Senin, 11 Januari 2016

LINE, Aplikasi yang mengajarkan memaafkan

Cerita ini adalah cerita yang saya tulis untuk mengikuti lomba LINE Story bulan Ramadhan 2015 lalu...silahkan membaca! :)
Rasyad dan Raffa adalah seorang kakak-adik yang tinggal di Bandung. Keduanya begitu akrab dan saling menyayangi. Rasyad, sang kakak, yang berusia 20 tahun, sangat lihai bermain gitar. Sang adik, Raffa , yang berusia 13 tahun memiliki bakat yang begitu luar biasa dalam bermain sepakbola. Mereka berdua begitu dekat, sangat jarang sekali bertengkar hingga membuat banyak orang iri.
Suatu hari, di hari pertama bulan Ramadhan, yang bertepatan juga dengan ulang tahun Raffa yang ke 14, Rasyad bermaksud untuk mengajak sang adik ke Dunia Fantasi, sambil menunggu waktu berbuka puasa. Kebetulan, ia mendapat dua voucher gratis masuk ke Dufan dari teman sekantornya. Tentu saja Raffa senang sekali, karena sudah lama ia memang ingin pergi ke dunia fantasi. Dengan antusias, Raffa sudah bersiap-siap dari siang hari. Ia memakai pakaian terbaiknya dan menunggu sang kakak pulang di ruang tamu.
Pukul 4 sore, Rasyad pulang dari kantor. Setengah geli ia melihat Raffa yang sudah sangat siap menunggunya di ruang tamu. “Sudah tidak sabar rupanya? Rapi sekali kau,” ujar Rasyad setengah menahan tawa. “Ya kan biar nanti tidak buru-buru. Ayo kak cepat ganti bajunya, nanti jalanan macet,” jawab Raffa polos sambil setengah meloncat. Masih dengan menahan tawa, Rasyad melangkah ke kamarnya dan bersiap-siap.
Setelah Rasyad bersiap-siap selama kurang lebih 10 menit, berangkatlah mereka. Rasyad menyetir mobilnya dengan sangat hati-hati. Benar dugaan Raffa, jalanan sudah lumayan macet dimana-mana. Dengan gelisah Rasyad berkali-kali melihat arlojinya. Kalau begini terus, bisa-bisa sampai ke Dufan sudah tutup, keluh Rasyad dalam hati.
“Raffa, kamu tidak keberatan kan kalau kita ambil jalur lain? Macet dimana-mana. Bisa-bisa nanti ketika kita sampai Dufan sudah tutup,” kata Rasyad lembut. Raffa menoleh. “Terserah kakak saja, yang penting kita ke Dufan,” jawabnya sambil tersenyum. Rasyad kemudian memutar setirnya dan mencari jalan alternatif lain. Cukup lama mereka berputar-putar mencari jalan lain. Berkali-kali Rasyad melirik adiknya yang tampak gelisah. Rasyad bertekad tidak akan mengecewakan sang adik di hari ulang tahunnya ini. Ia pun menambah kecepatan mobilnya.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Dari arah berlawanan melaju sebuah mobil sedan dengan kecepatan tinggi. Rasyad, yang sudah terlanjur mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tidak dapat menghentikannya. Dan... BRAK!!! Tabrakan pun tak dapat dielakkan lagi. Rasyad hanya mendengar jeritan sang adik setelah itu ia tak sadarkan diri dan tak ingat apa-apa lagi.
Perlahan-lahan Rasyad membuka matanya. Segalanya tampak putih. Apakah aku sudah mati? Apakah ini di surga? pikir Rasyad. Rasyad mengerjap beberapa kali, sampai akhirnya ia sadar bahwa ia sedang berada di rumah sakit. Seorang perawat bertubuh mungil kemudian masuk. “Eh Nak Rasyad, sudah sadar, syukurlah..” ucap si perawat. Rasyad tidak dapat berpikir jernih. Tiba-tiba ia teringat dengan adiknya.
“Raffa! Raffa dimana, sus? Bagaimana keadaan adik saya?” tanyanya histeris. “Tenang Nak, kami rasa dia akan baik-baik saja. Memang dia belum sadar,” jawab sang suster lembut. “Saya mau melihatnya sus, dimana dia?” seru Rasyad. “Baiklah kalau begitu, akan kuantar kau kesana,” jawab sang suster dengan keibuan. Dengan dipapah sang suster, Rasyad berjalan terpincang-pincang ke kamar adiknya dirawat.
Alangkah terkejutnya Rasyad melihat sang adik yang terbaring lemah, penuh dengan luka dan lebam disana-sini. Rasyad meringis melihat berbagai macam selang dan infus dipasang di sekujur tubuh Raffa yang mungil. Perlahan-lahan, air mata Rasyad menetes. Ia membelai rambut adiknya dan berbisik, “Maafkan kakak ya de...” ucapnya lirih.
3 hari berlalu, Rasyad pun dinyatakan sehat dan boleh pulang ke rumah. Tapi Rasyad menolak karena ingin menjaga Raffa yang masih belum sadarkan diri. Dalam hatinya Rasyad tak henti-hentinya berdoa agar Allah tidak mengambil adik yang sangat ia sayangi.
Hari keempat di rumah sakit, Raffa akhirnya sadar, membuka matanya perlahan-lahan saat Rasyad sedang membacakan ayat-ayat Al-Quran di sampingnya.  Hati Rasyad melonjak gembira saat melihat mata adiknya terbuka. “Alhamdulillah ya Allah Kau mengabulkan doaku,” ucap Rasyad lirih. Rasyad langsung mencium rambut adik kesayangannya itu. “Bagaimana perasaan kamu, de? Maafkan kakak ya...” bisik Rasyad. “Haus,” ucap Raffa pelan.
“Sebentar kakak ambilkan minum,” ujar Rasyad. Ia kemudian mengambilkan minum dan membantu Raffa menghabiskan minumannya. Tiba-tiba saja Raffa mengernyit.
“Ada apa, dik? Minumannya tidak enak?” tanya Rasyad cemas. Raffa menggeleng lemah. “Bukan, kak. Kakiku kok tidak bisa digerakkan sama sekali ya?” tanya Raffa polos.  Bagai disambar petir Rasyad mendengar jawaban Raffa. “Apa?” pekiknya. “Coba gerakkan yang kiri, kemudian yang kanan,” kata Rasyad sambil memencet-mencet kaki sang adik. “Tidak bisa, kakak, kakiku seperti diikat di tempat tidur,” ucapnya. Masih terkejut, Rasyad memanggil dokter. Selama 20 menit Rasyad menunggu Raffa diperiksa oleh dokter. Rasyad berdoa dalam hati tidak akan terjadi apa-apa terhadap Raffa. Firasatnya tidak enak saat dokter keluar, karena wajah sang dokter tampak kusut.
“Apa yang terjadi pada adik saya, dok?” tanya Rasyad, takut mendengar jawaban sang dokter. “Tulang punggung adik kamu patah, Rasyad,” jawab sang dokter pelan. Rasyad menelan ludah. “Dan?” tanyanya takut. “Adikmu tidak akan bisa berjalan lagi. Ia lumpuh,” jawab dokter sambil menghela nafas.
Perlahan-lahan Rasyad merosot ke dinding. Ia tidak percaya apa yang didengarnya. Mengapa jadi seperti ini, ya Allah? Mengapa niat aku untuk menyenangkan adikku malah menjadi malapetaka seperti ini? batin Rasyad pedih.
BRAK! Tiba-tiba terdengar suara orang terjatuh. Dengan panik Rasyad berlari ke dalam kamar rawat Raffa. Didapatinya Raffa sudah tergeletak di lantai. Dengan sigap Rasyad menggendong Raffa. “Apa yang terjadi, Kak? Kenapa aku tidak bisa berdiri, malah terjatuh?” tanya Raffa polos saat sudah kembali berbaring di tempat tidur. Rasyad tidak tega untuk menjawab pertanyaan sang adik.
“Apa aku lumpuh, kak? Aku akan ditaruh di kursi roda?” desak Raffa lagi. Rasyad berpikir tidak ada gunanya menyembunyikan semuanya dari Raffa. Dengan pedih ia mengangguk pelan. Tak disangka-sangka, Raffa kemudian menarik tangannya dari tangan Rasyad. Rasyad tertegun.
“Ada apa, Raffa?” tanya Rasyad heran. “Jangan sentuh aku lagi, Kak! Aku tidak mau ketemu kakak lagi! Semua ini gara-gara kakak! Gara-gara kakak!! Keluar ! Keluar kak! Aku tidak mau melihat wajah kakak lagi!” jerit Raffa. Tercengang, Rasyad tetap terpaku pada tempatnya. Tidak lama kemudian, dokter yang mendengar jeritan Raffa tergopoh-gopoh masuk.
“Ada apa ini? Kenapa kau berteriak-teriak, Raffa?” tanya Pak Dokter dengan lembut. “Dia, dok! Aku tidak mau ketemu dia! Dia yang sudah membuat aku cacat seperti ini! Aku ingin dia keluar!” teriak Raffa sejadi-jadinya. Perlahan Pak Dokter menghampiri Rasyad dan meletakkan tangannya di atas bahu Rasyad.
“Nak, lebih baik kau keluar dulu, tunggu sampai adikmu tenang. Paling besok juga dia sudah tenang,” ucap Pak Dokter. “Tapi, Dok...” kata Rasyad pelan. Pak Dokter menggelengkan kepalanya. Akhirnya Rasyad mengalah dan melangkah ke luar.
Hari-hari berikutnya, Raffa ternyata masih belum bisa menerima Rasyad kembali. Ini membuat hati Rasyad merasa sangat terluka. Adiknya yang begitu akrab, tidak bisa dipisahkan, sekarang rasanya jauh sekali. Rasyad juga merasa sangat bersalah karena telah membuat adiknya lumpuh. Berbagai cara dilakukan Rasyad untuk meluluhkan kembali hati sang adik, dimulai dari memberikan bunga, coklat, dan mainan, tapi itu semua tidak berhasil. Raffa tetap tidak mau berbicara dengan Rasyad. Sungguh merana Rasyad dibuatnya. Ia ingin sekali bisa kembali berbicara dengan Raffa.
Suatu hari, Rasyad sedang mengutak-ngatik smartphonenya. Ketika sedang mengakses internet, ia membaca review tentang sebuah aplikasi Instant Messaging bernama “LINE.” Dalam review tersebut, aplikasi instant messaging ini sedang hits, memiliki banyak fitur, dan membantu orang-orang dalam berkomunikasi. Tertarik, Rasyad pun mendownload aplikasi LINE tersebut. Ia berharap dapat kembali berkomunikasi dengan sang adik melalui aplikasi ini.
Setelah menunggu beberapa menit, Rasyad selesai menginstall aplikasi LINE dalam smartphonenya. Dengan iseng, ia pergi ke tombol “Add Friends” kemudian ia mencari nama adiknya, siapa tahu adiknya memakai aplikasi LINE juga. Dan... tara! Ternyata ID adiknya ditemukan. Rasyad kemudian meng-add-as friend Raffa.
Dengan jempol gemetar, Rasyad menulis pesan yang berbunyi, “Adikku yang tersayang, Please Forgive Me. I don’t know what I do. Please forgive me, I can’t stop loving you.” Rasyad kemudian mengirimkan pesan itu kepada id LINE Raffa.
Tring! Hp Raffa berbunyi. Raffa yang tidak pernah lepas dari handphone nya, langsung mengecek. Cukup terkejut ia melihat pesan LINE dari kakaknya. Raffa membacanya, tapi ia masih sangat marah. Ia langsung menghapus pesan itu.
Sementara itu, Rasyad yang gelisah menunggu balasan dari Raffa, tidak henti-hentinya mengecek handphone nya. Alangkah sedihnya ia saat melihat pesan yang ia kirim sudah berstatus “Read”. Rasyad tidak menyerah. Ia tetap berusaha minta maaf kepada Raffa. Ia kembali mengetikkan pesan untuk Raffa.
“Dear Raffa my lovely brother... kakak tahu kakak bersalah, sangat bersalah karena telah membuat kamu tidak bisa berjalan lagi.. tapi kakak mohon, maafkan kakak, kakak ingin kita seperti dulu lagi, bermain bersama, jalan-jalan bersama, kakak ingin melihat kehangatan mata kamu lagi, dik. Kakak mohon bukakan pintu maafmu untuk kakak, karena kakak sendiri tidak ingin kejadian seperti ini terjadi...” Sambil mengelap ingusnya, Rasyad kembali mengirimkan pesan LINE kepada Raffa.
Tring! Handphone Raffa kembali berbunyi. Raffa tetap tidak menghiraukan pesan LINE Rasyad. Ia hanya membacanya namun tetap enggan membalasnya. Rasyad pantang menyerah. Ia terus mengirimkan pesan LINE yang berisikan permohonan maaf, juga stiker-stiker lucu yang akhirnya membuat Raffa tertawa. Tapi tetap saja, Raffa tidak mau membalas pesan Rasyad. Karena jengkel, Raffa bermaksud memblock LINE Rasyad.
Sebelum memblock LINE sang kakak, Raffa kemudian iseng-iseng melihat timeline LINE nya. Raffa memang memiliki hobi melihat-lihat timeline LINE nya karena isinya banyak yang lucu-lucu dan bagus-bagus. Begitu pula dengan kali ini. Raffa dibuat senyum-senyum sendiri karena banyak yang mengucapkan semoga lekas sembuh untuknya di timeline LINE nya. Sampai akhirnya matanya terhenti pada sebuah status yang dishare oleh salah satu temannya.
Status itu berbunyi: “Tidaklah halal seorang muslim menjauhi kawannya lebih dari tiga hari. Jika telah lewat waktu tiga hari itu, maka berbicaralah dengan dia dan beri dia salam, jika dia telah menjawab salam, maka keduanya bersama-sama mendapat pahala,dan jika dia tidak membalasnya, maka sungguh dia kembali dengan membawa dosa, sedang orang yang memberi salam telah keluar dari dosa karena menjauhi itu.” Dikutip dari Riwayat Abu Daud.
Bagai ditampar Raffa membaca status LINE tersebut. Ia akhirnya sadar bahwa ia telah berdosa karena telah menolak memaafkan. Setelah membaca status itu, Raffa akhirnya sadar bahwa memaafkan adalah perbuatan mulia yang akan diganjar pahala oleh Allah SWT, apalagi ini perihal memaafkan kakak kandungnya sendiri, terlebih lagi bulan suci Ramadhan sedang berlangsung. Air mata Raffa menetes dan ia mengusapnya secara perlahan. Hati Raffa akhirnya luluh.
Raffa kemudian memaksakan diri turun dari tempat tidurnya. Ia kemudian memaksakan diri ngesot keluar dari kamar rawatnya untuk menemui Rasyad. “Kakak!” seru Raffa sambil tersendu-sendu. Rasyad, yang masih asyik mengotak-ngatik smartphonenya, kaget bukan kepalang, mendengar namanya dipanggil. Ia sangat terkejut melihat Raffa yang sekarang terduduk di lantai.
“Kak, maafin Raffa sudah mengabaikan permintaan maaf kakak. Raffa sudah tidak marah lagi sama Kakak. Ini semua bukan salah kakak, tapi rencana Allah. Maafin Raffa kak, sudah jahat sekali sama kakak. Kakak adalah kakak terbaik yang Raffa punya,” seru Raffa sambil menangis.
Rasyad, yang wajahnya bersimbah air mata sekarang, berlari menghampiri Raffa dan menggendongnya. Ia kemudian memeluk Raffa dan menciumi rambutnya. “Tentu saja kakak maafkan Raffa... Raffa, kakak sayang sekali sama Raffa, lebih dari apapun,” bisik Rasyad sambil memeluk adik kesayangannya itu. Kedua kakak-adik itu pun bertangis-tangisan, membuat para dokter dan suster menghambur keluar dan ikut terharu.
Raffa merasa bersyukur sekali, berkat LINE lah, hatinya dibukakan untuk memberikan maaf kepada sang kakak. Mungkin jika Raffa tidak pernah menginstall aplikasi LINE di handphonenya, ia tidak akan pernah membaca status LINE tentang hadits saling memaafkan yang mengantarkannya untuk memberikan maaf kepada kakaknya. Terima kasih, LINE, pikir Raffa lega.
Seminggu kemudian, Raffa diizinkan keluar dari rumah sakit. Meski sekarang ia harus duduk di kursi roda, tapi itu semua tidak menyulitkan karena Raffa tinggal mengirim pesan LINE kepada sang kakak atau pembantunya apabila ia membutuhkan bantuan. Tidak perlu repot-repot berteriak atau membunyikan bel. LINE memang luar biasa!

-THE END-

Tidak ada komentar: