan Edgeworth
bisa berbuat kekanak-kanakan seperti itu,” ucap Sebastian sambil menggelengkan
kepalanya. “Jaksa lemah dan penyakitan itu,--“
“Jangan sebut dia lemah dan penyakitan!”
seru Kay tiba-tiba sambil membanting kompres yang sedang dipegangnya . Sebastian
menatapnya dengan heran.
“Kay, ada apa dengan kau? Kau
masih mau membelanya setelah ia mempermalukan kau di depan puluhan orang
seperti tadi?”
“Aku tidak membelanya,” ucap Kay
ketus. “Aku hanya tidak suka kau menyebutnya lemah dan penyakitan, karena ia
tidak seperti itu. Ia pria yang paling kuat yang pernah aku kenal.”
“Tch!” ucap Sebastian sambil
melipat tangannya. “Aku mengerti. Jawab aku, Kay. Kau masih mencintai Tuan
Edgeworth, bukan? Kau hanya menggunakan aku sebagai tempat pelarian saja? Tempat
pelarian untuk melupakannya? Kay, dia mencampakkan kau di hari ulang tahun kau!
Bagaimana mungkin kau masih bisa mencintai pria pengecut yang—“
“Cukup, Sebastian!” seru Kay.
“Percakapan ini berakhir!”
Walau begitu, Kay mengakui bahwa
semua yang diucapkan Sebastian memang benar. Ia masih mencintai Edgeworth. Ia
tidak mungkin melupakan Edgeworth hanya dalam seminggu saja. Ia hanya
menggunakan Sebastian sebagai tempat pelariannya. Ia tidak mencintai Sebastian,
dan tidak akan pernah.
Karena hanya ada satu pria yang
mengisi hatinya, dan pria itu bernama Miles Edgeworth.
Kay merasa marah. Mengapa
Edgeworth harus menderita penyakit itu? Mengapa? Jika Edgeworth tidak pernah
menderita arrhythmia, hubungan mereka akan sangat mulus. Jika Edgeworth tidak
menderita arrhythmia, dialah yang akan berada di apartemennya sekarang, bukan
Sebastian. Jika Edgeworth tidak menderita arrhythmia, ia tidak akan memandang
rendah dirinya sendiri……
Masihkah ada harapan?
Baik untuk hubungannya dengan
Edgeworth, dan juga kesembuhan untuk Edgeworth?
Dua minggu berlalu sejak insiden
pertengkarannya dengan Kay dan insiden ia meninju Sebastian. Seperti yang sudah
diduga Edgeworth, media-media memuat berita yang memojokkannya setelah kejadian
itu. Mereka mengolok-ngoloknya hampir setiap hari, membuat plesetan atas
namanya, dan bahkan membuat lelucon kejam tentang penyakitnya.
“Kepala Jaksa Miles Edgeworth meninju Sebastian Debeste akibat cemburu
setelah memergoki Mr. Debeste mencium pipi Nona Faraday, mantan pacarnya. Sungguh
perbuatan yang memalukan dan tidak layak dicontoh untuk seorang Kepala Jaksa”
“Kepala Jaksa Miles Edgeworth mencampakkan kekasihnya, Kay Faraday di
hari ulang tahunnya. Ia tidak lebih dari pria brengsek yang hanya bisa
menyakiti hati wanita”
“Beredar rumor kalau Kepala Jaksa Miles Edgeworth hanya menggunakan Nona
Faraday sebagai pelampiasan hasrat seksualnya”
“Beredar rumor kalau sakit arrhythmia Kepala Jaksa Miles Edgeworth hanyalah
sandiwara belaka untuk menarik simpati masyarakat”
“Kepala Jaksa Miles Edgeworth terserang sakit dada saat pengadilan hari
ini berlangsung. Ini menunjukkan betapa lemah dan tidak kapabel ia untuk
menjabat sebagai seorang Kepala Jaksa”
“Masyarakat menuntut untuk mengganti Kepala Jaksa Miles Edgeworth
karena menurut mereka Kepala Jaksa Miles Edgeworth bukanlah contoh yang baik
dan tidak lebih dari seorang pria brengsek”
“Setelah Jaksa Iblis, Kepala Jaksa Miles Edgeworth memiliki nama
julukan baru : Jaksa Bajingan”
“Hari ini, Kepala Jaksa Miles Edgeworth terlihat memasuki rumah sakit,
lagi. Ini yang keempat kalinya dalam satu minggu, mari kita taruhan, kapan
namanya akan tercatat di Guiness Book of World Record sebagai Prosecutor yang
paling banyak masuk rumah sakit?”
Edgeworth menatap gambar
karikatur dirinya yang sedang mencengkeram dada yang dimuat di salah satu koran,
dan di sebelah gambar karikatur itu, terdapat tulisan “MOMMY…DADDY….. DADA AKU SAKIT… UWAA…MOMMY…DADDY… I WANT MILK…” Dengan marah Edgeworth membanting dan merobek
semua tumpukan majalah, koran, dan tabloid yang memuat berbagai headline yang
mengejek dirinya dan melemparnya ke tempat sampah.
Dipojokkan oleh media bukan hal
yang baru baginya. Ia sudah populer, bahkan sangat populer sejak ia masih berusia
20 tahun. Ketenarannya bahkan menyaingi bintang-bintang papan atas Hollywood
seperti Angelina Jolie dan Tom Cruise. Ketika menangani kasus SL-9, media juga
memuat berita dan rumor yang memojokkannya karena diduga telah memalsukan
barang bukti.
Tapi saat itu berbeda. Ia masih
sehat dan tidak memiliki penyakit apapun saat itu. Meski media juga
memojokkannya saat menangani kasus SL-9, tapi mereka tidak memuat kata-kata
sadis dan kejam seperti yang Edgeworth baca sekarang. Sehingga pemberitaan
media kala itu tidak membuatnya depresi sama sekali, meski ia juga merasakan
tekanan. Sekarang media memperlakukannya
seakan-akan ia adalah sebuah badut dan bahan olok-olok paling lezat.
Ia mencoba mengabaikannya, tapi
lama-lama ia tidak tahan juga. Setiap ia masuk ke ruang sidang, ia harus selalu
menerima tatapan sinis dan ejekan dari orang-orang. Jika sakit dadanya kambuh
dan ia kepergok minum obat di tempat umum, dalam hitungan jam saja, media akan
langsung memuat headline yang mengolok-ngoloknya. Ia terus berusaha
mengabaikan, dan mengabaikan, sampai suatu hari ia membaca artikel yang
menyebut-nyebut tentang ayahnya, dan ia tidak tahan lagi.
“….Kepala Jaksa Edgeworth benar-benar gagal sebagai putra dari almarhum
Gregory Edgeworth. Ia benar-benar jauh berbeda dengan almarhum Gregory
Edgeworth. Almarhum Gregory Edgeworth tidak akan pernah meninju juniornya di
muka umum. Almarhum Gregory Edgeworth tidak akan pernah meninju kamera wartawan
hanya karena mereka ingin mewawancarainya. Dia seharusnya menjaga nama baik
almarhum ayahnya. Saya rasa almarhum Gregory Edgeworth pasti sedang menangis di
surga sana, melihat anak tunggalnya menjadi pria brengsek lemah yang memberikan
nama buruk bagi kenangannya….”
Setelah membaca artikel itu,
Edgeworth menolak untuk muncul di publik. Dia melewatkan sidangnya, mengabaikan
kasus-kasus yang ditanganinya, tidak melakukan check up ke dokter lagi, bahkan
tidak mau meminum obatnya lagi. Ia hanya berbaring terlentang di tempat
tidurnya, tanpa melakukan apa pun. Makanan yang disiapkan Luciana untuknya
hanya ia makan sebanyak tiga atau empat sendok. Berat badannya menurun drastis,
kantung mata muncul di kelopak matanya, rambutnya menjadi acak-acakan tak
beraturan, dan janggut tipis mulai muncul di dagunya.
Ia sedang mencoba untuk membunuh
dirinya sendiri.
Ia tidak peduli. Lagipula, untuk
apa dia hidup lebih lama lagi? Penyakitnya akan membunuhnya sewaktu-waktu pada
akhirnya. Semua orang memojokkannya. Mungkin kematian lebih baik baginya. Jika
ia meninggal, ia bisa bertemu lagi dengan ayahnya. Jika ia meninggal, media
tidak akan mengolok-oloknya lagi dan akan mengganti headline mereka dengan
betapa ia adalah seorang pria yang baik ia saat ia masih hidup.
Kay sangat khawatir dengan
Edgeworth. Ia sudah membaca berita dan ejekan untuk Edgeworth yang dimuat di
media. Ingin sekali rasanya bagi Kay untuk menelepon Edgeworth, bertanya apakah
dia baik-baik saja, atau mengunjungi rumahnya untuk memastikan ejekan dari
media tidak mempengaruhi Edgeworth sama sekali. Tapi ia tahu ia tidak bisa.
Edgeworth pasti tidak akan mau bertemu dengannya dan akan mengusirnya. Maka
dari itu Kay selalu mengontak Luciana untuk menanyakan bagaimana keadaan
Edgeworth. Dan, Luciana selalu berkata kalau Edgeworth tidak pernah keluar dari
kamarnya, hanya berbaring, tidak melakukan apapun, bahkan sudah lama tidak
meminum obatnya lagi. Itu membuat kekhawatiran Kay semakin bertambah.
Seandainya saja ada cara agar ia bisa membuat semangat Edgeworth bangkit lagi….
Kay juga merasa bersalah. Jika ia
tidak menyebut-nyebut kejadian saat pesta ulang tahunnya, mungkin media tidak
akan mengolok-ngolok Edgeworth seperti ini. Ingin sekali rasanya Kay minta maaf
kepada Edgeworth..
Sebenarnya, Kay tidak mengerti
kenapa Edgeworth membiarkan media menang atas dirinya. Kenapa Edgeworth
menganggap serius perkataan media? Sebelumnya dia tidak pernah peduli apa yang
orang katakan tentang dirinya. Pertanyaannya akhirnya terjawab saat membaca
artikel tentang Edgeworth dan Gregory. Ia merasa geram sekali dan ingin rasanya
menjejalkan lencana Yatagarasu-nya ke mulut jurnalis yang tega menulis artikel
itu.
“Ini sudah keterlaluan!” teriak
Kay sambil meremas koran yang baru selesai dibacanya.
“Ada apa, Kay?” tanya Sebastian.
“Orang-orang media. Mereka terus
menerus mengolok-ngolok, memfitnah dan memojokkan Miles setelah kejadian itu. Mereka
bahkan mengolok-ngolok tentang penyakitnya, dan sekarang mereka menulis artikel
tentang gagalnya Miles sebagai anak Gregory!”
Sebastian mengangkat sebelah
alisnya. “Kenapa kau begitu marah?”
“Marah? Kenapa? Tentu saja aku
marah, Sebastian! Mereka menyebut Miles pria brengsek, menuduh Miles hanya
berpura-pura sakit, mengatakan kalau Miles hanya menggunakan aku sebagai
pelampiasan hasrat seksualnya, bahkan menggambar karikatur Miles yang sedang
kumat saat pengadilan! Gara-gara mereka, Miles jadi stress berat dan bahkan
tidak mau keluar dari kamarnya…”
“Oh,” Sebastian mendengus. “Jadi
kau masih mengawasi dan mencari tahu keadaannya. Kenapa kau begitu peduli
padanya, Kay?”
“Karena…….”
“Karena kau masih mencintainya.
Benar begitu, Kay?”
Kay menelan ludah. Ia sendiri
bingung harus menjawab apa.
“Bagaimana mungkin kau masih
tetap peduli dan mencintai Tuan Edgeworth, Kay? Dia mencampakkan kau! Dia
sendiri mengakui kalau dia tidak pantas untuk kau, tapi kau tetap saja peduli
dan mencintainya.. Kapan kau sadar, Kay?? Kau tidak berarti apa-apa untuknya…”
“Cukup, Sebastian!” teriak Kay.
“Kau tidak mengerti bagaimana perasaan Miles sekarang, dia menderita,
Sebastian! Dia butuh seseorang untuk bersandar!”
“Menderita? Begitu ya? Kau tidak
ingat saat aku harus menerima kenyataan bahwa ayah kandung aku sendiri adalah
seorang kriminal dan ia terus menerus mengatakan aku adalah anak tidak berguna
dan idiot? Dan bagaimana aku harus menghadapinya di pengadilan? Tapi apa aku
lalu berlari ke kamar aku, dan membenamkan wajah aku ke bantal? Tidak. Aku
berdiri dengan dua kaki aku sendiri. Tegak. Tuan Edgeworth memang lemah. Jika
dia tidak lemah, dia tidak akan membiarkan media mengalahkannya!”
“Sebastian, siapapun akan merasa
putus asa jika menderita penyakit parah dan orang malah mengejeknya setiap hari,”
ucap Kay pelan, “Dan, kau lupa siapa yang membuat kau bisa berdiri tegak
menghadapi ayah kau? Miles lah yang membuat kau bisa menghadapi ayah kau! Dan
bisa-bisanya kau bilang dia lemah—“
“Justru karena itu! Padahal ia
yang membuat aku menjadi seperti sekarang ini, ia yang menyemangati aku untuk
memilih jalan yang berbeda dari Ayah, dan lepas dari bayang-bayang Ayah. Tapi
kenapa ia bisa menjadi selemah ini? Karena penyakitnya? Karena hubungannya
dengan kau yang tidak ada masa depan? Ia menyemangati aku supaya tidak menjadi
pria lemah, dan sekarang ia malah menunjukkan kelemahan.”
Kay menggerutu pelan dalam hati,
karena kata-kata Sebastian memang benar. Bagaimana caranya, supaya ia bisa
membuat semangat Edgeworth bangkit lagi? Bagaimana caranya supaya ia bisa
meyakinkan Edgeworth?
Lalu, sebuah ide tiba-tiba muncul
di kepalanya.
Ia harus minta bantuan Maya,
Phoenix, dan Franziska.
“LAGI?!” seru Phoenix setelah
selesai membaca artikel yang mengolok-ngolok Edgeworth. Dengan geram ia merobek
koran itu.
“Nick, ada apa? Kenapa kau
marah-marah seperti itu?” tanya Maya sambil menyerahkan secangkir teh ke tangan
Phoenix.
“Media sialan…… Mereka
terus-terusan mengejek dan membuat berita yang memojokkan Edgeworth, Maya! Mereka
membuat lelucon tentang penyakitnya, tentang hubungannya dengan Kay, dan masih
banyak lagi…. Ini sudah keterlaluan!”
“Aku setuju, Nick… tapi
bagaimanapun Edgeworth sangat terkenal, dan kita tidak mungkin membungkam
media—“ perkataan Maya terpotong oleh Kay yang tiba-tiba melompat masuk ke
dalam.
“Kay, astaga! Berapa kali kami
harus katakan, jika mampir kesini jangan membuat kami terkena serangan
jantung!” seru Maya. Kay nyengir lemah.
“Maaf Maya, maaf Tuan Wright. Aku
hanya ingin berbicara kepada kalian…. Tentang Miles… aku sangat khawatir
dengannya,” gumam Kay.
“Yeah, kami juga, Kay. Media
terus menerus mengejek dan memojokkannya… Seperti tidak ada bahan berita lain
saja… Dan Edgeworth tidak pernah menjawab telepon atau membalas pesan singkat
kami… Kami tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang, dia tidak pernah muncul
lagi di publik sekarang… Bahkan menelantarkan semua kasus yang sedang
ditanganinya..” Phoenix menghela nafas.
“Aku berkomunikasi dengan Mrs.
Luciana, pelayan pribadinya, dan kondisi dia benar-benar tidak baik, Maya, Tuan
Wright. Dia terus-terusan mengunci diri di kamarnya, makan hanya tiga atau
empat sendok sehari, tidak melakukan check up ke dokter lagi, tidak pernah
meminum obatnya lagi, dan tadi malam Mrs. Luciana menelepon aku kalau ia
memergoki Miles sedang meminum dua botol wine. Dia….dia sepertinya sedang
mencoba membunuh dirinya sendiri secara perlahan-lahan.”
“APA?” seru Phoenix. “Edgeworth minum
wine? Maya, Kay, ini tidak bisa dibiarkan, mengapa dia membiarkan ejekan media
mempengaruhinya?”
“Ini semua salah aku,” ucap Kay
pelan. “Sekitar dua minggu lalu, aku dan Miles bertengkar di tempat umum. Aku
baru pulang menonton bersama Sebastian, kemudian Sebastian mencium pipi aku.
Miles marah, dan ia meninju Sebastian. Lalu aku berteriak dengan keras tentang
kejadian saat pesta ulang tahun aku, bagaimana ia mencampakkan aku di hari
ulang tahun aku, bagaimana ia menyuruh aku untuk meninggalkan dia…. Para
jurnalis lewat, ia juga meninju kamera jurnalis yang hendak bertanya kepadanya,
dan gara-gara kejadian itulah media mengejeknya setiap hari.”
Maya menutup mulutnya dengan
tangannya.
“Kay, tapi itu bukan salah kau.
Yang salah adalah para jurnalis yang senang sekali mencampuri urusan dan
kehidupan pribadi orang lain!”
“Tetap saja aku penyebab
semuanya, Maya! Semua hinaan, cacian, dan ejekan yang didapat Miles, semua
gara-gara aku! Aku ingin sekali minta maaf kepadanya, dan mencoba
menyemangatinya, tapi aku tahu ia pasti akan menolak aku dan tidak akan mau
bertemu dengan aku. Jadi, aku ingin minta tolong kepada kalian, guys. Maukah
kalian bicara dengan Miles untuk aku? Semangati dia kalau ejekan media
seharusnya tidak membuatnya menjadi kehiangan semangat hidup seperti ini!”
Phoenix mengangguk mantap.
“Jangan khawatir, Kay. Kami akan ke rumah Edgeworth besok dan mencoba
membujuknya.”
“Serahkan semuanya kepada kami,
Kay,” ujar Maya.
“Terima kasih banyak, Maya, Tuan
Wright. Aku mengandalkan kalian, guys.”
Keesokan harinya, seperti yang
telah direncanakan, Phoenix dan Maya berangkat ke rumah Edgeworth. Mereka juga
mengajak Franziska serta Lang. Lebih banyak orang yang mencoba berbicara dengan
Edgeworth, lebih baik. Agar Edgeworth tahu bahwa ia memiliki orang-orang yang
peduli kepadanya.
Phoenix menekan bel pintu rumah
Edgeworth. Tidak lama kemudian, Mrs. Luciana keluar.
“Halo, Mrs. Luciana. Kami ingin
bertemu dengan Edgeworth,” ucap Phoenix.
Mrs. Luciana menghela nafas
pendek, dan dengan pasrah menjawab, “Maaf, Tuan Wright. Nona Maya. Nona Von
Karma. Tuan Lang. Tapi Master tidak ingin bertemu dengan siapapun. Ia sudah memerintahkan
kepada saya agar tidak mengizinkan siapapun masuk. Lebih baik kalian semua
pulang saja. Saya benar-benar minta maaf. Saya hanya menuruti perintah Master
Miles.”
“Bullshit.” ucap Phoenix jengkel,
kemudian ia menerobos masuk sebelum Mrs. Luciana bisa mencegahnya.
“H-hey, Tuan Wright! Tunggu!
Master Miles akan sangat marah kepada saya! Hhey!”
Phoenix berpura-pura tidak
mendengarkan. Ia kemudian berjalan ke depan pintu kamar Edgeworth, dan mengetuk
pintu itu dengan sangat kencang.
“EDGEWORTH!” teriak Phoenix.
“EDGEWORTH! Hentikan semua omong kosong ini! Aku tahu kau ada di dalam,
Edgeworth! Buka pintunya! Kami ingin bicara dengan kau! Ini bukan kau yang kami
kenal, Edgeworth! Buka pintunya!”
Edgeworth yang sedang minum wine
di kamarnya, menoleh ke arah pintu dengan jengkel.
Itu suara Wright. Mau apa dia kesini? Berpura-pura bersimpati kepada
aku? Atau hanya ingin melihat bagaimana rival dan temannya ini hancur?
Edgeworth melanjutkan meminum
wine nya, dan mengabaikan ketukan pintu yang semakin keras.
“Tuan Edgeworth, tolong buka
pintunya, kami hanya ingin bicara dengan kau, kami sangat khawatir dengan kau!”
“Adik kecil bodoh! Cepat
buka pintunya! Jangan membuat kami jengkel!”
“Edgey-boy! Buka pintunya! Kami
peduli pada kau, Edgey-boy!”
Kenapa mereka tidak meninggalkan aku sendiri saja?!!
“Edgeworth, kalau kau tidak mau
membuka pintunya dalam 5 menit, aku akan mendobrak pintu ini, Edgeworth!”
teriak Phoenix. Edgeworth mendengus.
Yeah, coba saja kalau kau berani, Wright. Saat ia hendak menenggak
botol wine nya lagi, pintu mendadak menjeblak terbuka. Maya, Phoenix,
Franziska, dan Lang menerobos masuk. Dengan cepat Phoenix merebut wine yang ada
di tangan Edgeworth dan membuangnya ke dalam tempat sampah.
“H-hey!! Apa yang kau lakukan,
Wright?! Kau mendobrak pintu kamar aku, kau menerobos kamar aku tanpa izin! Aku
akan menuntut kau, Wright!”
“Edgeworth, lihat aku!” seru
Phoenix sambil memegang wajah Edgeworth dan mengarahkannya ke matanya. “Ini
bukan kau, Edgeworth! Kenapa kau membiarkan media mengalahkan kau??? Kenapa kau
menutup diri dari semua orang?? Apa kau tidak ingin hidup lagi? Mana Edgeworth
yang aku kenal? Mana Edgeworth yang selalu berdiri tegak, dan tidak menyerah
dalam situasi seburuk apapun??”
“MEMANGNYA KAU MENGERTI APA?!”
teriak Edgeworth sambil mendorong Phoenix. “Keluar, Wright! Kalian juga,
Franziska, Lang, Maya! Tinggalkan aku sendiri! Aku tidak butuh belas kasihan
kalian!”
“Edgey-boy!” seru Lang. “Kami
datang kesini karena kami peduli pada kau,--“
“Aku bilang, keluar, keluar,
keluar! Luci---AHN--“ Edgeworth mencengkeram dadanya. Sakit dadanya kembali
kambuh. Ia merasa sulit sekali untuk bernafas. Luciana masuk ke kamarnya, lalu
dengan pelan meminta mereka semua pergi.
“Maaf sekali, Tuan Wright, Nona Maya, Tuan Lang, Nona Von Karma, tapi dengan segala hormat saya minta anda semua
pergi sekarang juga. Tolong sekali, tolong, saya mohon. Master ingin sendirian
dan saya mohon agar tidak memperparah kondisinya,” pinta Luciana dengan
memelas.
Phoenix, Maya, Lang, dan
Franziska akhirnya menyerah dan meninggalkan rumah Edgeworth. Tentu tidak baik
jika mereka membuat penyakit Edgeworth kumat lagi.
Kay menggigit bibirnya. Phoenix
sudah memberitahunya tentang kejadian di rumah Edgeworth tadi. Phoenix adalah
harapan terakhirnya untuk membuat Edgeworth bersemangat lagi, dan ternyata ia
gagal. Sekarang,siapa yang kira-kira bisa menasihati Edgeworth? Siapa yang bisa
membuat Edgeworth mendengarkan dia? Lalu tiba-tiba saja, sebuah ide muncul di
benak Kay.
“Maya. Kau adalah seorang spirit
medium, bukan?”
“Ya. Memangnya kenapa, Kay?”
“Bisakah…bisakah kau memanggil
arwah ayah Miles? Gregory Edgeworth? Dan memintanya untuk berbicara dengan
Miles? Mungkin saja setelah bertemu dengan arwah ayahnya, Miles bisa merasa
lebih baik….”
Mata Maya melebar, kemudian ia
tertawa.
“Ide bagus, Kay! Tentu aku bisa! Apa
kau punya foto almarhum Gregory Edgeworth? Aku hanya perlu fotonya supaya bisa
memanggil arwahnya.”
“Ada, aku punya!Miles
memberikannya kepada aku beberapa waktu lalu…” Kay membongkar dompetnya, dan
mengeluarkan foto Edgeworth bersama Gregory saat ia masih kecil. “Ini, Maya!”
Kemudian Kay memberikan foto itu kepada Maya. Maya mengangguk mantap.
“Baiklah! Aku akan menjelaskan
semuanya di kertas dan memanggil arwah Tuan Gregory! Serahkan saja kepada aku!”
“Terima kasih banyak, Maya.”
“Kay, ide kau brilian. Semoga
cara ini berhasil.” ucap Phoenix.
Edgeworth berguling di bawah
selimutnya. Badannya menggigil hebat sekali, rambut dan wajahnya sudah basah
ditutupi oleh keringat. Untuk sesaat, ia terlihat seperti baru saja menyelam di
kolam renang. Ia demam tinggi pada malam harinya setelah kedatangan Phoenix,
Maya, Lang, dan Franziska tadi. Kepalanya bergerak dari sisi ke sisi di
bantalnya, sementara ia mengigau tanpa henti.
“Kay…….. Ibu…
Ayah…….No…….Ayah……kembali…….jangan ganggu Ayah…….tinggalkan aku sendiri….. Von
Karma……kau membunuh Ayah……..Ayah…….kembali…….von Karma….lift…tembakan pistol…
Kay…maafkan aku…..maafkan aku…….Ayah…maafkan aku… aku gagal sebagai anak kau…..”
Lalu tiba-tiba, Edgeworth
merasakan sebuah tangan lembut membelai rambutnya.
“Miles,” panggil orang yang
membelai rambutnya itu dengan lembut, “Lama tak bertemu.”
Edgeworth membuka matanya dan
mengerjap. Ini tidak mungkin. Ini pasti
hanya mimpi. Ini tidak mungkin sebuah kenyataan. Ini pasti sebuah mimpi yang
sangat indah. Gregory Edgeworth duduk di sebelah tempat tidurnya, tersenyum
melihat putra kecilnya yang kini sudah menjadi laki-laki dewasa.
“Ayah?” tanya Edgeworth serak. Meski
ini hanyalah mimpi, tapi akhirnya ia bisa kembali bertemu dengan ayahnya,
setelah 26 tahun lamanya… Ayah yang
sangat dikaguminya dan dicintainya.
“Halo, Nak. Lama tidak bertemu.”
“AYAH!” seru Edgeworth lagi,
kemudian ia duduk di tempat tidurnya, dan membenamkan kepalanya ke dada
Gregory. Untuk saat itu, Edgeworth merasa dirinya seperti berusia 9 tahun
kembali. Ia tidak peduli kalau ia adalah pria dewasa. Ia hanya ingin memeluk
ayahnya dengan erat, dan tidak melepaskannya lagi, sehingga mereka tidak perlu
berpisah lagi. Lalu, tangisnya pecah di dada Gregory. Gregory menaruh dagunya
di atas kepala Edgeworth, dan mencium kepala Edgeworth.
“Shhhh….shhhhhhhh…….shhhhhh….”
ucap Gregory berusaha menenangkan Edgeworth.
Edgeworth kemudian melepaskan
pelukannya dari Gregory dan mengelap kedua matanya. “Ayah, maafkan aku. Aku
begitu cengeng dan lemah.”
“Tidak apa-apa, Nak. Tidak ada
salahnya untuk menangis. Menangis menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang
memiliki perasaan. Tidak ada yang salah dengan itu.”
“Ayah, aku gagal sebagai anak
kau, Ayah!” seru Edgeworth tiba-tiba. “Aku…aku tidak pantas menjadi anak kau!
Aku gagal menjaga nama baik kau!”
“Miles, Ayah selalu mengawasi
kau, Nak. Dan tiada hari tanpa Ayah meneteskan air mata haru karena betapa
membanggakannya kau bagi Ayah.”
“Tapi, Ayah! Aku…aku……”
“Ya, Nak. Ayah tahu tentang
penyakit kau. Ayah tahu tentang hubungan kau dengan Kay. Ayah tahu tentang
bagaimana media mengejek dan memojokkan kau setiap hari. Miles, memiliki
penyakit bukan berarti kau lemah. Justru itu berarti kau jauh lebih kuat dari
yang lain, karena kau bisa terus bertahan dan berdiri tegak dengan penyakit
yang kau derita.”
“Tapi, Ayah! Sakit dada aku
selalu kambuh setiap hari. Aku harus minum obat setiap dua jam sekali. Aku
bahkan tidak kuat menemani Kay menonton film horror di bioskop. Aku juga tidak
kuat menemani Kay menaiki wahana di taman hiburan! Aku….aku lemah, Ayah!”
“Dan itu bukan suatu kelemahan! Maka
dari itu, Miles! Kau harus terus berjuang dan bertarung! Kau tidak boleh kalah
oleh penyakit kau! Ayah melihat bagaimana kau membuat Sebastian Debeste menjadi
percaya kepada dirinya sendiri. Ayah melihat bagaimana kau berjuang tanpa
menyerah saat menangkap Calisto Yew dan Simon Keyes. Kau harus melakukan yang
sama dengan dirimu sendiri! Percaya pada diri kau sendiri. Dan tegakkan kepala
kau di tengah-tengah jurnalis dan media yang mengolok-olok kau, buktikan kepada
mereka bahwa mereka salah besar! Ayah percaya kau pasti bisa, Nak. Kau pasti
bisa melakukannya.”
Edgeworth terdiam. Kata-kata
Ayahnya sangat perlu ia ingat..
“Oh ya, Miles, Ayah melihat
bagaimana sikap kau kepada teman-teman kau pagi ini. Dan bagaimana sikap kau
saat Ibu kau mengunjungi kau di rumah sakit. Itu bukan sikap yang bisa
dibenarkan, Nak. Kau harus minta maaf kepada teman-teman kau. Phoenix. Maya.
Franziska. Lang. Mereka semua peduli kepada kau. Juga Ibu kau.”
“Ayah, wanita itu meninggalkan
aku saat aku masih berusia 5 tahun!”
“Dan ia ingin memperbaiki
semuanya, kan? Ia sudah minta maaf kepada kau. Tidak ada yang lebih mulia dari
memaafkan, Miles. Kau berjanji kepada Ayah? Kau akan minta maaf kepada
teman-teman kau, dan kepada Ibu kau? Kau berjanji setelah ini kau akan kembali
ke dunia luar, keluar dari kamar ini, dan tidak minum wine lagi? Kau berjanji,
setelah ini, kau akan menjadi Miles Edgeworth, anak Ayah yang tidak pernah
mengenal kata menyerah di dalam hidupnya? Dan kau akan bertarung sampai titik
darah penghabisan dengan penyakit kau?”
Edgeworth tersenyum lemah.
“Baiklah, Ayah. Aku berjanji.”
“Dan satu lagi. Kau berjanji kau
akan bertemu dengan Kay, dan minta maaf kepadanya juga?”
“Ayah,” bisik Edgeworth. “Dia
tidak akan mau memaafkan aku. Aku mencampakkan dia. Aku terlalu kejam
kepadanya.”
Gregory menggelengkan kepalanya. “Dia
akan, Miles. Dia akan. Karena seorang pria sejati tidak akan berpaling dari
wanita yang dicintainya. Kau berjanji pada Ayah?”
“Baiklah, Ayah. Aku berjanji.”
Gregory balas tersenyum, kemudian
membelai rambut Edgeworth sekali lagi dengan penuh kasih sayang. “Bagus. Itu
baru anak Ayah. Ayah akan selalu mengawasi kau, dan kalau kau tidak menepati
semua janji tadi, Ayah akan sangat kecewa. Sekarang sudah saatnya Ayah pergi.”
“Tapi…….” ucap Edgeworth kecewa. “Kita
baru mengobrol sebentar…Tidak bisakah kau tinggal lebih lama, Ayah?”
“Tidak bisa, Nak. Tapi ingat,
Ayah selalu mengawasi kau. Selamat tinggal, Nak. I love you, son.”
“I love you too, Dad. Thanks for
everything.” Kemudian Edgeworth kembali tertidur pulas. Keesokan harinya, saat
bangun, demamnya sudah turun dan ia merasa badannya jauh lebih segar. Ia
tersenyum mengingat mimpinya semalam. Mimpi yang sangat indah, bisa kembali
memeluk dan bicara dengan ayahnya. Entah kenapa, mimpi itu terasa nyata dan ia
memikirkan semua kata-kata ayahnya di dalam mimpi. Ia berjanji kepada ayahnya
untuk bangkit, dan ia akan menepatinya. Maka ia bangkit dari tempat tidurnya
untuk mandi, ketika tiba-tiba menginjak sesuatu yang licin dan dingin di
lantai. Dengan heran ia mengambil benda itu. Ternyata sebuah magatama.
Jadi, itu semua bukan mimpi.
Merupakan sebuah kenyataan. Tersenyum kecil, Edgeworth memungut magatama itu
dan menaruhnya di meja kamarnya, kemudian bergumam pelan sebelum pergi mandi.
“Terima kasih banyak, Maya.”
To be continued…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar