BAB VI
Menunggu Kau
She
pulls up to the entrance
She walks right to the front desk
They lead her down a million halls, a maze that's never ending
They talk about what happened but she can barely hear them
She tries to keep a straight face as she walks into the room
She sits by his bedside, holds his hand too tight
They talk about the kids they're gonna have and the good life
The house on the hillside, where they would stay
She walks right to the front desk
They lead her down a million halls, a maze that's never ending
They talk about what happened but she can barely hear them
She tries to keep a straight face as she walks into the room
She sits by his bedside, holds his hand too tight
They talk about the kids they're gonna have and the good life
The house on the hillside, where they would stay
December 5th, 2027
Hickfield Hospital
Hickfield Hospital
Room 332 – Kay Faraday’s Room
Kay mengerang pelan,
kemudian membuka matanya perlahan-lahan. Semua serba putih…..tempat yang sepi
dan dingin…… Ia kemudian memandang berkeliling. Oh, tentu saja, ia berada di
rumah sakit. Ia terjebak di gedung mall yang terbakar beberapa jam yang lalu,
bukan? Tapi Edgeworth tiba-tiba datang, dan dengan heroik menyingkirkan tiang
yang menjepit kakinya, dan menyelamatkannya…..
“MILES!” Kay
duduk di tempat tidurnya dengan mendadak, berusaha turun dari tempat tidurnya,
akan tetapi sepasang tangan mendorongnya dengan lembut untuk berbaring kembali.
Kay mengucek matanya, dan melihat Nyonya Stella, Franziska, Phoenix, Lang, dan
Maya berdiri mengelilingi tempat tidurnya.
“Jangan banyak
bergerak, Kay, kau butuh banyak istirahat,” ucap Nyonya Stella.
“MOM!” seru Kay
lagi. “Miles! Dimana Miles?!! Dia baik-baik saja, kan??? Mom, dia memanjat
gedung yang terbakar itu untuk menyelamatkan aku…. Dimana dia?? Kenapa dia
tidak berada disini juga??”
Kay merasa ada
sesuatu yang tidak beres karena Nyonya Stella, Franziska, Phoenix, Lang, dan
Maya saling bertukar pandang pasrah dengan wajah yang sedih. Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Miles?
Tidak…….. Miles pasti baik-baik saja……
“Kenapa kalian
tidak menjawab? Beritahu aku dimana Miles sekarang!” seru Kay lagi.
Nyonya Stella
kemudian menaruh tangannya di atas bahu Kay, kemudian menatap Kay dengan
pasrah.
“Kay…… saat kau
sudah turun dari gedung itu….. Api tiba-tiba keluar dari jendela tempat Miles
bergelayut… dan Miles berusaha menghindar……”
Kay menelan ludah.
“Dan?” tanya Kay dengan gugup, takut mendengar jawaban selanjutnya. Ini bukan seperti yang aku pikirkan, kan?
Aku mohon, jangan..Miles pasti baik-baik saja!
“Dan…….Miles
jatuh dari gedung itu.”
Kay tercengang. Gedung
mall itu cukup tinggi, dan Miles terjatuh? Tidak……Miles…….kau
tidak mungkin……..
“Mom, tidak,
Miles tidak—“
“Dia masih hidup,
Kay.” Jawab Phoenix. “Meski tidak bisa dibilang hidup sepenuhnya……”
“Apa maksud kau,
Phoenix?” tanya Kay sambil menggigit bibirnya. “Miles masih hidup tapi tidak
bisa dibilang hidup?? Apa yang kau coba beritahu kepada aku?”
“Lebih baik kau
ikut kita, Kay. Ayo.” ucap Nyonya Stella sambil membantu Kay turun dari tempat
tidur dan menuntun Kay keluar dari kamar 332. Lang, Phoenix, Maya, dan
Franziska mengikuti di belakang. Nyonya Stella kemudian menuntun Kay sampai di
depan pintu ruang ICU. Kay melempar pandangan bertanya kepada mereka semua.
“Ayo, masuk,
Kay,” bisik Maya.
Mereka semua
melangkah masuk ke dalam ruang ICU dan disana, Edgeworth terbaring dengan
perban membungkus kepala, leher,kaki, serta tangannya. Wajahnya yang tampan
hampir tidak dikenali lagi karena sudah tertutup oleh memar dan berbagai luka
baret.
“Miles masih
hidup, tapi ia koma, Kay. Lehernya patah dan ia mengalami pendarahan di kepalanya.
Dan dokter tidak tahu kapan ia akan bangun.” bisik Nyonya Stella lirih.
“Miles……….” Kay
hanya bisa terpaku menatap kekasihnya yang tak sadarkan diri itu. Semua ini
adalah salahnya…….Jika saja dia tidak pergi berbelanja kesana…….Edgeworth tidak
akan memanjat gedung dan tidak akan mengalami koma seperti ini………. Mengapa
setiap mereka bersama, sesuatu yang buruk pasti terjadi??
December 11th, 2027
Hickfield Hospital
ICU Room – Miles Edgeworth’s Room
Hickfield Hospital
ICU Room – Miles Edgeworth’s Room
Sudah satu minggu
sejak Edgeworth mengalami koma. Kay pulih dengan cepat, ia hanya kelelahan dan
hanya memiliki beberapa memar di bagian tangan dan engkelnya. Tapi tidak dengan
Edgeworth. Tim dokter keheranan, dengan kondisi jantung dan kesehatan
Edgeworth, sungguh keajaiban ia tidak meninggal seketika setelah jatuh dari
gedung itu. Setiap hari, Kay selalu datang untuk melihat sang kekasih, meski ia
tahu itu hampir tak ada gunanya.
Kay melangkah
masuk ke dalam ruang ICU. Sudah satu minggu. Satu minggu Edgeworth tertidur
disana, di ruang ICU, dengan berbagai selang dan peralatan aneh yang terhubung
ke tubuhnya yang kurus dan pucat. Satu minggu Edgeworth tidak menunjukkan
perkembangan apapun, ataupun sebuah reaksi. Tim dokter berkata bahwa mereka
tidak mau memberikan harapan palsu, sangat kecil kemungkinan Edgeworth akan
bangun kembali dan hanya tunggu waktu saja hingga ia benar-benar meninggal.
Sebuah perkataan yang sukses membuat mereka mendapatkan memar di mata mereka.
Kay berlutut di
sebelah tempat tidur Edgeworth. Ia memaksakan diri untuk tersenyum. Ia kemudian
mendekatkan bibirnya ke telinga Edgeworth.
“H-hey, Miles,
ini aku, aku datang lagi. Kau tukang tidur, huh? Tidur selama satu minggu,
Miles, kau pemalas! Banyak yang kau lewatkan dalam satu minggu ini! Episode
baru Steel Samurai, kasus Robert Iaquinta, kasus yang seru sekali, kau tahu? Heh,
Miles, sejak kapan kau berubah menjadi pemalas yang hanya tidur tanpa bangun
sama sekali?” Kay menggenggam tangan Edgeworth yang tidak bergerak erat sekali,
bibirnya bergetar, dan setetes air mata jatuh dari kelopak matanya.
“Miles…..jika kau
tidak bangun juga……. Aku tidak akan pernah memaafkan kau! Bangun, Miles, aku
mohon BANGUN!!! BANGUN, KAU ANAK NAKAL!!! Aku
mohon….bangun…jangan…tinggalkan…aku…”
Kay meremas baju
rumah sakit Edgeworth dan memukulnya dengan tinjunya. Ia kemudian terisak keras
sekali.
“Kay?”
Kay menoleh ke
belakang. Nyonya Stella, Maya, dan Phoenix berdiri di depan pintu ruang ICU.
Dengan buru-buru Kay menghapus air matanya.
“Kau baik-baik
saja, Kay?” tanya Phoenix, meski ia tahu ia tidak perlu bertanya seperti itu. Jelas saja Kay tidak baik-baik saja,
kekasihnya sudah koma selama satu minggu akibat menyelamatkannya…
Kay hanya
mengangguk pelan dengan bibir masih bergetar. Nyonya Stella kemudian
membenamkan Kay ke dalam pelukannya, dan membelai rambut Kay dengan penuh kasih
sayang. Tangis Kay kemudian pecah lagi di dalam pelukan Nyonya Stella.
“Kenapa dia harus
melakukan itu?!!” seru Kay tiba-tiba.
“Kay…….?” Nyonya
Stella terkejut dengan suara Kay yang tiba-tiba meninggi.
“Kenapa Miles
harus melakukan itu, Mom?!!! Mengapa dia nekat memanjat gedung itu hanya untuk
menyelamatkan aku?!! Kenapa, Mom?!! Dia adalah seorang jaksa jenius, kenapa dia
bisa bertindak sebodoh itu?!!! Dia terbaring disini gara-gara aku! Dulu dia
mempertaruhkan lencana jaksa penuntut nya untuk menyelamatkan aku, dan sekarang
dia mempertaruhkan nyawanya!”
Nyonya Stella dan
Maya kemudian membelai punggung Kay dengan lembut.
“Miles sangat
mencintai kau, Kay, itulah mengapa dia nekat memanjat gedung itu, dia tidak mau
kehilangan kau.”
“Dan sekarang aku
hampir kehilangan dia! Siapa yang tahu apakah Miles akan benar-benar bangun,
Mom?” isak Kay keras sekali. “Seharusnya dia tidak melakukan hal tolol seperti
itu, seharusnya dia biarkan saja aku terbakar di dalam gedung itu! Pertama ibu
aku, lalu ayah aku, sekarang Miles, mengapa aku harus selalu kehilangan
orang-orang yang aku sayangi?! Setiap aku dan Miles bersama, pasti sesuatu yang
buruk selalu terjadi--”
“Kay!” potong
Phoenix. “Kau tidak boleh berkata seperti itu! Kau tidak kehilangan Edgeworth. Edgeworth
akan bangun. Aku tahu ini berat bagi kita semua, tapi Edgeworth akan bangun.”
“Dan apa yang
membuat kau begitu yakin, Phoenix?! Dia tidak bergerak sama sekali walau aku
terus menerus membisikkan sesuatu di telinganya!”
“Karena Edgeworth
adalah pria yang kuat,” bisik Phoenix. “Dan aku percaya kepadanya.”
Kuat…. Ya…. Tentu saja…….Phoenix benar. Miles
adalah pria yang kuat. Jika tidak, ia tidak akan bertahan dengan kondisi
jantungnya yang sangat lemah… Bahkan para dokter pun keheranan, bukan?? Bahwa
Miles tidak meninggal seketika setelah jatuh dari gedung sialan itu.
Miles, kau kuat. Kau adalah pria yang sangat
kuat.
Kau harus bangun, Miles. Mata abu-abu kau yang
indah itu harus terbuka dan wajah kau yang tampan itu harus tersenyum kembali.
Kay memaksakan
diri untuk tersenyum, kemudian mengecup tangan Edgeworth sekali lagi, sambil
berbisik, “Aku akan kembali lagi besok, Miles. No matter what I have to do, I’ll wait for you. I love you too much.”
December 18th, 2027
Kay Faraday’s Apartment
Sudah dua minggu
Edgeworth koma tanpa kemajuan apapun. Keadaan ini membuat Kay semakin merana. Ia
pernah mendengar tentang Mr. Diego Armando, pacar dari kakak Maya, yang
akhirnya bangun setelah 5 tahun koma. Ia takut hal yang sama terjadi pada
Edgeworth. Bagaimana jika Miles koma
selama bertahun-tahun? Bisakah aku sabar menunggu hingga ia bangun? Tentu saja
aku bisa sabar…. Miles…. Aku mohon, bertahanlah…..Kau harus membuka mata
kau……..
Kay terbaring di
tempat tidurnya, dan menatap kosong langit-langit kamarnya. Satu minggu lagi
Natal. Dan Edgeworth masih belum bangun juga….. Apakah ia tidak bisa merayakan
Natal bersama Edgeworth tahun ini?
Kay kemudian
membongkar semua barang-barang pemberian Edgeworth. Ia menatap satu persatu
barang-barang itu. Seikat bunga mawar, sepasang sepatu olahraga, sebuah
lipstik, dan sebuah boneka Teddy Bear. Di depan dada boneka Teddy Bear itu,
terdapat tulisan tangan Edgeworth.
Kay, kalau kau takut ke kamar mandi tengah
malam, peluk saja boneka ini.
Kemudian, pikirannya
hanyut di hari ketika Edgeworth memberikan boneka itu kepadanya.
Kring…..Kring……..Kring…….
“Yes, Kay? Ada apa?? Kau baik-baik saja, kan?
Ini sudah tengah malam…….”
“Ya, Miles, aku baik-baik saja…… Maaf aku membuat
kau bangun, sayang.”
“Ada apa, Kay?”
“Aku…..aku ingin pipis, tapi aku takut ke
kamar mandi tengah malam begini, Miles…..”
“Kay? Kalau begitu aku akan segera ke
apartemen kau…….”
“Jangan konyol, Miles! Kau tidak mungkin
menyetir tengah malam begini……”
“Hmm?? Jadi untuk apa kau menelepon aku tengah
malam begini? Bagaimana aku bisa menemani kau tanpa datang ke apartemen kau?”
“Nyanyikan aku sebuah lagu lewat telepon,
Miles. Sementara aku ke kamar mandi. Supaya aku tidak ketakutan.”
Ia bisa mendengar Edgeworth terkikik pelan di
telepon.
“Baiklah, dasar penakut. Kau mau aku nyanyikan
lagu apa? You’re Still The One?”
“Tidak, Miles, jangan lagu itu, sudah lebih
dari cukup aku mendengar kau menyanyikan lagu itu terus menerus di kantor.”
Didengarnya Edgeworth tertawa kecil lagi.
“Baiklah, baiklah. Kalau begitu aku akan
menyanyikan lagu ini, One Thing I Can’t Let Go Of.”*
“Whoa, lagu apa itu, Miles? Aku tidak pernah
mendengar lagu itu sebelumnya…”
"Makanya dengarkan!"
I
still remember time to time
The
times that I can’t easy to forget
When
I spent my days with you
Just
look at me here
I’m
still the old me
I
meet you, and you comeback for together with me again
And
I can understand now
One
Thing I Can’t Let Go Of, Believe me,
Only
you can steal my heart
One
thing I can’t let go of, believe me,
Only
you can steal my heart
Is
it possible that you will love me forever, till death do us apart?
Not
just a love for a moment, and then gone when the desire has ended
Is
it possible, for an immortality love for us to become true?
Wajah
Kay memerah sementara ia mendengarkan Edgeworth bernyanyi dan berjalan menuju
ke kamar mandi untuk buang air kecil. Suara Edgeworth bagus sekali, meski Kay
tidak pernah mengakuinya di depan Edgeworth. Kay tidak pernah mendengar lagu
ini sebelumnya. Apa mungkin Miles menciptakannya sendiri? Tidak mungkin, pikir
Kay.
“Kay,
kau masih di kamar mandi? Aku… sangat mengantuk….ingin tidur lagi…..”
“He
he he…. Sudah selesai, Miles. Terima kasih banyak sudah menemani aku lewat
telepon. Lagunya bagus sekali! Aku suka sekali! Sampai ketemu besok! I love
you.”
“Ich
liebe dich auch.”
Keesokan
harinya, Kay dan Edgeworth sarapan di sebuah kafe.
“Miles,
kau belum beritahu aku lagu siapa yang kau nyanyikan untuk aku tadi malam. Kau
mendengar lagu itu darimana?”
Edgeworth
tersenyum licik. “Aku menciptakannya sendiri.”
Kay
mendengus dan melipat tangannya. “Hah! Seolah-olah aku pasti langsung percaya
begitu saja. Kau menciptakan lagu dengan lirik semanis itu sama mustahilnya
dengan manusia mempunyai sayap untuk terbang!” seru Kay sambil memukul tangan
Edgeworth dengan sendoknya.
“Baiklah,
baiklah, Nona Jaksa Penuntut. Aku tidak menciptakannya sendiri.”
“Lalu,
lagu siapa itu? Siapa penyanyinya? Kau mendengarnya dari mana?”
“Kenapa
kau begitu ingin tahu?”
“Karena
aku penasaran dan ingin mendengar versi aslinya!”
Edgeworth
tersenyum lagi. “Itu adalah lagu Indonesia, Kay. Penyanyinya adalah Reza
Artamevia.Judul asli lagu itu adalah Satu Yang Tak Bisa Lepas.”
“Indonesia?”
Alis Kay berkerut sangat dalam. “Miles, kapan kau ke Indonesia? Kau tidak
pernah bilang kalau kau pernah kesana….”
Edgeworth
melambaikan tangannya dengan tak sabar. “Tidak, Kay. Aku belum pernah ke negara
itu. Beberapa waktu lalu, aku bertemu dengan anak imigran Indonesia di salah
satu pengadilan aku. Nama anak itu Jose Laurensius Permana. Anak itu berusia 10
tahun ketika itu. Dan dia memberikan aku CD berisi lagu itu serta terjemahan
Inggris lirik lagu itu sebagai ungkapan terima kasih karena aku telah
menjebloskan pembunuh kedua orang tuanya ke dalam penjara.”
Kay
tertawa. “Sungguh ungkapan terima kasih yang tidak biasa dilakukan untuk anak
umur 10 tahun.”
Edgeworth
mengangkat bahunya, kemudian menggaruk hidungnya. “Well…. Yeah……. Waktu itu,
dia bilang kepada aku, jangan terlalu dingin, dan aku harus menerima tanda
terima kasihnya itu untuk mendapatkan pacar……”
Kay
memegangi perutnya dan tertawa terbahak-bahak. “Miles, kau benar-benar menggemaskan. Aku tidak menyangka kau bisa mengingat sangat baik salah satu anak
laki-laki yang kau temui di pengadilan. Aku pikir kau tidak pernah bisa berkomunikasi dengan anak-anak.”
Edgeworth
menggaruk belakang kepalanya dengan malu sebelum menjawab, “Well…. Mungkin aku
rasa… Anak itu mengingatkan aku saat aku masih anak-anak.”
“Oh
ya? Kalian mempunyai persamaan dalam hal apa?”
“Anak
itu….Dia melihat kedua orangtuanya ditusuk di depan sebuah lift.”
Kay
menutup mulutnya dengan tangannya. “Astaga. Itu mengerikan sekali.”
“Yeah…….Dan
dia juga mengingatkan aku kepada kau, Kay, saat pertama kali kita bertemu di
pengadilan, kau ingat?”
“Tentu
saja. Bagaimana mungkin aku melupakan hari yang paling buruk dalam hidup aku?”
“Well…….Anak
itu, sama seperti kau, Kay. Dia tetap ceria dan tersenyum padahal dia melihat
kedua orang tuanya ditusuk di depan matanya sendiri. Sungguh, aku tidak
mengerti sama sekali, bagaimana dia masih bisa tersenyum setelah apa yang
dilaluinya….Well, dan, setelah aku membuat pembunuh kedua orangtuanya
mendapatkan vonis bersalah, dia melompat kegirangan saat keluar dari ruang
sidang, dan, memeluk aku begitu saja……”
Kay
terkikik membayangkan reaksi Edgeworth setelah dipeluk dari belakang oleh
seorang anak laki-laki yang baru saja dikenalnya.
“Lalu,
apa yang terjadi selanjutnya?”
“Dia
memberikan aku CD berisi lagu itu dan menuliskan terjemahannya di atas kertas. Lalu
dia berkata, ‘Ini, ambillah ini, Paman Edgeworth! Kau pasti akan menaklukkan
banyak wanita jika menyanyikan lagu ini!’ Edgeworth tertawa kecil lagi sambil
menyeruput tehnya.
“Paman?”
tanya Kay dengan bingung.
“Itu
‘uncle’ dalam Bahasa Indonesia.”
“Oh, aku mengerti. Setelah itu, apa yang terjadi pada anak itu, Jose? Kedua orangtuanya
meninggal, kan?”
“Di
salah satu surat yang ia kirim kepada aku, ia bilang bahwa ia diadopsi oleh
keluarga dari mantan pacar kakaknya. Kakaknya, Adrianus Permana, meninggalkan
dia, pergi ke Paris begitu saja untuk mengejar karirnya sebagai pelukis tanpa
memperdulikannya. Bajingan kecil,” Edgeworth mendadak terdengar marah.
“Oh,
wow, kau bahkan tetap berkomunikasi dengan anak itu? Tega sekali kakaknya
menelantarkannya begitu saja. Tapi dia cukup beruntung, kalau aku bilang.” Kay
mengangkat alisnya dengan keheranan. Edgeworth meneguk tehnya, kemudian
menjawab,
“Ya,
dia terus menerus menulis surat kepada aku, ia bilang di suratnya bagaimana ia sangat
mengidolakan aku setelah pengadilan itu, dan bagaimana ia ingin menjadi seperti
aku…” Edgeworth terkekeh. “Agak aneh mempunyai fans seorang anak laki-laki
berusia 10 tahun, tapi setidaknya anak itu lebih baik daripada Oldbag. ‘Paman
Edgeworth’ lebih baik daripada ‘Edgey-poo.”
“Dan
kau membalas semua surat-suratnya?”
“Ya,
aku memang tidak pandai menyusun kata-kata untuk menghibur seseorang, tapi aku
menyemangatinya di surat, jika ia tahu apa jalan yang akan ia jalani, orang
lain tak perlu memberitahunya… Aku juga menyemangatinya supaya ia bisa
melupakan masa lalunya dan kakaknya yang tidak peduli kepadanya.”
Kay
tersenyum dan membelai tangan Edgeworth dengan lembut. “Miles. Kalau kita
menikah dan mempunyai anak nanti, kau akan menjadi ayah yang hebat.”
Mendadak
wajah Edgeworth berubah menjadi pucat, kemudian dengan salah tingkah mengaduk-aduk
tehnya dengan sedotan.
“Ada
apa, Miles? Setiap aku membawa topik tentang pernikahan, kau selalu
kelihatan……” Kay berdeham. “Tidak nyaman.”
Edgeworth
tidak menjawab dan tetap mengaduk tehnya.
“Apa
kau sebenarnya tidak ingin menikah dengan aku, Miles?”
Edgeworth
mendongakkan kepalanya dengan cepat. “Bukan begitu.”
“Lalu?”
“Aku
belum siap.”
“Belum
siap? Miles, kau dan aku……Kita mempunyai penghasilan yang lebih dari cukup
untuk membesarkan anak-anak kita kelak.”
“Bukan
begitu maksud aku.” Edgeworth menelan ludah. “Aku takut, Kay. Jika kita menikah
dan mempunyai anak, aku takut aku tidak bisa menjadi ayah yang baik, dan…tidak
bisa memberikan mereka perhatian yang mereka butuhkan.”
“Miles,
kau tidak akan pernah tahu jika tidak pernah mencoba…..Lihat Phoenix? Semua
orang meragukan dia saat mengadopsi Trucy…..tapi dia bisa membesarkan Trucy menjadi
anak yang berbakat dan baik.”
“Itu
berbeda,” gumam Edgeworth. “Wright sudah terbiasa dengan anak-anak. Dia sering
mengasuh Pearl sebelum ia bertemu Trucy.” Edgeworth kemudian meneguk tehnya
dengan terburu-buru.
“Ayo kita pergi, makanan kita sudah habis…..” Ia
dan Kay akhirnya berdiri dan meninggalkan kafe itu. Kay memutuskan tidak mengangkat
topik tentang pernikahan lagi, karena Edgeworth kelihatan sangat tidak nyaman. Ia
kemudian berjalan bergandengan tangan dengan Edgeworth. Tapi, alangkah herannya
Kay karena Edgeworth tidak menuntunnya ke mobilnya, melainkan ke tempat lain. Edgeworth
berjalan cepat sekali, tidak memberi Kay kesempatan untuk bertanya sama sekali.
“Kau
tunggu di luar,” ucap Edgeworth saat mereka berhenti di depan pintu toko souvenir.
“Miles,
apa yang…….”
Edgeworth
memotongnya dengan memberikan kecupan kecil di bibirnya. Lalu ia membalikkan
badan dan masuk ke dalam toko souvenir itu. Tidak lama kemudian, Edgeworth
keluar lagi dengan menenteng sebuah kantung belanja. Ia kemudian menyerahkan
kantung belanja itu ke tangan Kay.
“Miles,
apa ini? Ulang tahun aku masih lama, kau tahu……”
“Sush!
Buka saja, Kay.”
Dengan
ragu-ragu ia membuka kantung belanja itu. Ternyata isinya adalah sebuah boneka
Teddy Bear berwarna pink yang lucu sekali. Kay tertawa geli, dan menggelitiki
pinggang Edgeworth.
“Miles!
Ini memang lucu dan imut sekali, tapi aku bukan anak kecil! Kenapa kau
tiba-tiba memberi aku boneka ini?”
“Boneka
ini akan menemani kau kalau kau takut ke kamar mandi tengah malam, Kay. Jadi aku
tak perlu bernyanyi untuk kau pada tengah malam lagi.”
Kay
tertawa terbahak-bahak. Miles memang tipe pria yang sangat dingin, tapi jika ia
sudah menunjukkan sisi romantisnya…. It’s the cutest thing ever in the world. Kay
kemudian mengecup bibir Edgeworth dan mengecup pipinya.
“Terima
kasih banyak, Miles! Beruang lucu ini akan aku beri nama Miles. Aku akan
mengingat kau setiap memeluk boneka ini. Dan Miles…….”
“Hmm?”
“Berjanjilah
kau akan menyanyikan lagu itu untuk aku di hari pernikahan kita nanti.”
Edgeworth
tersenyum simpul.
“Pasti.
Jika aku telah siap.”
Kay memeluk boneka Teddy Bear itu dengan
erat ke dadanya, dan terisak keras sekali. “M-m-miles……” bisiknya pelan di
tengah tangisannya. Akankah ia mendapat kesempatan untuk mendengarkan Edgeworth
menyanyikan lagu itu, di hari dimana mereka akhirnya bisa bersatu dan bahagia?
Kay ingat, saat ia menengok teman
sekolahnya yang terkena penyakit leukemia, sang dokter mengatakan, bahwa,
terkadang, orang yang sakit parah, tiba-tiba tanpa alasan apapun, membaik dan
sembuh total. Dan ketika itu terjadi, kita menyebutnya keajaiban.
Keajaiban. Mukjizat. Hampir semua
orang mengatakan keajaiban itu nyata.
Benarkah demikian?
Jika memang keajaiban itu nyata,
kenapa Edgeworth masih belum bangun juga? Atau setidaknya bereaksi saat ia
membisikkan sesuatu di telinganya?
Apa ia sudah lupa pada janjinya?
Edgeworth menyanyikan lagu itu
kepadanya. Till death do us apart.
Akankah akhirnya maut benar-benar
memisahkan mereka berdua?
Kay membenamkan wajahnya ke boneka
Teddy Bear itu. Air matanya membuat boneka Teddy Bear itu menjadi basah.
Ia tahu, tidak ada gunanya menangis.
Ia bodoh. Menangis tidak akan membuat Edgeworth bangun begitu saja. Air mata
yang jatuh dari matanya tidak akan membuat mata Edgeworth terbuka. Tapi ia
tidak tahu apa lagi yang bisa membuatnya meluapkan segala kesedihannya selain
dengan air mata. Ia terus menangis sampai merasakan ada sebuah tangan yang
memegang kedua bahunya.
“Kay Faraday.” bisik sebuah suara itu.
“Senyum lebih cocok untuk kau.”
Kay mendongak, dan melihat Franziska
bersama Lang berada di depannya. Franziska tersenyum kecil, meski Kay tahu,
senyumnya itu palsu. Senyum yang hanya digunakan sebagai topeng untuk
menyembunyikan segala kesedihannya. Miles adalah saudara adopsinya, bagaimanapun.
“Franzy, Lang? Apa yang kalian lakukan
disini?” ucap Kay tergagap. Dengan malu ia mengelap airmatanya dengan lengan
kausnya.
“Hanya mampir dan mengecek bagaimana
keadaan kau, Kay,” gumam Lang. “Um…..bagaimana perasaan kau?”
Kay mengangkat bahunya. “Entahlah,
Lang. Aku tidak tahu.”
Setelah beberapa detik penuh
kesunyian, Kay akhirnya memecah keheningan.
“Ia akan bangun, kan?” bisik Kay
pelan. “Memang sudah dua minggu. Tapi, ia akan bangun, kan?”
Lang dan Franziska saling bertukar
pandang.
“Kay, itu yang kita semua inginkan,”
desah Lang. “Tapi, kita semua harus realistis……Dan bersiap untuk kemungkinan
terburuk yang bisa terjadi. Jarang sekali ada orang yang koma selama 2 minggu
dan akhirnya……bangun kembali.”
“Mr. Diego Armando koma selama 5 tahun
dan akhirnya ia bangun!” seru Kay. “Miles baru koma selama 2 minggu, dan aku
yakin dia akan membuka matanya pada akhirnya!”
“Kay, Edgey-boy jatuh dari gedung yang terbakar. Dan
kondisi jantungnya sangat lemah. Lang Zi says, mempunyai harapan itu bagus,
tapi jangan sampai harapan itu menghancurkan kau pada akhirnya.”
“Apa maksud kau, Lang??!” teriak Kay. “Kau
lebih suka jika Miles meninggal?!”
“Kay, bukan begitu maksud aku, eh……..”
“Meski aku sendiri benci mengatakan
ini, Kay,” lanjut Franziska, “tapi apa yang dikatakan Lang ada benarnya. Kita
semua harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Kau harus melanjutkan
hidup kau, Kay. Tidak ada gunanya hanya menunggu sesuatu yang tidak pasti.”
Kay tercengang menatap mereka berdua. Jadi,
Lang dan Franziska datang ke apartemennya hanya untuk menyuruhnya move-on?
Melanjutkan hidupnya, dan berhenti menunggu Miles untuk bangun? Miles baru koma
selama 2 minggu! Dan mereka sudah pesimis seperti ini? Bagaimana mungkin mereka
tega mengatakan itu semua? Bahwa ia menunggu hingga Miles bangun adalah sesuatu
yang sia-sia? Lang adalah calon adik ipar Edgeworth, dan Franziska adalah adik
adopsi Edgeworth, demi Tuhan!
“Terserah kalian mau bilang apa,
Franziska, Lang. Aku adalah orang yang optimis. Dan aku optimis Miles akan
bangun pada akhirnya. Aku tidak peduli bahkan jika aku harus menunggu selamanya,
aku akan tetap menunggunya.” Kay menggigit bibirnya, dan mengarahkan tangannya
ke arah pintu, meminta mereka berdua untuk keluar dari apartemennya.
December 24th, 2027
Hickfield Hospital
ICU Room – Miles Edgeworth’s Room
Hickfield Hospital
ICU Room – Miles Edgeworth’s Room
Kay
melangkah masuk ke dalam ruang ICU. Edgeworth masih terbaring disana, tidak ada
perubahan sedikit pun kecuali memar di sekujur tubuhnya yang mulai agak
menghilang. Kay menarik sebuah kursi kecil dan duduk di sebelah tempat tidur
Edgeworth. Kay menundukkan kepalanya sedikit, dan mengecup kening Edgeworth
yang pucat.
Para
dokter sudah mengatakan berkali-kali kepada Kay bahwa ia hanya membuang-buang
waktu saja dengan datang setiap hari ke rumah sakit. Tapi Kay tidak peduli. Ia
tidak mau jika Edgeworth bangun, ia tidak menemukan siapapun duduk di sebelah
tempat tidurnya.
“H-hey,
Miles, sekarang malam Natal. Lihat, aku punya kado Natal untuk kau, kau bisa
membuka kadonya ketika kau bangun nanti. Aku memesannya khusus di internet! Aku
yakin kau pasti menyukainya,” bisik Kay sambil menaruh bungkusan kado Natal di
meja sebelah tempat tidur Edgeworth.
BEEP.
Hanya suara dari heart rate monitor Edgeworth yang didapat Kay sebagai jawaban.
“Heh……rasanya
baru kemarin kita merayakan Natal 2026….. Kau percaya itu, Miles? Sudah setahun
berlalu sejak kita merayakan Hari Natal 2026…..Kau ingat tidak, kau tidak
sengaja bersin saat misa Natal, dan pendeta menegur kau? Setelah ditegur
pendeta, kau malah menunjukkan jari kau tinggi-tinggi dan berteriak
‘OBJECTION?’ Seisi gereja dibuat tertawa terbahak-bahak oleh tingkah laku
kau…..” Kay tertawa lemah. “Hey…..dan salju sudah turun, Miles! Kau selalu
kesal karena selalu kalah dalam perang salju aku dan Gummy…….. Kau tidak ingin
main perang salju lagi dan lebih memilih untuk tidur, huh, Miles?”
Kay
kemudian menggenggam tangan Edgeworth.
“Kau
selalu ada di samping aku, Miles…. Kau berada di sisi aku saat ayah aku
dibunuh…..Kau menyerahkan cravat kau untuk aku gunakan sebagai sapu tangan…Kau
benar-benar sweet, Miles…..Kau mempertaruhkan lencana jaksa penuntut kau hanya untuk
melindungi aku….Siapa yang sangka kau bisa bertindak sejauh itu, Miles? Dan
kau…..kau memanjat gedung yang terbakar untuk menyelamatkan aku…… Dan hari ini,
kau tidak ada di sisi aku saat misa Natal….” Kay kemudian membenamkan tangan
pucat Edgeworth ke dalam wajahnya.
“Kau
akan bangun, kan, Miles? Aku mohon…..katakan sesuatu…….apa saja……..
Besok………Natal…..Ibu…. sudah memasak makanan kesukaan kau………”
BEEP.
Lagi-lagi jawaban yang didapat Kay adalah suara dari heart rate monitor
Edgeworth.
“Bibi
Kay?”
Kay
mengangkat kepalanya dari tangan Edgeworth dan menoleh. Trucy, Pearl, Maya, dan
Phoenix sudah masuk ke dalam ruang ICU. Trucy dan Pearl memegang sebuah
bungkusan kado besar.
“Eh,
halo Trucy, halo Pearls, halo Maya. Maaf aku tidak mendengar kalian datang.”
“Tidak
apa-apa, Bibi Kay. Ini, kado untuk Paman Miles. Semoga Paman Miles
cepat….eh…sadar…dan cepat…sembuh. Selamat Natal, Bibi Kay.”
“Selamat
Natal juga, Trucy, Pearls. Terima kasih banyak untuk kadonya.”
Seorang
perawat kemudian masuk dan melotot kepada mereka semua.
“Hanya
karena pasien sedang dalam keadaan koma, bukan berarti boleh ada banyak
pengunjung di ruang ICU. Saya persilahkan sebagian dari kalian keluar.”
“Baik,
baik!” ucap Maya dengan kesal. “Tidak usah melotot seperti itu, suster galak
Mereka
berlima kemudian melangkah keluar. Trucy, Pearl, Maya, dan Phoenix terus
menerus menatap Kay dengan pandangan cemas, seakan-akan Kay memiliki penyakit
tertentu.
“Aku baik-baik saja,” gumam Kay
seperti bisa membaca pikiran mereka semua. “Hanya sedikit lelah.”
“Kau yakin kau baik-baik saja,
Kay?” tanya Maya dengan lembut. Kay hanya mengangguk pelan.
“Sebenarnya, kami kesini juga
ingin bicara kepada kau, Kay,” ucap Phoenix. “Tadi kami ke rumah Edgeworth dan Nyonya
Stella bilang kau sudah ada disini.”
“Apa yang ingin kalian
bicarakan?”
“Maya dan aku…” Phoenix
meletakkan tangannya di atas bahu Maya, kelihatan salah tingkah. “Kami akan
menikah tanggal 29 Desember.”
Kay mendongak dan mengangkat
alisnya. Maya dan Phoenix akan menikah 5 hari lagi? Kurang dari seminggu lagi? Sementara
Miles masih terbaring disini, dalam tidur panjangnya…….. Tiba-tiba Kay merasa
sedikit kesal. Bagaimana mungkin mereka berdua memikirkan untuk melaksanakan
pernikahan sementara Miles masih dalam keadaan koma? Miles adalah teman baik
Phoenix. Dan Phoenix sering mengatakan bahwa apapun yang terjadi, Miles yang
akan menjadi pendamping pengantin pria di hari pernikahannya.
“Kalian egois.” ucap Kay
tiba-tiba sebelum ia mencegah kata-kata itu keluar dari mulutnya.
“Maaf?” tanya Phoenix tercengang.
“Kalian akan menikah 5 hari lagi?
Apakah kalian tidak bisa menunggu hingga Miles bangun terlebih dahulu? Phoenix,
dia sahabat baik kau sejak sekolah dasar! Dan kau terus menerus mengatakan
bahwa apapun yang terjadi, Miles yang akan menjadi pengantin pria di hari
pernikahan kalian! Aku kira kau…kau…..tidak akan membiarkan sahabat terbaik kau
melewatkan hari pernikahan kau begitu saja!”
Baik Maya, Phoenix, Trucy, dan
Pearl tercengang.
“Kay……..” ucap Maya pelan, “Kita
semua…..kita semua ingin menunggu hingga Edgeworth bangun, sungguh. Tapi….kita
bahkan tidak tahu kapan Edgeworth akan bangun……Mungkin bisa sebulan, dua bulan,
atau bahkan bertahun-tahun…..Dan……tidak mungkin….kita menunggu sesuatu yang
kita sendiri tidak tahu kapan datangnya.”
“DIA AKAN BANGUN!” teriak Kay
keras sekali, membuat Phoenix, Maya, Trucy, dan Pearl mundur selangkah. “M-miles
adalah pria yang kuat….. Hanya jatuh dari gedung tidak akan membuatnya
meninggal! Kau sendiri juga mengakuinya, Phoenix! Baru satu minggu yang lalu
kau bilang bahwa Miles kuat dan pasti akan bangun!”
Phoenix merunduk, menatap
sepatunya dengan salah tingkah. Kay
kemudian melanjutkan.
“Saat aku dituduh membunuh Jill
Crane, Miles tetap percaya pada aku bahwa aku tidak bersalah meski bukti-bukti
yang mengarah ke aku sangat kuat. Dan sekarang aku percaya kepadanya, bahwa ia
tidak akan meninggalkan aku!” seru Kay.
“Bibi Kay, kami tidak bermaksud
menyakiti perasaan kau…..” bisik Trucy pelan. “Aku juga percaya Paman Miles
akan bangun pada akhirnya.” Trucy maju selangkah kemudian membelai bahu Kay.
“T-terima kasih, Trucy. Dan kalau
kalian tidak keberatan, aku ingin sendirian sekarang.” gumam Kay.
Phoenix mengangguk, memberi isyarat
kepada Trucy, Pearl, dan Maya untuk pergi.
“Apa aku bilang, Nick!” ucap Maya saat
mereka berempat sudah berada di halaman rumah sakit. “Tidak bijaksana sama
sekali memberitahu Kay tentang pernikahan kita sementara ia sedang berduka
karena Edgeworth masih koma!”
“Aku juga bilang kepada Daddy bahwa
ini bukan ide yang bagus! Seolah-olah kita tertawa kegirangan di atas
penderitaan orang lain,” Trucy melanjutkan sambil berkacak pinggang.
“Well, aku setuju, Mr. Nick…….
Memberitahu sesuatu yang bahagia sedangkan Nona Faraday sedang
bersedih….itu…..um…….agak jahat.”
“H-hey! Mengapa kalian semua menyerang
aku? Aku sama sekali tidak menyangka Kay akan bereaksi keras seperti itu, oke??
Bukankah lebih jahat jika kita tidak memberitahu Kay? Lalu, apa yang kalian
inginkan? Aku berteriak di telinga Edgeworth untuk membangunkannya, supaya ia
bisa jadi pendamping aku di hari pernikahan kita?Ini juga berat untuk aku,
bukan hanya untuk Kay! Tapi, hey, hidup harus terus berlanjut, bukan?”
“Oh Nick,” Maya menghentakkan kakinya
ke tanah dengan tak sabar, “Kau selalu saja tidak sensitif seperti biasanya.”
December 25th, 2027
Miles Edgeworth’s Home
Miles Edgeworth’s Home
“Hi, Ibu. Hi, Luciana. Selaamat Natal.” Ucap Kay sambil memeluk Nyonya Stella dan
Luciana saat ia memasuki rumah Edgeworth.
“Selamat Natal juga Kay,” jawab Nyonya Stella.
“Selamat Natal juga, Miss Faraday.” ujar Luciana.
“Kau
baik sekali mau datang kesini, merayakan Natal bersama dua wanita tua seperti
kami,” Nyonya Stella tertawa kecil. Kay tersenyum lemah.
“Yah,
aku tidak punya keluarga lain untuk merayakan Natal bersama-sama, Ibu.”
gumamnya lirih. “Ini kado dari aku, Ibu, Luciana. Merry Christmas sekali lagi.”
Nyonya
Stella menerima bungkusan hadiah dari tangan Kay, dan mencium pipi Kay.
“Kau
tidak perlu repot-repot, Nak. Ayo, kita ke ruang makan, aku dan Luciana sudah
menyiapkan hidangan.”
Mereka
bertiga kemudian ke ruang makan dan duduk. Rumah yang besar dan mewah itu
terasa sangat sunyi dan muram sekali. Kay mengambil piring, dan mulai mengambil
makanan yang tersedia di atas meja. Saat melihat steak domba yang ada, Kay
lagi-lagi teringat pada Edgeworth.
“Steak domba,” gumam Kay pelan. “Ini makanan favorit Miles.”
Baik
Luciana dan Nyonya Stella terdiam dan tidak mengatakan apapun.
“Seandainya
Miles bisa duduk dan makan bersama kita sekarang…. Jika bukan gara-gara aku,
dia pasti bisa merayakan Natal bersama kita.”
Nyonya
Stella menghela nafas dalam-dalam, lalu membelai bahu Kay. “Kay,” ucap Nyonya
Stella. “Tidak baik terus menerus menyesal atas apa yang telah terjadi….Kita
harus melihat ke depan, bukan ke belakang.”
Kay
diam saja dan memainkan makanannya dengan garpunya.
“Mom,
Maya dan Phoenix akan menikah tanggal 29 Desember ini.”
“Oh
ya? Aku ikut… ikut senang mendengarnya.”
Kay
mendongakkan wajahnya. “Senang? Ibu, mereka egois.”
Nyonya
Stella mengerutkan keningnya dan menatap Kay dengan keheranan. “Kenapa, Kay?
Kau sepertinya tidak senang dengan pernikahan mereka? Mereka kan sahabat baik
kau?”
“Dan
juga sahabat baik Miles. Phoenix teman baik dan teman terdekat Miles sejak
sekolah dasar. Dan bisa-bisanya ia akan melangsungkan pernikahan sementara
Miles masih dalam keadaan koma—“
“Kay,”
bisik Nyonya Stella pelan, “Dunia tidak akan berhenti karena Miles koma. Ini juga berat bagi aku, aku baru saja
berdamai dengan Miles selama sebulan, tapi….. Kita tidak bisa memaksa
orang-orang untuk menunda kebahagiaan mereka hanya karena Miles sedang tertidur
panjang.”
Kay
menatap Nyonya Stella dengan tidak percaya. Bagaimana
mungkin kau bisa berkata seperti itu?! Dia adalah putra tunggal kau, demi
Tuhan!
“Dan
Kay……..kau sebaiknya melanjutkan hidup kau. Kau muda dan cantik, jangan
sia-siakan hidup kau dan membuang waktu kau hanya untuk menunggu Miles….”
“Nyonya
Stella! Tega-teganya kau berkata seperti itu!” Kay bangkit dengan marah dari
kursinya, melempar serbetnya, dan berlari keluar dari rumah Edgeworth.
Di
luar, udara dingin sekali. Suasana Natal sangat terasa, semua bergembira. Nyanyian
lagu-lagu Natal, orang-orang yang sedang berkumpul bersama keluarga mereka, semua
tertawa bahagia merayakan Natal. Rasanya tidak adil bagi Kay, melihat semua
orang tersenyum ceria, tertawa gembira….. Sedangkan Edgeworth masih terbaring
di ruang ICU rumah sakit, bagaikan mayat hidup….
Mengapa
semua orang menyuruhnya untuk move on? Mengapa
semua orang menyuruhnya untuk berhenti menunggu hingga Miles bangun? Apakah ia
satu-satunya yang peduli pada Miles?
Franziska.
Phoenix. Maya. Lang. Nyonya Stella. Mereka semua kerap berkata kalau mereka
peduli dengan Miles.
Jika
mereka memang peduli, mengapa mereka tidak percaya kalau Miles akan bangun dari
koma nya?
Jika
mereka memang peduli, mengapa mereka tetap melanjutkan their happy-go-lucky
life sementara Miles masih terbaring lemah di rumah sakit?
Ayah
pernah bilang, segala sesuatu terjadi untuk
sebuah alasan.
Tapi,
apa sebenarnya alasan di balik semua ini? Selain ia terus menerus mengucurkan
air mata di samping badan Miles yang terbaring lemah?
Menyeka
matanya dengan kedua tangannya, Kay berjalan gontai ke apartemennya.
Ini
adalah Natal terburuk yang pernah dialaminya seumur hidupnya.
December 29th, 2027
Los Angeles Church
Phoenix & Maya’s Wedding
Los Angeles Church
Phoenix & Maya’s Wedding
Hari
ini adalah hari pernikahan Phoenix & Maya berlangsung. Awalnya, Kay tidak
mau datang, tapi setelah mendapatkan hujanan bujukan dari Pearl, Trucy,
Franziska, Lang, Detective Gumshoe, dan Nyonya Stella, Kay akhirnya menyerah
dan memutuskan untuk datang. Sebelum pergi ke gereja tempat Phoenix dan Maya
akan melangsungkan pernikahan mereka, Kay mampir sebentar ke rumah sakit, hanya
untuk membisikkan ke telinga Edgeworth bahwa hari ini sahabat baiknya akan
menikah dan ia melewatkan kesempatan menjadi pendamping pengantin pria.
Pernikahan
Phoenix dan Maya berlangsung dengan cukup meriah. Semua mantan klien Phoenix
bahkan sang hakim pun hadir. Semua tamu undangan tertawa bahagia, kecuali Kay. Kay
bahkan tidak ingat bagaimana caranya untuk tersenyum. Ia hanya bisa memandang
iri saat Phoenix dan Maya berdansa setelah sah dinobatkan sebagai suami istri.
Akankah
giliran mereka, ia dan Miles, berdansa dengan mengenakan tuxedo dan gaun
pengantin, tiba?
Atau,
saat-saat seperti itu tidak akan pernah datang?
Takdir
apa yang sebenarnya sedang menunggu ia dan Miles?
April,
2028. Sudah 5 bulan berlalu sejak Edgeworth koma dan sejak Phoenix dan Maya
resmi menjadi suami istri. Meski sudah 5 bulan Edgeworth koma, tidak pernah
satu kali pun Kay lupa untuk mengunjunginya di rumah sakit, meski Edgeworth
tetap saja sama, diam, menutup matanya, dan tidak bergerak sama sekali. Tidak
henti-hentinya Phoenix, Maya, Lang, Franziska, Detective Gumshoe, dan Nyonya
Stella menyuruhnya untuk move on dan melanjutkan hidupnya, tapi Kay tidak mendengarkan.
Ia akan terus menunggu, menunggu, dan menunggu, meski itu harus memakan seluruh
waktu hidupnya. Ia akan terus menunggu hingga Edgeworth bangun.
Kay
berjalan keluar dari rumah sakit dengan lesu. Ia baru saja membisikkan di
telinga Edgeworth kalau Maya sedang hamil dan Edgeworth akan mempunyai
keponakan baru lagi. Susah bagi Kay untuk tidak merasa iri kepada Phoenix dan
Maya. Kay memasukkan kedua tangannya ke dalam saku blazernya, dan mempercepat
langkahnya.
“Hey,
Nona! Nona!”
Kay
tidak menjawab dan terus berjalan. Seseorang kemudian mencolek punggungnya. Kay
memutar badannya, dan seorang anak laki-laki, yang sepertinya masih berusia 11 tahun, memegang dompetnya. Kalau dari wajahnya, Kay bisa menebak bahwa
anak ini bukanlah orang asli Amerika, melainkan seorang imigran Asia. Untuk
seorang anak laki-laki remaja, ia kelihatan sangat tampan. Badannya tegap,
matanya yang coklat bersinar terang, kulitnya yang putih berpadu dengan baik
dengan gaya rambut model Tintin-nya.
“Dompet
kau jatuh, Nona….oh!” Mata sang anak laki-laki melebar saat menyadari siapa
yang berdiri di depannya. “Anda Nona Kay Faraday. Ini, Nona, dompet anda jatuh
tadi.”
Kay
mengangguk pelan, lalu mengambil dompetnya.
“Terima
kasih banyak, Nak. Siapa nama kau? Kau bukan warga asli sini ya?”
Sang
anak laki-laki tertawa malu. “Iya. Aku imigran asal Indonesia. Perkenalkan,
nama aku Jose Laurensius Permana. Panggil saja aku Jose.” Anak itu mengucapkan
bahasa Inggris dengan fasih, meski aksen Indonesia-nya masih kental. Sang anak
laki-laki kemudian mengulurkan tangannya, yang disambut oleh Kay.
Jose Laurensius Permana? Tunggu…….
Bukankah itu anak yang mengirimkan CD dan surat kepada Miles ?
“Ah!”
ucap Kay. “Apakah kau anak laki-laki yang memberikan CD lagu kepada Miles dan juga
mengirimkan surat kepada Miles?”
Mata
anak itu, Jose, melebar dengan kaget. “Ya, benar, Nona Faraday. Berkat Paman
Edgeworth, pembunuh kedua orang tua aku mendapat hukuman yang setimpal,”
ucapnya. “Um, Nona Faraday, boleh aku tanya sesuatu?”
“Tanyakan
saja, Jose.”
“Um……apa
benar Paman Edgeworth sudah koma selama 5 bulan? Aku baca di sebuah majalah…
Mereka mengatakan bahwa Paman Edgeworth koma karena jatuh dari
gedung….Tapi…..aku kurang percaya pada media, sebab mereka sering sekali memuat
berita-berita bohong tentang Paman Edgeworth.”
Kay
menghela nafas pendek, dan tersenyum lemah. “Sayangnya, itu memang benar, Jose.
Miles sudah koma selama 5 bulan, tanpa kemajuan apapun. Tim Dokter tidak bisa
melakukan apapun untuk membuatnya bangun,” Kay kemudian menyeka matanya yang tiba-tiba
basah. “Maaf, Jose.”
“Um,
Nona Faraday…..Kalau boleh aku beri saran….. ? Nona Faraday, aku tidak
bermaksud mencampuri urusan kalian, apalagi kita baru saja kenal……” Pipi Jose
memerah.
“Tidak
apa-apa, Jose, katakan saja.”
“Waktu
aku berusia 7 tahun, keluarga aku mengalami kecelakaan. Dan Ibu aku jatuh koma.”
Jose menarik nafas sejenak, kemudian melanjutkan. “Kemudian Dad menyetel lagu
Satu Yang Tak Bisa Lepas itu, lagu yang aku beri pada Paman Edgeworth. Setelah
Dad menyetel lagu itu, tak lama kemudian Ibu memberikan reaksi dan bangun.
Mungkin anda bisa mencobanya, Nona Faraday.”
Kay
menatap Jose dalam-dalam. Mungkin ini
bukan ide yang buruk…….
“Tahu
tidak, Jose? Beberapa waktu lalu, Miles menyanyikan terjemahan Inggris dari lagu
yang kau berikan itu….Dan ia berjanji akan menyanyikan lagu itu di hari
pernikahan kami…….” Kay menelan ludah. “Hey, Jose, apakah kau mau bertemu
dengan Paman Edgeworth lagi? Kau sangat mengaguminya, kan?”
Jose
ternganga tidak percaya.
“T-tentu, Miss Faraday! Aku senang sekali jika bisa bertemu dengan Paman
Edgeworth lagi! Aku…aku sangat mengidolakannya!”
“Kalau
begitu, ayo, ikut aku ke rumah sakit. Tapi, kita ke rumah Miles dulu untuk mengambil
CD lagu yang kau berikan itu.”
April 06th, 2028
Hickfield Hospital
ICU Room
Hickfield Hospital
ICU Room
Setelah
mampir ke rumah Edgeworth sejenak untuk mengambil CD dan mp3 player, Kay dan
Jose pergi ke rumah sakit. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam ruang ICU.
“Hai,
Miles. Aku kembali lagi. Kau ingat, siapa anak tampan ini? Anak yang sangat
mengidolakan kau dan memberi kau CD lagu itu.” Kay kemudian memberikan isyarat
kepada Jose untuk mendekat ke tempat tidur Edgeworth.
Jose
terlihat salah tingkah, tapi akhirnya ia maju. “Hai, Paman Edgeworth. Lama
tidak bertemu.” Jose kemudian mengedikkan kepalanya. “Mungkin…um…….saatnya
menyetel lagu itu, Nona Faraday.”
Kay
mengangguk pelan, kemudian menyetel CD lagu yang diberikan Jose di MP3 player
yang dibawanya. Intro lagu itu sangat indah, dan suara sang penyanyi, Reza
Artamevia, membuat Kay merasa telinganya sedang dielus. Ini pertama kalinya Kay
mendengar versi asli lagu itu.
“…….Satu yang tak bisa
lepas……percayalah, hanya kau yang mampu mencuri hati ini…..”
Namun,
setelah lagu selesai diputar, Edgeworth tetap saja tidak menunjukkan reaksi
apapun.
“Tidak
berhasil, Jose.” gumam Kay pasrah. “Tapi terima kasih banyak untuk sarannya. Lagunya
benar-benar bagus, ngomong-ngomong.”
“Um…..Nona
Faraday? Mengapa anda tidak mencoba menyanyikan versi Inggris lagu itu ?
Seperti yang pernah Paman Edgeworth nyanyikan untuk kau?”
“Benar.
Oke, aku akan mencobanya. Terima kasih banyak, Jose.” Kay kemudian mengeluarkan
secarik kertas, yang tak diragukan lagi adalah tulisan tangan Jose, sambil
mendekatkan mulutnya ke telinga Edgeworth, ia membaca lirik itu, dan mulai
bernyanyi. Sementara tangan kirinya membelai dan menggenggam tangan Edgeworth
dengan sangat erat.
I
still remember time to time
The
times that I can’t easy to forget
When
I spent my days with you
Just
look at me here
I’m
still the old me
I
meet you, and you comeback for together with me again
And
I can understand now
One
Thing I Can’t Let Go Of, Believe me,
Only
you can steal my heart
One
thing I can’t let go of, believe me,
Only
you can steal my heart…….
“Only you can steal my heart…Miles……” bisik
Kay dengan suara tercekat. Dan, betapa terkejutnya Kay, karena ia merasakan
jari-jari Edgeworth bergetar lemah dalam genggaman tangannya, seolah-olah
Edgeworth sedang berusaha untuk membalas genggaman tangan Kay.
To
be continued…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar