Selasa, 04 April 2017

Aku Akan Sealu Berada di Samping Kau, Bab IV



BAB IV
Menghadapi Media & Penyakit


October 8th, 2027
Kantor Kepala Jaksa

Kay melangkah masuk ke kantor Edgeworth. Dia menduga Edgeworth sudah duduk di dalam kantor, tapi ternyata tidak. Kantor itu kosong dan tidak ada siapapun di dalam. Kay mengerutkan alisnya. Edgeworth bukan tipe orang yang senang terlambat. Rasa khawatir kembali muncul di benaknya. Apa Miles sakit? Untuk sesaat, ia ingin mengeluarkan cell phone nya dan menelepon Edgeworth mengapa ia belum datang ke kantor. Tapi kemudian ia mendadak sadar kalau ia datang ke kantor Edgeworth bukan untuk bekerja.

Ia kemudian mengeluarkan sebuah amplop dari saku blazernya. Dengan hati-hati, ditaruhnya amplop itu ke meja Edgeworth. Ia memandang berkeliling, dan tersenyum lemah. Ia akan sangat merindukan kantor ini. Ia akan merindukan menertawai Edgeworth jika muncul kerut terlalu banyak di keningnya saat ia mengetik di laptopnya. Ia akan merindukan bermain catur bersama Edgeworth di dalam kantor ini setelah menangani kasus.

Ia sebenarnya tidak ingin melakukan ini. Tapi, bukankah ini yang Edgeworth inginkan? Bukankah Edgeworth terus menerus mengatakan untuk tinggalkan ia sendiri? Mungkin ini memang yang terbaik bagi mereka berdua. Tersenyum lemah, Kay melangkah keluar, memandang sekali lagi kantor yang membuat karirnya menanjak mungkin untuk yang terakhir kali, menutup pintu, dan berbisik,

“Selamat tinggal, Miles. Terima kasih untuk 9 bulan yang begitu indah.”

Tidak lama setelah Kay pergi meninggalkan amplop di kantor, Edgeworth datang. Ketika Edgeworth masuk ke dalam, hal pertama yang dilihatnya adalah amplop yang ditinggalkan Kay di atas meja kerjanya. Edgeworth mengambil amplop itu, membukanya, dan membaca surat yang ada di dalam.

To: Tuan Edgeworth
Tuan Edgeworth.
Bersama dengan surat ini, saya sampaikan pengunduran diri saya dari kantor Anda. Terima kasih banyak atas bimbingan dan ilmu yang anda berikan kepada saya sehingga karir saya sebagai jaksa penuntu  menanjak.
Ingin rasanya saya bekerja lebih lama bersama anda, tapi keadaan yang memaksa saya untuk berhenti dan mencari pengalaman baru.
Tertanda
Mantan asisten dan murid anda
Kay Faraday


Edgeworth membaca surat itu selama tiga kali untuk memastikan itu benar-benar tulisan tangan Kay. Mendadak, lututnya terasa lemas. Kay akhirnya pergi meninggalkannya sebelum ia minta maaf. Dan semua karena kesalahannya sendiri. Seandainya ia bisa memutar waktu dan memiliki kesempatan kedua…..

Edgeworth membaca surat itu sekali lagi, dan menemukan ada pesan tambahan di bawahnya.

PS: Jika kau pikir aku baik-baik saja, itu sama sekali tidak benar.

Edgeworth meremas surat dari Kay dan melemparkannya ke tempat sampah. Kemudian ia terhenyak di kursinya. Ia merasa tersesat dan tidak tahu harus melakukan apa. Seperti saat ia pertama jatuh cinta kepada Kay, ia kembali tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Ia tidak tahu, apa yang sebenarnya ia inginkan.

Bukankah ini yang memang aku inginkan? Aku terus-terusan berteriak kalau Kay pantas mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari pada aku. Aku berteriak kepada Kay untuk meninggalkan aku sendiri. Aku berteriak bahwa aku terlalu lemah untuk Kay. Aku bahkan berteriak kepada Kay agar melupakan hubungan kami. Lalu, mengapa aku merasa kecewa dan sesedih ini begitu ia benar-benar meninggalkan aku?
Bukankah ini yang memang aku inginkan?
Tapi, mengapa aku tidak mengerti? Apa yang sebenarnya aku inginkan?
Mungkin benar seperti yang dikatakan Franziska.
Aku adalah seseorang yang tolol.

Sudah satu minggu sejak Kay meninggalkan kantornya. Edgeworth kembali merasa kesepian. Ia termenung di kantornya, ia sesekali melirik ke arah pintu, dan berharap jika Kay akan muncul lagi. Ia kemudian mengeluarkan cell phonenya, melihat buku kontak, dan menatap nama Kay yang tertera di layar telepon genggamnya. Jarinya bergerak ke arah tombol dial, sebelum akhirnya ia menekan tombol cancel. Hati dan pikirannya dipenuhi dengan tanda tanya.

Dimana Kay sekarang? Apa dia baik-baik saja? Bekerja dimana ia sekarang?

Ia kemudian masuk ke menu pesan singkat dan membaca ulang pesan singkat yang dikirimkan Kay kepadanya saat mereka masih berkencan. Membaca ulang pesan-pesan itu membuatnya merasa Kay masih berada di dekatnya.

“Miles, aku lupa menaruh di mana lipstik aku, besok kau mau membantu aku mencarinya?”
“Miles, bisa kau telepon aku sekarang? Aku ingin pipis dan aku takut ke kamar mandi sendirian tengah malam begini”
“Miles, tadi ketika aku mandi, ada laba-laba di perut aku! Rasanya lebih mengerikan dari jeritan Winston Payne!”
“Miles, rerun Steel Samurai episode 54 di ITV Channel sekarang!”
“Miles, tahu tidak? Tetangga di apartemen sebelah menyanyikan lagu You’re Still The One, dan suara mereka seperti tikus tercekik!”
“Miles, aku mohon jangan lupa untuk membeli obat di apotik kalau obat kau habis!”

Tertawa kecil, Edgeworth kemudian bangkit dari kursinya untuk pulang ke rumah. Membaca ulang pesan dari Kay membuatnya teringat bahwa persediaan obat di rumahnya sudah habis. Menghela nafas, Edgeworth memutar mobilnya menuju apotik sebelum pulang ke rumah.

“Hai, Tuan Kepala Jaksa, ada yang bisa saya bantu?” sapa sang apoteker dengan ramah.
“Ya, saya mau beli obat anti arrhythmia.”

“Anda belum sembuh juga dari penyakit arrhythmia anda, Tuan Kepala Jaksa? Padahal anda sudah menderita penyakit itu hampir setahun, kan? Mengapa bisa lama sekali, Tuan Kepala Jaksa?”

Edgeworth diam saja. Dia sama sekali tidak mau membicarakan tentang penyakitnya kepada siapapun.

“Apa kau punya obat anti arrhythmia? Kalau tidak, saya akan cari ke apotik lain,” ucap Edgeworth sedikit jengkel.
“Oh iya! Sebentar, akan saya carikan….” Sang apoteker kemudian membongkar lemari obat-obatan yang terletak di belakangnya. “Nah, ini dia, Tuan Kepala Jaksa! Semuanya US$40.” 

Edgeworth menerima bungkusan obatnya, dan membayarnya. “Ini, terima kasih banyak.”

“Sama-sama, Tuan Kepala Jaksa! Semoga cepat sembuh. Selalu makan makanan yang bergizi, jangan sering begadang, dan jangan bekerja terlalu keras, Tuan Kepala Jaksa. Anda sangat tampan, sangat disayangkan jika pria setampan anda harus menderita penyakit seperti arrhythmia….”

Edgeworth mengangkat alisnya. “Terima kasih atas perhatiannya, Madame Apoteker. Selamat sore.”
Saat ia hendak masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba ia mendengar suara yang sangat dikenalnya.
“Filmnya tadi benar-benar kocak! Kau lihat saat adegan Robert Downey bertemu dengan Aunt May? Ekspresi pemeran Spiderman yang baru itu lucu sekali!”
“Yeah, perut aku sampai linu gara-gara terus tertawa sepanjang film! Kau suka filmnya, Kay?”
“Sangat, sangat, sangat suka, Sebastian.”

Edgeworth membalikkan badannya. Dari kejauhan ia bisa melihat Kay bergandengan tangan dengan Sebastian Debeste, dan tampak sangat bahagia. Tampak Kay dan Sebastian saling menggelitik dan mengganggu satu sama lain. Melihat pemandangan itu, kemarahan Edgeworth muncul.

Baru satu minggu ia putus dengan aku dan meninggalkan kantor aku, dan sekarang ia sudah berkencan dengan Debeste? Apa yang ia lihat dari anak idiot itu? pikir Edgeworth geram. Masih dengan marah, Edgeworth terus memperhatikan mereka berdua dari kejauhan. 

“Hey, Kay, bagaimana kalau kita makan Fetuccini? Kau suka sekali makanan itu, bukan? Biar aku yang membayar!”
“Tentu, Sebastian! Kau baik sekali kepada aku!”
“Kau yang terlalu baik kepada aku, Kay. Itulah mengapa aku jatuh cinta pada kau.”

Lalu, Sebastian memiringkan kepalanya, dan mencium pipi Kay. Edgeworth merasa darahnya langsung mendidih. Dengan marah ia membanting pintu mobilnya, kemudian menghampiri mereka berdua.

“Kau berani menyentuh Kay, Debeste?!” teriak Edgeworth keras sekali, membuat orang-orang yang sedang berjalan di sekitar menoleh ke arah mereka bertiga. Lalu, tanpa Edgeworth sendiri sadari, ia mengayunkan tangannya dan meninju mata Sebastian. Sebastian terhuyung dan hampir jatuh ke tanah sebelum Kay memeganginya.

“Tuan Edgeworth!” seru Kay. “Ada apa dengan anda?! Kenapa anda memukulnya seperti itu?! Apa salah Sebastian?!”
“Apa salahnya? Dia bersalah besar karena telah berani menyentuh kau, Kay!”
“Dan dimana letak kesalahannya?!”
“Karena….karena…” Edgeworth tergagap. “Tidak seharusnya ia menyentuh dan mencium kau di tempat umum seperti ini, Kay!”
“Dan itu tidak salah sama sekali, Tuan Edgeworth?!! Kenapa anda menjadi murka seperti itu?! Sebastian hanya mencium pipi aku, tidak lebih—“
“Oh, kau berkencan dengan Sebastian sekarang, Kay? Padahal baru satu minggu kita putus—“

“Dan memangnya kenapa?” teriak Kay. “Kita sudah putus. Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Apakah anda lupa siapa yang mengatakan untuk meninggalkan anda sendiri? Apa anda lupa siapa yang mengatakan, bahwa anda terlalu lemah untuk saya, dan saya pantas mendapatkan pria yang jauh lebih muda dan lebih sehat dari anda? Apa anda lupa, siapa yang mengatakan untuk melupakan hubungan kita, untuk kebaikan saya sendiri, di hari ulang tahun saya? Apa anda lupa semua itu, Tuan Kepala Jaksa Iblis?!”

Orang-orang sekarang menonton mereka dengan tertarik. Beberapa jurnalis yang lewat mulai memotret dan merekam pertengkaran mereka.

“Bukankah ini yang anda inginkan?! Bukankah ini yang anda mau, agar saya meninggalkan anda sendiri?! Apa hak anda untuk melarang saya menemukan pria lain yang jauh lebih baik dari anda, yang bisa menerima dengan tulus segala perhatian yang saya berikan?” seru Kay lagi, kemudian ia maju selangkah, dan mendorong Edgeworth hingga Edgeworth jatuh tersungkur ke tanah. Kay kemudian membalikkan badannya, dan menggenggam tangan Sebastian. “Ayo, Sebastian!” Lalu mereka berdua pergi dan menghilang dari pandangan.

Wajah Edgeworth memerah. Ia kemudian bangkit dan membersihkan celananya yang kotor akibat terjatuh tadi. Orang-orang sekarang memandanginya dengan berbisik-bisik dan dengan pandangan sinis. 

“Kau dengar semua yang dikatakan Nona Faraday tadi?”
“Yeah…. Tuan Kepala Jaksa ternyata adalah seorang bajingan!
“Memutuskan pacarnya di hari ulang tahunnya. Sungguh menjijikkan”
“Dia yang mengakhiri hubungannya dengan Nona Faraday, lalu dia marah karena Nona Faraday memiliki pacar baru. Idiot macam apa dia?”

Edgeworth menerobos kerumunan orang-orang itu dan berjalan dengan sangat cepat menuju mobilnya. Sementara para jurnalis mengejarnya di belakang.
“Hey, Tuan Kepala Jaksa, tunggu! Kami punya beberapa pertanyaan untuk anda.”
“No comment.”
“Tuan Kepala Jaksa, apa yang sebenarnya terjadi antara anda dengan Nona Faraday? Apa yang membuat anda mencampakkannya di hari ulang tahunnya?”
“No comment.”
“Mengapa anda mengatakan bahwa anda terlalu lemah untuk Nona Faraday? Apa ini ada hubungannya dengan penyakit arrhythmia anda yang tidak kunjung sembuh?”

“Aku bilang, NO COMMENT! Kehidupan pribadi saya bukan urusan anda!” teriak Edgeworth, kemudian ia membalikkan badan, dan meninju kamera wartawan yang mengintainya. Kamera wartawan itu akhirnya jatuh. Edgeworth kemudian berlari ke mobilnya, masuk ke dalam, dan menyetir dengan sangat cepat menuju ke rumahnya.


October 15th, 2027
Miles Edgeworth’s Home

Dengan terengah-engah Edgeworth masuk ke dalam rumahnya. Kemarahan telah membuat sakit dadanya kambuh lagi dan Edgeworth merasa ini sakit dada paling parah yang pernah dirasakannya. Dadanya terasa perih dan panas, seakan-akan ditusuk oleh ribuan jarum. Ia tidak tahu apa yang membuat dadanya terasa begitu sakit, apakah penyakitnya atau rasa cemburunya. Ia terhuyung dan hampir terjatuh di ruang tamu. Pelayan pribadinya, Luciana, wanita keibuan yang berumur 63 tahun, dan sudah bekerja untuk Edgeworth selama 8 tahun, dengan sigap menangkapnya dan membantunya duduk di kursi.

“Master Miles, sakit dada kau kambuh lagi?”  Edgeworth hanya mengangguk lemah.
“Master, dimana obat anda?”
“Di tas.” jawab Edgeworth lemah. Ia tak tahan lagi. Ia ingin menjerit sekeras mungkin. Ia ingin mati sekarang juga. Ia merasa dadanya akan meledak. 

Luciana kemudian membongkar tas Edgeworth dan membantu Edgeworth menelan obatnya. Tapi Edgeworth masih merasakan sakit dada yang sangat menyiksa. Matanya sekarang berair menahan sakit. Darah perlahan-lahan muncul dari kedua lubang hidungnya. 

“Master!” seru Luciana. “Master tunggu disini, saya akan panggil ambulans…”
“Tidak,” potong Edgeworth. “Ambilkan saja satu butir pil lagi.”
“Tapi, Master--!”
“Satu. Butir. Pil. Lagi.”

Luciana tidak berani membantah. Ia akhirnya mengambil satu butir pil lagi dan membantu Edgeworth menelannya. Edgeworth mengerjap, rasa sakit di dadanya dan mimisannya perlahan-lahan menghilang. 

“Bagaimana perasaan anda, Master?”
“Sudah lebih baik. Terima kasih banyak, Luciana.”
“Master, sebelumnya sakit dada anda tidak pernah sampai separah ini. Boleh aku tahu, apa anda yang mengganggu anda, Master?”
“Tidak, Luciana. Aku tidak mau membicarakannya. Aku..aku mau istirahat.”
“Baik, Master. Jika Master butuh apa-apa, panggil saja saya.”
“Ya, Luciana. Terima kasih banyak.”

Edgeworth masuk ke dalam kamarnya, dan mengganti cravat serta kemejanya dengan piama. Ia merebahkan diri di atas tempat tidurnya, dan memandang kosong ke arah langit-langit kamarnya.
Apa yang sebenarnya ia pikirkan? Ia tahu, tindakannya tadi sangat bodoh. Meninju Sebastian padahal ia tidak melakukan sesuatu yang salah. Bertengkar dengan Kay di depan umum. Dan meninju kamera wartawan. Pasti dalam beberapa hari ke depan, akan terbit berita-berita yang menyudutkannya dan menghinanya. Setelah ia mengingat-ngingat lagi apa yang baru saja ia lakukan, ia akhirnya menyesal telah bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.

Ia menarik selimutnya, memejamkan matanya, berusaha untuk tidur. Badannya terasa dingin sekarang. Ia mulai menggigil. Badannya terasa lemas dari sebelumnya. Dengan susah payah, ia meraba-raba botol obatnya dan menelan satu pil lagi. Ia tidak peduli jika ia harus mati karena overdosis—mungkin itu lebih baik daripada harus terus menerus menahan segala rasa sakit yang menyerangnya. Ia mencoba memejamkan mata lagi, dan kali ini ia berhasil tidur pulas.

October 15th, 2027
Apartemen Kay Faraday

“Ouch! Pelan-pelan, Kay!” ucap Sebastian saat Kay mengompres matanya yang ditinju oleh Edgeworth.
“Maaf Sebastian, tapi aku harus menekannya supaya mata kau tidak bengkak.”
“Aku tidak percaya Tuan Edgeworth bisa berbuat kekanak-kanakan seperti itu,” ucap Sebastian sambil menggelengkan kepalanya. “Jaksa lemah dan penyakitan itu,--“ 

“Jangan sebut dia lemah dan penyakitan!” seru Kay tiba-tiba sambil membanting kompres yang sedang dipegangnya . Sebastian menatapnya dengan heran. 

“Kay, ada apa dengan kau? Kau masih mau membelanya setelah ia mempermalukan kau di depan puluhan orang seperti tadi?” 

“Aku tidak membelanya,” ucap Kay ketus. “Aku hanya tidak suka kau menyebutnya lemah dan penyakitan, karena ia tidak seperti itu. Ia pria yang paling kuat yang pernah aku kenal.”

“Tch!” ucap Sebastian sambil melipat tangannya. “Aku mengerti. Jawab aku, Kay. Kau masih mencintai Tuan Edgeworth, bukan? Kau hanya menggunakan aku sebagai tempat pelarian saja? Tempat pelarian untuk melupakannya? Kay, dia mencampakkan kau di hari ulang tahun kau! Bagaimana mungkin kau masih bisa mencintai pria pengecut yang—“

“Cukup, Sebastian!” seru Kay. “Percakapan ini berakhir!”

Walau begitu, Kay mengakui bahwa semua yang diucapkan Sebastian memang benar. Ia masih mencintai Edgeworth. Ia tidak mungkin melupakan Edgeworth hanya dalam seminggu saja. Ia hanya menggunakan Sebastian sebagai tempat pelariannya. Ia tidak mencintai Sebastian, dan tidak akan pernah.

Karena hanya ada satu pria yang mengisi hatinya, dan pria itu bernama Miles Edgeworth.

Kay merasa marah. Mengapa Edgeworth harus menderita penyakit itu? Mengapa? Jika Edgeworth tidak pernah menderita arrhythmia, hubungan mereka akan sangat mulus. Jika Edgeworth tidak menderita arrhythmia, dialah yang akan berada di apartemennya sekarang, bukan Sebastian. Jika Edgeworth tidak menderita arrhythmia, ia tidak akan memandang rendah dirinya sendiri……
Masihkah ada harapan?

Baik untuk hubungannya dengan Edgeworth, dan juga kesembuhan untuk Edgeworth?

Dua minggu berlalu sejak insiden pertengkarannya dengan Kay dan insiden ia meninju Sebastian. Seperti yang sudah diduga Edgeworth, media-media memuat berita yang memojokkannya setelah kejadian itu. Mereka mengolok-ngoloknya hampir setiap hari, membuat plesetan atas namanya, dan bahkan membuat lelucon kejam tentang penyakitnya. 

“Kepala Jaksa Miles Edgeworth meninju Sebastian Debeste akibat cemburu setelah memergoki Mr. Debeste mencium pipi Nona Faraday, mantan pacarnya. Sungguh perbuatan yang memalukan dan tidak layak dicontoh untuk seorang Kepala Jaksa”

“Kepala Jaksa Miles Edgeworth mencampakkan kekasihnya, Kay Faraday di hari ulang tahunnya. Ia tidak lebih dari pria brengsek yang hanya bisa menyakiti hati wanita”

“Beredar rumor kalau Kepala Jaksa Miles Edgeworth hanya menggunakan Nona Faraday sebagai pelampiasan hasrat seksualnya”

“Beredar rumor kalau sakit arrhythmia Kepala Jaksa Miles Edgeworth hanyalah sandiwara belaka untuk menarik simpati masyarakat”

“Kepala Jaksa Miles Edgeworth terserang sakit dada saat pengadilan hari ini berlangsung. Ini menunjukkan betapa lemah dan tidak kapabel ia untuk menjabat sebagai seorang Kepala Jaksa”

“Masyarakat menuntut untuk mengganti Kepala Jaksa Miles Edgeworth karena menurut mereka Kepala Jaksa Miles Edgeworth bukanlah contoh yang baik dan tidak lebih dari seorang pria brengsek”

“Setelah Jaksa Iblis, Kepala Jaksa Miles Edgeworth memiliki nama julukan baru : Jaksa Bajingan”

“Hari ini, Kepala Jaksa Miles Edgeworth terlihat memasuki rumah sakit, lagi. Ini yang keempat kalinya dalam satu minggu, mari kita taruhan, kapan namanya akan tercatat di Guiness Book of World Record sebagai Prosecutor yang paling banyak masuk rumah sakit?”

Edgeworth menatap gambar karikatur dirinya yang sedang mencengkeram dada yang dimuat di salah satu koran, dan di sebelah gambar karikatur itu, terdapat tulisan “MOMMY…DADDY….. DADA AKU SAKIT… UWAA…MOMMY…DADDY… I WANT MILK…”  Dengan marah Edgeworth membanting dan merobek semua tumpukan majalah, koran, dan tabloid yang memuat berbagai headline yang mengejek dirinya dan melemparnya ke tempat sampah.  

Dipojokkan oleh media bukan hal yang baru baginya. Ia sudah populer, bahkan sangat populer sejak ia masih berusia 20 tahun. Ketenarannya bahkan menyaingi bintang-bintang papan atas Hollywood seperti Angelina Jolie dan Tom Cruise. Ketika menangani kasus SL-9, media juga memuat berita dan rumor yang memojokkannya karena diduga telah memalsukan barang bukti. 

Tapi saat itu berbeda. Ia masih sehat dan tidak memiliki penyakit apapun saat itu. Meski media juga memojokkannya saat menangani kasus SL-9, tapi mereka tidak memuat kata-kata sadis dan kejam seperti yang Edgeworth baca sekarang. Sehingga pemberitaan media kala itu tidak membuatnya depresi sama sekali, meski ia juga merasakan tekanan.  Sekarang media memperlakukannya seakan-akan ia adalah sebuah badut dan bahan olok-olok paling lezat.

Ia mencoba mengabaikannya, tapi lama-lama ia tidak tahan juga. Setiap ia masuk ke ruang sidang, ia harus selalu menerima tatapan sinis dan ejekan dari orang-orang. Jika sakit dadanya kambuh dan ia kepergok minum obat di tempat umum, dalam hitungan jam saja, media akan langsung memuat headline yang mengolok-ngoloknya. Ia terus berusaha mengabaikan, dan mengabaikan, sampai suatu hari ia membaca artikel yang menyebut-nyebut tentang ayahnya, dan ia tidak tahan lagi. 

“….Kepala Jaksa Edgeworth benar-benar gagal sebagai putra dari almarhum Gregory Edgeworth. Ia benar-benar jauh berbeda dengan almarhum Gregory Edgeworth. Almarhum Gregory Edgeworth tidak akan pernah meninju juniornya di muka umum. Almarhum Gregory Edgeworth tidak akan pernah meninju kamera wartawan hanya karena mereka ingin mewawancarainya. Dia seharusnya menjaga nama baik almarhum ayahnya. Saya rasa almarhum Gregory Edgeworth pasti sedang menangis di surga sana, melihat anak tunggalnya menjadi pria brengsek lemah yang memberikan nama buruk bagi kenangannya….”

Setelah membaca artikel itu, Edgeworth menolak untuk muncul di publik. Dia melewatkan sidangnya, mengabaikan kasus-kasus yang ditanganinya, tidak melakukan check up ke dokter lagi, bahkan tidak mau meminum obatnya lagi. Ia hanya berbaring terlentang di tempat tidurnya, tanpa melakukan apa pun. Makanan yang disiapkan Luciana untuknya hanya ia makan sebanyak tiga atau empat sendok. Berat badannya menurun drastis, kantung mata muncul di kelopak matanya, rambutnya menjadi acak-acakan tak beraturan, dan janggut tipis mulai muncul di dagunya.
Ia sedang mencoba untuk membunuh dirinya sendiri. 

Ia tidak peduli. Lagipula, untuk apa dia hidup lebih lama lagi? Penyakitnya akan membunuhnya sewaktu-waktu pada akhirnya. Semua orang memojokkannya. Mungkin kematian lebih baik baginya. Jika ia meninggal, ia bisa bertemu lagi dengan ayahnya. Jika ia meninggal, media tidak akan mengolok-oloknya lagi dan akan mengganti headline mereka dengan betapa ia adalah seorang pria yang baik ia saat ia masih hidup.

Kay sangat khawatir dengan Edgeworth. Ia sudah membaca berita dan ejekan untuk Edgeworth yang dimuat di media. Ingin sekali rasanya bagi Kay untuk menelepon Edgeworth, bertanya apakah dia baik-baik saja, atau mengunjungi rumahnya untuk memastikan ejekan dari media tidak mempengaruhi Edgeworth sama sekali. Tapi ia tahu ia tidak bisa. Edgeworth pasti tidak akan mau bertemu dengannya dan akan mengusirnya. Maka dari itu Kay selalu mengontak Luciana untuk menanyakan bagaimana keadaan Edgeworth. Dan, Luciana selalu berkata kalau Edgeworth tidak pernah keluar dari kamarnya, hanya berbaring, tidak melakukan apapun, bahkan sudah lama tidak meminum obatnya lagi. Itu membuat kekhawatiran Kay semakin bertambah. Seandainya saja ada cara agar ia bisa membuat semangat Edgeworth bangkit lagi….

Kay juga merasa bersalah. Jika ia tidak menyebut-nyebut kejadian saat pesta ulang tahunnya, mungkin media tidak akan mengolok-ngolok Edgeworth seperti ini. Ingin sekali rasanya Kay minta maaf kepada Edgeworth..

Sebenarnya, Kay tidak mengerti kenapa Edgeworth membiarkan media menang atas dirinya. Kenapa Edgeworth menganggap serius perkataan media? Sebelumnya dia tidak pernah peduli apa yang orang katakan tentang dirinya. Pertanyaannya akhirnya terjawab saat membaca artikel tentang Edgeworth dan Gregory. Ia merasa geram sekali dan ingin rasanya menjejalkan lencana Yatagarasu-nya ke mulut jurnalis yang tega menulis artikel itu.

“Ini sudah keterlaluan!” teriak Kay sambil meremas koran yang baru selesai dibacanya.
“Ada apa, Kay?” tanya Sebastian.
“Orang-orang media. Mereka terus menerus mengolok-ngolok, memfitnah dan memojokkan Miles setelah kejadian itu. Mereka bahkan mengolok-ngolok tentang penyakitnya, dan sekarang mereka menulis artikel tentang gagalnya Miles sebagai anak Gregory!”

Sebastian mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa kau begitu marah?”
“Marah? Kenapa? Tentu saja aku marah, Sebastian! Mereka menyebut Miles pria brengsek, menuduh Miles hanya berpura-pura sakit, mengatakan kalau Miles hanya menggunakan aku sebagai pelampiasan hasrat seksualnya, bahkan menggambar karikatur Miles yang sedang kumat saat pengadilan! Gara-gara mereka, Miles jadi stress berat dan bahkan tidak mau keluar dari kamarnya…”

“Oh,” Sebastian mendengus. “Jadi kau masih mengawasi dan mencari tahu keadaannya. Kenapa kau begitu peduli padanya, Kay?”
“Karena…….”
“Karena kau masih mencintainya. Benar begitu, Kay?”

Kay menelan ludah. Ia sendiri bingung harus menjawab apa. 

“Bagaimana mungkin kau masih tetap peduli dan mencintai Tuan Edgeworth, Kay? Dia mencampakkan kau! Dia sendiri mengakui kalau dia tidak pantas untuk kau, tapi kau tetap saja peduli dan mencintainya.. Kapan kau sadar, Kay?? Kau tidak berarti apa-apa untuknya…”

“Cukup, Sebastian!” teriak Kay. “Kau tidak mengerti bagaimana perasaan Miles sekarang, dia menderita, Sebastian! Dia butuh seseorang untuk bersandar!”

“Menderita? Begitu ya? Kau tidak ingat saat aku harus menerima kenyataan bahwa ayah kandung aku sendiri adalah seorang kriminal dan ia terus menerus mengatakan aku adalah anak tidak berguna dan idiot? Dan bagaimana aku harus menghadapinya di pengadilan? Tapi apa aku lalu berlari ke kamar aku, dan membenamkan wajah aku ke bantal? Tidak. Aku berdiri dengan dua kaki aku sendiri. Tegak. Tuan Edgeworth memang lemah. Jika dia tidak lemah, dia tidak akan membiarkan media mengalahkannya!”

“Sebastian, siapapun akan merasa putus asa jika menderita penyakit parah dan orang malah mengejeknya setiap hari,” ucap Kay pelan, “Dan, kau lupa siapa yang membuat kau bisa berdiri tegak menghadapi ayah kau? Miles lah yang membuat kau bisa menghadapi ayah kau! Dan bisa-bisanya kau bilang dia lemah—“

“Justru karena itu! Padahal ia yang membuat aku menjadi seperti sekarang ini, ia yang menyemangati aku untuk memilih jalan yang berbeda dari Ayah, dan lepas dari bayang-bayang Ayah. Tapi kenapa ia bisa menjadi selemah ini? Karena penyakitnya? Karena hubungannya dengan kau yang tidak ada masa depan? Ia menyemangati aku supaya tidak menjadi pria lemah, dan sekarang ia malah menunjukkan kelemahan.”

Kay menggerutu pelan dalam hati, karena kata-kata Sebastian memang benar. Bagaimana caranya, supaya ia bisa membuat semangat Edgeworth bangkit lagi? Bagaimana caranya supaya ia bisa meyakinkan Edgeworth?

Lalu, sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalanya.
Ia harus minta bantuan Maya, Phoenix, dan Franziska.

“LAGI?!” seru Phoenix setelah selesai membaca artikel yang mengolok-ngolok Edgeworth. Dengan geram ia merobek koran itu. 

“Nick, ada apa? Kenapa kau marah-marah seperti itu?” tanya Maya sambil menyerahkan secangkir teh ke tangan Phoenix.

“Media sialan…… Mereka terus-terusan mengejek dan membuat berita yang memojokkan Edgeworth, Maya! Mereka membuat lelucon tentang penyakitnya, tentang hubungannya dengan Kay, dan masih banyak lagi…. Ini sudah keterlaluan!”

“Aku setuju, Nick… tapi bagaimanapun Edgeworth sangat terkenal, dan kita tidak mungkin membungkam media—“ perkataan Maya terpotong oleh Kay yang tiba-tiba melompat masuk ke dalam. 

“Kay, astaga! Berapa kali kami harus katakan, jika mampir kesini jangan membuat kami terkena serangan jantung!” seru Maya. Kay nyengir lemah. 

“Maaf Maya, maaf Tuan Wright. Aku hanya ingin berbicara kepada kalian…. Tentang Miles… aku sangat khawatir dengannya,” gumam Kay. 

“Yeah, kami juga, Kay. Media terus menerus mengejek dan memojokkannya… Seperti tidak ada bahan berita lain saja… Dan Edgeworth tidak pernah menjawab telepon atau membalas pesan singkat kami… Kami tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang, dia tidak pernah muncul lagi di publik sekarang… Bahkan menelantarkan semua kasus yang sedang ditanganinya..” Phoenix menghela nafas. 

“Aku berkomunikasi dengan Mrs. Luciana, pelayan pribadinya, dan kondisi dia benar-benar tidak baik, Maya, Tuan Wright. Dia terus-terusan mengunci diri di kamarnya, makan hanya tiga atau empat sendok sehari, tidak melakukan check up ke dokter lagi, tidak pernah meminum obatnya lagi, dan tadi malam Mrs. Luciana menelepon aku kalau ia memergoki Miles sedang meminum dua botol wine. Dia….dia sepertinya sedang mencoba membunuh dirinya sendiri secara perlahan-lahan.”

“APA?” seru Phoenix. “Edgeworth minum wine? Maya, Kay, ini tidak bisa dibiarkan, mengapa dia membiarkan ejekan media mempengaruhinya?”

“Ini semua salah aku,” ucap Kay pelan. “Sekitar dua minggu lalu, aku dan Miles bertengkar di tempat umum. Aku baru pulang menonton bersama Sebastian, kemudian Sebastian mencium pipi aku. Miles marah, dan ia meninju Sebastian. Lalu aku berteriak dengan keras tentang kejadian saat pesta ulang tahun aku, bagaimana ia mencampakkan aku di hari ulang tahun aku, bagaimana ia menyuruh aku untuk meninggalkan dia…. Para jurnalis lewat, ia juga meninju kamera jurnalis yang hendak bertanya kepadanya, dan gara-gara kejadian itulah media mengejeknya setiap hari.”

Maya menutup mulutnya dengan tangannya.
“Kay, tapi itu bukan salah kau. Yang salah adalah para jurnalis yang senang sekali mencampuri urusan dan kehidupan pribadi orang lain!”

“Tetap saja aku penyebab semuanya, Maya! Semua hinaan, cacian, dan ejekan yang didapat Miles, semua gara-gara aku! Aku ingin sekali minta maaf kepadanya, dan mencoba menyemangatinya, tapi aku tahu ia pasti akan menolak aku dan tidak akan mau bertemu dengan aku. Jadi, aku ingin minta tolong kepada kalian, guys. Maukah kalian bicara dengan Miles untuk aku? Semangati dia kalau ejekan media seharusnya tidak membuatnya menjadi kehiangan semangat hidup seperti ini!”

Phoenix mengangguk mantap. “Jangan khawatir, Kay. Kami akan ke rumah Edgeworth besok dan mencoba membujuknya.”

“Serahkan semuanya kepada kami, Kay,” ujar Maya. 

“Terima kasih banyak, Maya, Tuan Wright. Aku mengandalkan kalian, guys.”

Keesokan harinya, seperti yang telah direncanakan, Phoenix dan Maya berangkat ke rumah Edgeworth. Mereka juga mengajak Franziska serta Lang. Lebih banyak orang yang mencoba berbicara dengan Edgeworth, lebih baik. Agar Edgeworth tahu bahwa ia memiliki orang-orang yang peduli kepadanya.

Phoenix menekan bel pintu rumah Edgeworth. Tidak lama kemudian, Mrs. Luciana keluar.
“Halo, Mrs. Luciana. Kami ingin bertemu dengan Edgeworth,” ucap Phoenix. 

Mrs. Luciana menghela nafas pendek, dan dengan pasrah menjawab, “Maaf, Tuan Wright. Nona Maya. Nona Von Karma. Tuan Lang. Tapi Master tidak ingin bertemu dengan siapapun. Ia sudah memerintahkan kepada saya agar tidak mengizinkan siapapun masuk. Lebih baik kalian semua pulang saja. Saya benar-benar minta maaf. Saya hanya menuruti perintah Master Miles.”

“Bullshit.” ucap Phoenix jengkel, kemudian ia menerobos masuk sebelum Mrs. Luciana bisa mencegahnya.

“H-hey, Tuan Wright! Tunggu! Master Miles akan sangat marah kepada saya! Hhey!”

Phoenix berpura-pura tidak mendengarkan. Ia kemudian berjalan ke depan pintu kamar Edgeworth, dan mengetuk pintu itu dengan sangat kencang. 

“EDGEWORTH!” teriak Phoenix. “EDGEWORTH! Hentikan semua omong kosong ini! Aku tahu kau ada di dalam, Edgeworth! Buka pintunya! Kami ingin bicara dengan kau! Ini bukan kau yang kami kenal, Edgeworth! Buka pintunya!” 

Edgeworth yang sedang minum wine di kamarnya, menoleh ke arah pintu dengan jengkel.
Itu suara Wright. Mau apa dia kesini? Berpura-pura bersimpati kepada aku? Atau hanya ingin melihat bagaimana rival dan temannya ini hancur?

Edgeworth melanjutkan meminum wine nya, dan mengabaikan ketukan pintu yang semakin keras.

“Tuan Edgeworth, tolong buka pintunya, kami hanya ingin bicara dengan kau, kami sangat khawatir dengan kau!”
“Adik kecil bodoh! Cepat buka pintunya! Jangan membuat kami jengkel!”
“Edgey-boy! Buka pintunya! Kami peduli pada kau, Edgey-boy!”

Kenapa mereka tidak meninggalkan aku sendiri saja?!!

“Edgeworth, kalau kau tidak mau membuka pintunya dalam 5 menit, aku akan mendobrak pintu ini, Edgeworth!” teriak Phoenix. Edgeworth mendengus. 

Yeah, coba saja kalau kau berani, Wright. Saat ia hendak menenggak botol wine nya lagi, pintu mendadak menjeblak terbuka. Maya, Phoenix, Franziska, dan Lang menerobos masuk. Dengan cepat Phoenix merebut wine yang ada di tangan Edgeworth dan membuangnya ke dalam tempat sampah.

“H-hey!! Apa yang kau lakukan, Wright?! Kau mendobrak pintu kamar aku, kau menerobos kamar aku tanpa izin! Aku akan menuntut kau, Wright!”

“Edgeworth, lihat aku!” seru Phoenix sambil memegang wajah Edgeworth dan mengarahkannya ke matanya. “Ini bukan kau, Edgeworth! Kenapa kau membiarkan media mengalahkan kau??? Kenapa kau menutup diri dari semua orang?? Apa kau tidak ingin hidup lagi? Mana Edgeworth yang aku kenal? Mana Edgeworth yang selalu berdiri tegak, dan tidak menyerah dalam situasi seburuk apapun??”

“MEMANGNYA KAU MENGERTI APA?!” teriak Edgeworth sambil mendorong Phoenix. “Keluar, Wright! Kalian juga, Franziska, Lang, Maya! Tinggalkan aku sendiri! Aku tidak butuh belas kasihan kalian!”

“Edgey-boy!” seru Lang. “Kami datang kesini karena kami peduli pada kau,--“
“Aku bilang, keluar, keluar, keluar! Luci---AHN--“ Edgeworth mencengkeram dadanya. Sakit dadanya kembali kambuh. Ia merasa sulit sekali untuk bernafas. Luciana masuk ke kamarnya, lalu dengan pelan meminta mereka semua pergi.

“Maaf sekali, Tuan Wright, Nona Maya, Tuan Lang, Nona Von Karma, tapi dengan segala hormat saya minta anda semua pergi sekarang juga. Tolong sekali, tolong, saya mohon. Master ingin sendirian dan saya mohon agar tidak memperparah kondisinya,” pinta Luciana dengan memelas. 

Phoenix, Maya, Lang, dan Franziska akhirnya menyerah dan meninggalkan rumah Edgeworth. Tentu tidak baik jika mereka membuat penyakit Edgeworth kumat lagi.

Kay menggigit bibirnya. Phoenix sudah memberitahunya tentang kejadian di rumah Edgeworth tadi. Phoenix adalah harapan terakhirnya untuk membuat Edgeworth bersemangat lagi, dan ternyata ia gagal. Sekarang,siapa yang kira-kira bisa menasihati Edgeworth? Siapa yang bisa membuat Edgeworth mendengarkan dia? Lalu tiba-tiba saja, sebuah ide muncul di benak Kay.

“Maya. Kau adalah seorang spirit medium, bukan?”
“Ya. Memangnya kenapa, Kay?” 

“Bisakah…bisakah kau memanggil arwah ayah Miles? Gregory Edgeworth? Dan memintanya untuk berbicara dengan Miles? Mungkin saja setelah bertemu dengan arwah ayahnya, Miles bisa merasa lebih baik….”
Mata Maya melebar, kemudian ia tertawa.

“Ide bagus, Kay! Tentu aku bisa! Apa kau punya foto almarhum Gregory Edgeworth? Aku hanya perlu fotonya supaya bisa memanggil arwahnya.” 

“Ada, aku punya!Miles memberikannya kepada aku beberapa waktu lalu…” Kay membongkar dompetnya, dan mengeluarkan foto Edgeworth bersama Gregory saat ia masih kecil. “Ini, Maya!” Kemudian Kay memberikan foto itu kepada Maya. Maya mengangguk mantap.

“Baiklah! Aku akan menjelaskan semuanya di kertas dan memanggil arwah Tuan Gregory! Serahkan saja kepada aku!”
“Terima kasih banyak, Maya.”
“Kay, ide kau brilian. Semoga cara ini berhasil.” ucap Phoenix.

Edgeworth berguling di bawah selimutnya. Badannya menggigil hebat sekali, rambut dan wajahnya sudah basah ditutupi oleh keringat. Untuk sesaat, ia terlihat seperti baru saja menyelam di kolam renang. Ia demam tinggi pada malam harinya setelah kedatangan Phoenix, Maya, Lang, dan Franziska tadi. Kepalanya bergerak dari sisi ke sisi di bantalnya, sementara ia mengigau tanpa henti.

“Kay…….. Ibu… Ayah…….No…….Ayah……kembali…….jangan ganggu Ayah…….tinggalkan aku sendiri….. Von Karma……kau membunuh Ayah……..Ayah…….kembali…….von Karma….lift…tembakan pistol… Kay…maafkan aku…..maafkan aku…….Ayah…maafkan aku… aku gagal sebagai anak kau…..”

Lalu tiba-tiba, Edgeworth merasakan sebuah tangan lembut membelai rambutnya.
“Miles,” panggil orang yang membelai rambutnya itu dengan lembut, “Lama tak bertemu.”

Edgeworth membuka matanya dan mengerjap. Ini tidak mungkin. Ini pasti hanya mimpi. Ini tidak mungkin sebuah kenyataan. Ini pasti sebuah mimpi yang sangat indah. Gregory Edgeworth duduk di sebelah tempat tidurnya, tersenyum melihat putra kecilnya yang kini sudah menjadi laki-laki dewasa.

“Ayah?” tanya Edgeworth serak. Meski ini hanyalah mimpi, tapi akhirnya ia bisa kembali bertemu dengan ayahnya, setelah 26 tahun lamanya…  Ayah yang sangat dikaguminya dan dicintainya.
“Halo, Nak. Lama tidak bertemu.”

“AYAH!” seru Edgeworth lagi, kemudian ia duduk di tempat tidurnya, dan membenamkan kepalanya ke dada Gregory. Untuk saat itu, Edgeworth merasa dirinya seperti berusia 9 tahun kembali. Ia tidak peduli kalau ia adalah pria dewasa. Ia hanya ingin memeluk ayahnya dengan erat, dan tidak melepaskannya lagi, sehingga mereka tidak perlu berpisah lagi. Lalu, tangisnya pecah di dada Gregory. Gregory menaruh dagunya di atas kepala Edgeworth, dan mencium kepala Edgeworth. 

“Shhhh….shhhhhhhh…….shhhhhh….” ucap Gregory berusaha menenangkan Edgeworth.

Edgeworth kemudian melepaskan pelukannya dari Gregory dan mengelap kedua matanya. “Ayah, maafkan aku. Aku begitu cengeng dan lemah.”

“Tidak apa-apa, Nak. Tidak ada salahnya untuk menangis. Menangis menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang memiliki perasaan. Tidak ada yang salah dengan itu.”

“Ayah, aku gagal sebagai anak kau, Ayah!” seru Edgeworth tiba-tiba. “Aku…aku tidak pantas menjadi anak kau! Aku gagal menjaga nama baik kau!”

“Miles, Ayah selalu mengawasi kau, Nak. Dan tiada hari tanpa Ayah meneteskan air mata haru karena betapa membanggakannya kau bagi Ayah.”

“Tapi, Ayah! Aku…aku……”

“Ya, Nak. Ayah tahu tentang penyakit kau. Ayah tahu tentang hubungan kau dengan Kay. Ayah tahu tentang bagaimana media mengejek dan memojokkan kau setiap hari. Miles, memiliki penyakit bukan berarti kau lemah. Justru itu berarti kau jauh lebih kuat dari yang lain, karena kau bisa terus bertahan dan berdiri tegak dengan penyakit yang kau derita.”

“Tapi, Ayah! Sakit dada aku selalu kambuh setiap hari. Aku harus minum obat setiap dua jam sekali. Aku bahkan tidak kuat menemani Kay menonton film horror di bioskop. Aku juga tidak kuat menemani Kay menaiki wahana di taman hiburan! Aku….aku lemah, Ayah!”

“Dan itu bukan suatu kelemahan! Maka dari itu, Miles! Kau harus terus berjuang dan bertarung! Kau tidak boleh kalah oleh penyakit kau! Ayah melihat bagaimana kau membuat Sebastian Debeste menjadi percaya kepada dirinya sendiri. Ayah melihat bagaimana kau berjuang tanpa menyerah saat menangkap Calisto Yew dan Simon Keyes. Kau harus melakukan yang sama dengan dirimu sendiri! Percaya pada diri kau sendiri. Dan tegakkan kepala kau di tengah-tengah jurnalis dan media yang mengolok-olok kau, buktikan kepada mereka bahwa mereka salah besar! Ayah percaya kau pasti bisa, Nak. Kau pasti bisa melakukannya.”

Edgeworth terdiam. Kata-kata Ayahnya sangat perlu ia ingat..
“Oh ya, Miles, Ayah melihat bagaimana sikap kau kepada teman-teman kau pagi ini. Dan bagaimana sikap kau saat Ibu kau mengunjungi kau di rumah sakit. Itu bukan sikap yang bisa dibenarkan, Nak. Kau harus minta maaf kepada teman-teman kau. Phoenix. Maya. Franziska. Lang. Mereka semua peduli kepada kau. Juga Ibu kau.”

“Ayah, wanita itu meninggalkan aku saat aku masih berusia 5 tahun!”

“Dan ia ingin memperbaiki semuanya, kan? Ia sudah minta maaf kepada kau. Tidak ada yang lebih mulia dari memaafkan, Miles. Kau berjanji kepada Ayah? Kau akan minta maaf kepada teman-teman kau, dan kepada Ibu kau? Kau berjanji setelah ini kau akan kembali ke dunia luar, keluar dari kamar ini, dan tidak minum wine lagi? Kau berjanji, setelah ini, kau akan menjadi Miles Edgeworth, anak Ayah yang tidak pernah mengenal kata menyerah di dalam hidupnya? Dan kau akan bertarung sampai titik darah penghabisan dengan penyakit kau?”

Edgeworth tersenyum lemah. “Baiklah, Ayah. Aku berjanji.”

“Dan satu lagi. Kau berjanji kau akan bertemu dengan Kay, dan minta maaf kepadanya juga?”
“Ayah,” bisik Edgeworth. “Dia tidak akan mau memaafkan aku. Aku mencampakkan dia. Aku terlalu kejam kepadanya.”

Gregory menggelengkan kepalanya. “Dia akan, Miles. Dia akan. Karena seorang pria sejati tidak akan berpaling dari wanita yang dicintainya. Kau berjanji pada Ayah?”

“Baiklah, Ayah. Aku berjanji.”

Gregory balas tersenyum, kemudian membelai rambut Edgeworth sekali lagi dengan penuh kasih sayang. “Bagus. Itu baru anak Ayah. Ayah akan selalu mengawasi kau, dan kalau kau tidak menepati semua janji tadi, Ayah akan sangat kecewa. Sekarang sudah saatnya Ayah pergi.”

“Tapi…….” ucap Edgeworth kecewa. “Kita baru mengobrol sebentar…Tidak bisakah kau tinggal lebih lama, Ayah?”

“Tidak bisa, Nak. Tapi ingat, Ayah selalu mengawasi kau. Selamat tinggal, Nak. I love you, son.”

“I love you too, Dad. Thanks for everything.” Kemudian Edgeworth kembali tertidur pulas. Keesokan harinya, saat bangun, demamnya sudah turun dan ia merasa badannya jauh lebih segar. Ia tersenyum mengingat mimpinya semalam. Mimpi yang sangat indah, bisa kembali memeluk dan bicara dengan ayahnya. Entah kenapa, mimpi itu terasa nyata dan ia memikirkan semua kata-kata ayahnya di dalam mimpi. Ia berjanji kepada ayahnya untuk bangkit, dan ia akan menepatinya. Maka ia bangkit dari tempat tidurnya untuk mandi, ketika tiba-tiba menginjak sesuatu yang licin dan dingin di lantai. Dengan heran ia mengambil benda itu. Ternyata sebuah magatama.

Jadi, itu semua bukan mimpi. Merupakan sebuah kenyataan. Tersenyum kecil, Edgeworth memungut magatama itu dan menaruhnya di meja kamarnya, kemudian bergumam pelan sebelum pergi mandi.
“Terima kasih banyak, Maya.”
To be continued…

Tidak ada komentar: