Selasa, 04 April 2017

Aku Akan Selalu Berada di Samping Kau, Bab II

BAB II
Kenyataan yang Pahit

Phoenix menerobos masuk ke dalam kantor Edgeworth, tepat saat ia melihat Kay membelai rambut dan pipi Edgeworth di pangkuannya. Phoenix terpaku sejenak, merasa bahwa ia menginterupsi sebuah momen privasi. Ayolah Phoenix, ini bukan saatnya berpikiran seperti itu! Teman kau sedang sekarat! Seakan ada cambuk tak kelihatan yang memukul punggungnya, Phoenix menghampiri Kay yang masih menangis sambil memeluk Edgeworth di pangkuannya.

“Tuan Wright.. tolong bantu Miles…” isak Kay. Phoenix berlutut di sebelah Edgeworth yang masih tak sadarkan diri, dan memeriksa nadi Edgeworth. Masih ada, tapi lemah dan tidak mantap. Dengan hati-hati Phoenix mengangkat kepala Edgeworth, menggendong Edgeworth, dan membaringkannya di atas sofa.

“Tetap tenang, Kay. Nadinya masih ada. Apa yang terjadi?”
“Aku tak tahu, dia tiba-tiba saja mengeluh dadanya sakit dan kemudian ia tak sadarkan diri,” ucap Kay, matanya sudah sangat merah sekarang.

“Luruskan kaki dan tangannya, Kay. Aku akan mencoba memanggil ambulans. Kalau masih tak ada jawaban, aku akan bawa Edgeworth ke rumah sakit.”

Phoenix merogoh ponselnya, mencoba memanggil ambulans. Beruntung, kali ini ada jawaban. Dengan tenang Phoenix memberitahu dimana alamat kantor Edgeworth dan apa yang telah terjadi. Layanan ambulans menjawab bahwa mereka akan segera datang, kemudian Phoenix menutup teleponnya.

“Ambulans akan datang sebentar lagi, Kay. Tenang, dia akan baik-baik saja.” ucap Phoenix berusaha menenangkan Kay. Kay hanya mengangguk pelan. Mereka berdua menunggu dalam diam. Lima menit. Sepuluh menit. Ambulans tidak datang juga. Phoenix akhirnya habis sabar. Edgeworth bisa meninggal kalau ambulans telat datang!

“Astaga, mana sih ambulansnya? Kenapa tidak datang juga?! Lama sekali! Kay, lebih baik aku bawa Edgeworth sendiri saja ke rumah sakit. Kau tidak keberatan, kan?” tanya Phoenix. Kay menggeleng. Phoenix kemudian mengangkat Edgeworth dari sofa dengan hati-hati dan membenamkan kepala Edgeworth ke dalam bahunya. Sementara Kay berjalan mengikutinya dari belakang.

Tepat saat Phoenix hendak keluar dari kantor Edgeworth untuk membawa Edgeworth ke dalam mobilnya, sirene ambulans terdengar. Para EMT ternganga saat melihat Phoenix menggendong Edgeworth ke luar kantor. 

“H-hey!! Tuan Wright!! Anda tidak boleh menggendongnya seperti itu! Sangat berbahaya!” teriak salah seorang EMT.

Dengan marah Phoenix membalikkan badannya. “Lalu kemana saja anda tadi?!! 15 menit saya dan kekasih Edgeworth menunggu anda!” seru Phoenix dengan geram. “Jika terjadi apa-apa pada Edgeworth, saya bersumpah kalian tidak akan bisa mengenakan seragam itu lagi!”

Para EMT menelan ludah, kemudian menjawab, “Maaf Tuan Wright. Jalanan macet. Tolong segera baringkan Tuan Kepala Jaksa di tandu ini!” 

Phoenix mendengus. “Alasan yang bagus sekali! Jalanan macet?! Nadinya sangat lemah, demi Tuhan!” Kemudian dengan perlahan Phoenix membaringkan Edgeworth ke atas tandu. Para EMT kemudian mengangkat Edgeworth secara serentak ke dalam ambulans, dan berangkat menuju rumah sakit Hickfield.

Rumah Sakit Hickfield
12 Juni 2027

“Dokter Leona! Pasien ini Tuan Kepala Jaksa Miles Edgeworth, dan kondisinya sangat lemah!” teriak salah satu EMT saat mereka sampai di rumah sakit. 

Seorang dokter perempuan berambut panjang, tampak masih berusia 28-30 tahun, dengan badan yang kurus dan cukup tinggi ternganga saat melihat Edgeworth terbaring tak sadarkan diri di atas brankar. 

“T-tuan Kepala Jaksa?!” seru Dokter Leona. Kemudian ia berbalik kepada Kay dan Phoenix. “Tuan Wright! Nona Faraday! Apa yang terjadi?”

“Dia tiba-tiba mengeluh dadanya sakit, kemudian tak lama setelah itu ia tak sadarkan diri,” ucap Kay pelan.  Dokter Leona mengerutkan alisnya, dan tampaknya ia langsung paham apa yang terjadi pada Edgeworth.

“Bersihkan jalan!” seru Dokter Leona lagi. “Bawa Tuan Edgeworth ke Unit Gawat Darurat segera!”
“Dokter!” potong Kay. “Boleh..boleh saya ikut? Saya khawatir sekali!”
“Maaf Nona Faraday, tapi anda dan Tuan Wright cukup tunggu disini.” jawab Dokter Leona.
“Tapi, Dokter!---“

“Nona Faraday, saya mengerti anda khawatir dengan kondisi kekasih anda, tapi tolong, tunggu saja disini. Saya berjanji semua akan baik-baik saja.” ucap Dokter Leona, kemudian mendorong Edgeworth dan langsung menghilang. Maka Kay dan Phoenix hanya bisa menunggu di ruang tunggu.
“Tuan Wright, sebaiknya anda pulang saja, Maya pasti khawatir dan menunggu anda,” gumam Kay.
“Tidak, Kay. Aku sudah memberitahu Maya. Mungkin tak lama lagi dia akan sampai kesini. Aku akan menemani kau dan menunggu disini.”

“Terima kasih banyak, Tuan Wright. Terima kasih banyak sudah membantu. Maaf aku telah mengganggu kau.”

“Tidak apa-apa, Kay. Edgeworth sahabat aku sejak kecil. Aku khawatir juga dengan dia, kau tahu.”
“Tuan Wright. Kau mengenal Miles lebih lama dari aku. Apa ia pernah mengeluh punya masalah kesehatan?” tanya Kay. Phoenix mengerutkan dahinya, berpikir sejenak. Kemudian ia menggelengkan kepalanya.

“Seingat aku tidak, Kay. Aku bahkan tidak ingat kapan Edgeworth mengeluh sakit. “ jawab Phoenix.
Tak berapa lama kemudian, Maya datang. Terengah-engah dan setengah berlari, ia menghampiri Phoenix dan Kay.
“Kay…. Apa yang terjadi pada Edgeworth? Dimana dia sekarang? Bagaimana kondisinya?”

“Ia tiba-tiba mengeluh dadanya sakit di kantor, dan kemudian tak sadarkan diri. Dokter sedang menanganinya. Tadi aku dan Tuan Wright sudah mengecek nadinya, dan nadinya sangat lemah. Maya… aku takut….Bagaimana jika….terjadi sesuatu pada Miles?” jawab Kay dengan suara bergetar. Maya tak tahu harus melakukan apa, selain memeluk Kay dengan erat, kemudian membelai punggung Kay, berusaha menghibur gadis itu.

“Edgeworth akan baik-baik saja, Kay. Tenanglah. Dia pria yang kuat, kita semua tahu itu. Tidak akan ada sesuatu yang buruk. Jangan menangis, Kay.” bisik Maya dengan lembut. 

Satu jam kemudian, Dokter Leona akhirnya muncul kembali dan menghampiri mereka bertiga.
“Bagaimana dengan Miles, Dokter? Apa yang terjadi padanya? Dia baik-baik saja, kan?” tanya Kay tanpa basa-basi.

Dokter Leona menghela nafas pendek. “Nona Faraday. Saya sudah memeriksa Tuan Kepala Jaksa dan ternyata ia menderita arrhythmia. Dan arrhythmia yang Tuan Kepala Jaksa derita adalah arrhythmia di tahap yang paling parah.”

“Arrhythmia?” tanya Kay dengan kebingungan. Ia tak pernah mendengar tentang penyakit itu sebelumnya. “Apa arrhythmia itu?”

“Ah, aku membuat anda bingung, ya? Kekasih anda menderita kelainan jantung, Nona Faraday. Jantungnya tidak berfungsi dengan normal. Jika dinilai dari stadiumnya, Tuan Kepala Jaksa sudah menderita kelainan jantung cukup lama dan tidak ada tindakan medis apapun. Sehingga memperparah kondisi jantungnya.”

“Tapi… Dia tidak pernah mengeluh tentang jantungnya! Lalu….apa yang harus dilakukan, Dokter?? Miles akan baik-baik saja, bukan?” 

“Yang paling baik yang bisa saya lakukan adalah memasang alat pacu jantung di jantung Tuan Kepala Jaksa agar jantungnya bisa berdetak dengan normal. Tapi tidak sekarang, kondisinya terlalu lemah. Saya akan putuskan kapan saya akan melaksanakan operasi alat pacu jantung untuk Tuan Kepala Jaksa. Harus menunggu hingga kondisi Tuan Kepala Jaksa membaik terlebih dahulu. ”

“Apa yang terjadi jika Edgeworth tidak dipasang alat pacu jantung, dokter?” tanya Phoenix.

“Dua kemungkinan: Stroke atau gagal jantung. Kami sudah memindahkan Tuan Kepala Jaksa ke kamar nomor 141. Silahkan jika kalian bertiga ingin melihatnya. Dalam beberapa menit dia akan bangun.” Kemudian Dokter Leona berbalik dan meninggalkan Kay, Phoenix, serta Maya terpaku di ruang tunggu.

Alat pacu jantung? Membayangkan Edgeworth harus bergantung pada alat pacu jantung, Kay benar-benar tidak tahan dan tidak tega. Ia ingin menangis lagi, tapi ia tidak mau membuat Maya dan Phoenix beranggapan kalau ia cengeng. 

“Ayo, Kay, kita lihat Mr. Edgeworth,” bisik Maya sambil mengulurkan tangannya. Kay mengangguk, dan mereka bertiga berjalan menuju kamar 141.

Edgeworth masih tak sadarkan diri, terbaring mengenakan baju rumah sakit berwarna putih pucat, sebagian wajahnya tertutup dengan tabung oksigen untuk membantunya bernafas. Tangan kanannya dipasangi jarum infus, dan di sebelah tempat tidurnya, sebuah heartrate monitor terpasang, memecah keheningan yang ada di kamar itu. Kay kemudian duduk di sebelah tempat tidur Edgeworth, dan mengecup keningnya. Ia kemudian menggenggam tangan kiri Edgeworth dengan erat. Ia tidak mau meninggalkan Edgeworth sedetikpun.

Kau akan baik-baik saja, Miles….Aku akan selalu berada di samping kau. Aku akan membantu kau melawan penyakit kau.

“Nick, aku rasa kita lebih baik tinggalkan mereka berdua. Biarkan mereka punya privasi,” bisik Maya. 

Phoenix mengangguk setuju, dan bersama Maya melangkah keluar dari kamar 141.
“Kau sudah memberitahu Lang dan Franziska, Nick?” tanya Maya. Phoenix menepuk dahinya keras-keras. Dia sangat khawatir dengan kondisi Edgeworth hingga lupa memberitahu Lang serta Franziska.
“Aku lupa. Terima kasih banyak sudah mengingatkan, Maya.”

Empat jam sudah berlalu. Phoenix dan Maya sudah pulang, tapi Edgeworth masih tak sadarkan diri. Dokter itu berbohong! Dia bilang Miles akan bangun dalam beberapa menit! Seru Kay dalam hati. Tidak sedetikpun Kay melepaskan matanya dan melepaskan genggamannya di tangan Edgeworth. Air mata kembali membasahi pipinya.

Kenapa ini semua harus terjadi? Setelah Ayah, apa Tuhan akan mengambil pria yang sangat aku cintai juga?
Dan ini adalah hari ulang tahunnya, demi Tuhan! Seharusnya kami makan malam, memberikannya kue ulang tahun, menggoda betapa tuanya dia!

Rasanya aneh sekali bagi Kay bahwa baru kemarin ia menonton film di bioskop bersama Edgeworth. Mereka tertawa-tawa bersama-sama. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kalau Edgeworth mengidap penyakit berat. 

Kay mencium tangan Edgeworth lagi, dan membelai rambutnya. “Miles, aku mohon bangun…….” pinta Kay dengan suara serak. Masih tak ada reaksi apapun. Suara yang terdengar hanyalah suara heartrate monitor yang mengeluarkan bunyi beep pelan, untuk menandakan bahwa Edgeworth masih hidup.

Tiba-tiba saja Kay dikagetkan dengan suara ‘CRACK’ yang keras dari luar kamar. Lalu ia mendengar suara yang sangat dikenalnya. “Aku adalah adik Miles Edgeworth, suster bodoh! Beritahu aku dimana dia sekarang! Bagaimana kondisinya! SEKARANG JUGA!” 

“Hey, Nona, jika anda masih menggunakan cambuk itu, saya terpaksa akan memanggil keamanan untuk mengusir anda keluar! Ini rumah sakit, dan anda tidak boleh menggunakan cambuk…..YEEOWWWCHHHH!”

“Kalau begitu cepat katakan dimana kamar adik kecil saya dirawat, bodoh!”

Kay melangkah keluar dari kamar. “Franzy? Lang? Kalian datang juga akhirnya! Ayo, ikut aku. Miles ada di kamar nomor 141.” ucap Kay sambil menuntun Franziska dan Lang menuju kamar Edgeworth.
Franziska bukan tipe orang yang gampang mengungkapkan perasaannya di depan orang lain. Tapi, melihat Edgeworth, adik kecil yang sangat disayanginya terbaring lemah tak berdaya di atas tempat tidur rumah sakit, membuatnya kehilangan kata-kata. 

“Jesus Christ.” bisik Franziska pelan.
“Apa kata dokter, Kay? Bagaimana diagnosanya?” tanya Lang. 

“Dokter bilang ia mengidap arrhythmia. Dan arrhythmia yang diderita Miles sudah mencapai tahap yang paling parah. Dokter bilang, ia akan segera melakukan operasi alat pacu jantung setelah kondisi Miles membaik.”

“Arrhythmia?” Dahi Lang berkerut. “Edgey-boy menderita kelainan jantung? Jantungnya tidak berfungsi dengan normal?”

“Begitu yang dikatakan dokter padaku,” jawab Kay sambil mengangkat bahunya. “Ia bilang, kalau Miles tidak dipasangi alat pacu jantung, Miles bisa menderita stroke atau yang paling parah, gagal jantung.”

“Oh astaga,” bisik Lang. 

“Tapi dia tidak pernah mengeluh apapun tentang jantungnya sejak kecil,” gumam Franziska. “Dia selalu sehat.”

“Mungkin dia menyembunyikannya atau tidak menyadarinya,” ucap Lang.
Suara rintihan pelan kemudian terdengar. Edgeworth membuka sebelah matanya secara perlahan.
“Miles!” seru Kay sambil mencium tangan kekasihnya itu beberapa kali. “Bagaimana perasaan kau?”
“Kay?” tanya Edgeworth dengan bingung, pandangannya tak fokus. “Aku ada dimana? Dan kenapa di mulutku terpasang benda ini?”
“Kau tiba-tiba pingsan di kantor, Miles. Kau mau sesuatu?”
“Eh, sedikit air sepertinya bagus. Terima kasih, Kay.”

Kay tersenyum kecil. “Tidak perlu berterima kasih, Miles. Kau adalah pacar aku.” Kemudian Kay mengambil sebuah gelas, menuangkan air, membuka tabung oksigen yang terpasang di mulut Edgeworth dan membantu Edgeworth meminum air di gelas itu. Edgeworth minum dengan sangat rakus dan menelan airnya dengan sangat terburu-buru.

“Adik kecil bodoh, mengapa kau tidak pernah memberitahu kami semua kalau kau mengidap arrhythmia yang parah?” tanya Franziska sambil melipat lengannya.
“Aku…apa?” Edgeworth bertanya balik dengan bingung. “Arrhythmia? Apa itu?”

“Kau menderita kelainan jantung, Miles. Jantungmu tidak berdetak secara normal. Dokter memberitahu aku kalau kau harus dipasang alat pacu jantung. Kau akan melakukan operasi pemasangan alat pacu jantung begitu kondisi kau membaik. Miles, kita berkencan sudah hampir 8 bulan, mengapa tidak pernah sekalipun kau memberitahu aku tentang penyakit kau?” seru Kay dengan marah. 

Edgeworth menggaruk hidungnya, sama bingungnya seperti mereka semua. What on earth is this? Kelainan jantung? Dia? Bagaimana bisa? Dia tak pernah merasakan ada sesuatu yang salah dengan jantungnya. Jika Wright yang menderita kelainan jantung, itu sangat masuk akal, mengingat dia selalu mengalami berbagai kecelakaan aneh hanya dengan berjalan dengan kedua kakinya.
Tapi dia?
Nah, ini semua tidak masuk akal.

Edgeworth terhenyak kembali ke bantalnya. “Kay. Maafkan aku. Tapi sungguh, aku sendiri sama sekali tidak tahu. Bahkan aku tidak tahu apa arrhythmia itu sebelum Franziska menyebutkannya tadi. Dan, kau bilang apa tadi? Operasi pemasangan alat pacu jantung?”

Edgeworth mengakui, dia takut mendengar kata ‘operasi’. Membayangkan ia berbaring tak sadarkan diri di atas meja operasi, lalu tim dokter memasang benda aneh ke dalam jantungnya…… Edgeworth menelan ludah. Ia merasa ngilu hanya dengan membayangkan itu semua. 

“Betul, Miles. Dokter bilang kau harus dioperasi pemasangan alat pacu jantung untuk membantu jantung kau berdetak dengan normal.”

“Tapi aku tidak mau dioperasi!” seru Edgeworth tiba-tiba, nada suaranya dipenuhi dengan ketakutan sekarang. “Aku tidak mau dipasang benda apapun di dalam jantung aku…….YEOOOWCH!”

CRACK! Franziska melambaikan cambuknya ke depan tempat tidur Edgeworth. Edgeworth meringis dan mendelik ke arah Franziska. 

“Demi Tuhan, Franziska! Tidak bisakah kau menyimpan benda mengerikan itu sedetik saja? Lang, berapa kali sudah kau dicambuk oleh adik aku?” 

“Dan tidak bisakah kau tidak keras kepala hanya sedetik saja, adik kecil bodoh?” ucap Franziska sambil mengayunkan cambuknya lagi.

“Keras kepala? Aku? Kau bilang aku keras kepala hanya karena aku tidak mau dioperasi pemasangan alat pacu jantung?!”
“Ya, betul! Kau harus mau dioperasi, Miles Edgeworth! Kalau tidak, kau bisa kena stroke atau gagal jantung! Benar begitu, Kay?”

Kay mengangguk perlahan, sementara Edgeworth tercengang. Edgeworth mencengkeram rambutnya dengan kikuk.
“Tapi aku tidak mau……”

“Apa kau takut dioperasi, Edgey-boy? Tenang saja. Aku pernah dioperasi beberapa tahun lalu. Tidak buruk kok. Tidak akan sakit.” timpal Lang. 

“Itu karena kau cuma dioperasi tangan, Lang! Ini berbeda! Operasi jantung? Ughh……”
“Dan kau mau jika kau menderita stroke atau gagal jantung? Kau egois, Miles Edgeworth! Pikirkan kekasih kau ! Pikirkan bagaimana perasaan Kay jika kemungkinan yang buruk itu terjadi pada kau!”
Kay menggigit bibirnya, dan membelai tangan Edgeworth dengan lembut. 

“Franziska benar,  Miles. Aku mohon. Kau harus mau dioperasi. Aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada kau, Miles, jika kau tidak dioperasi. Kau tak perlu takut. Aku akan selalu berada di samping kau.” ucap Kay sambil terus membelai tangan Edgeworth.

Gee, thanks, Kay. Siapa yang tega menolak perintah yang keluar dari bibir gadis manis dan penuh pengertian ini?

Edgeworth tersenyum, dan balas menggenggam tangan Kay, kemudian mengangguk pelan.
“Baiklah, Kay. Aku mau dioperasi pemasangan alat pacu jantung. Demi kau.”

“Senang mendengarnya, Miles. Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun, Miles. Semoga panjang umur dan sehat selalu. I love you.” ucap Kay sambil mengecup kening Edgeworth lagi dan memberikan sebuah bungkusan hadiah kecil ke pangkuan Edgeworth.
Edgeworth balas tersenyum. “Terima kasih banyak, Kay. Dan……eh….l love you too.

Hickfield Hospital
June 16th, 2027
Ruang Operasi - Ruang Tunggu

Kay berdiri dengan tegang di luar ruang operasi. Di luar ruang operasi, Maya, Phoenix, Lang, Franziska, Trucy, serta Pearl duduk, ikut menunggui Edgeworth yang sedang dioperasi pemasangan alat pacu jantung. Dengan gelisah Kay mondar-mandir tanpa henti. Sudah tiga jam. Astaga. Aku bisa mati. Kenapa lama sekali? Kay tidak pernah menunggui seseorang dioperasi sebelumnya. Ia tahu, para dokter adalah seorang profesional, dan tidak seharusnya ia ketakutan serta cemas seperti ini. Tapi tetap saja, ia tidak bisa membuang pikiran buruk dari benaknya. 

Bagaimana jika operasinya gagal? Bagaimana jika tim dokter tidak berhasil memasang alat pacu jantung di jantung Miles? Bagaimana jika tim dokter melakukan kesalahan, dan berakibat fatal? Bagaimana jika sesuatu terjadi di ruang operasi dan Miles menjadi koma?

“Kay, kau mondar-mandir terus dari tadi, duduklah, Kay. Nanti kau lelah,” ucap Maya.

“Aku tak tahan, Maya! Operasinya lama sekali! Rasanya ingin sekali aku melompat ke dalam ruang operasi! Jangan-jangan sesuatu yang buruk terjadi pada Miles, makanya operasinya lama sekali. Maya, aku benar-benar takut!” ucap Kay sambil menggigit bibirnya.

“Kay,” ucap Lang. “Dulu ketika aku dioperasi luka kecil di tangan saja, memakan waktu dua jam. Apalagi Edgey-boy, operasi jantung tentu memakan waktu yang tidak sebentar. Lang Zi berkata, jangan ketakutan berlebihan, nanti ketakutan kau akan menjadi kenyataan. Duduklah, Kay. Dan berdoa untuk Edgey-boy.”

Kay menghela nafas pendek, kemudian akhirnya duduk. Matanya berkali-kali melirik ke arah pintu ruang operasi, tidak sabar melihat pintu itu dibuka dan Dokter Leona keluar.

Empat jam kemudian akhirnya berlalu. Dokter Leona keluar dari ruang operasi, tampak lelah, tapi juga tampak sangat puas. Ia kemudian menghampiri mereka semua, dan tersenyum.

“Sukses.” ucap Dokter Leona pendek. Kay memeluk Dokter Leona dengan erat, kemudian setengah berteriak, berkata, “Terima kasih banyak, terima kasih banyak, dokter! Dimana Miles sekarang? Boleh aku melihatnya?”

“Eh…aku hanya melakukan pekerjaan aku, Nona Faraday. Beberapa menit lagi perawat akan mendorong Tuan Kepala Jaksa keluar dari ruang operasi, kita tunggu saja,” jawab Dokter Leona. Mereka semua akhirnya menunggu dalam diam. Tak berapa lama kemudian, beberapa perawat keluar dari ruang operasi dan mendorong Edgeworth yang masih tak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius. Kay melompat ke depan brankar, membelai rambut Edgeworth dan mencium tangan Edgeworth berkali-kali.

Franziska, Phoenix, Lang, serta Maya terkikik tertahan melihat kelakuan Kay. Salah satu perawat akhirnya mencolek Kay dan berkata, “Um…Nona Faraday? Maaf, tapi kami harus membawa Tuan Kepala Jaksa ke kamar rawat.”

Kay tertawa malu. “Benar. Maaf, perawat.” 

Mereka semua kemudian berjalan mengikuti para perawat mendorong Edgeworth menuju kamar no 141 lagi. Melihat para perawat dan Dokter Leona memindahkan Edgeworth dari brankar ke tempat tidur rumah sakit, membuat Kay merasa ketakutan lagi. Walau ia tahu para dokter dan perawat tentu tak akan melakukan kesalahan konyol seperti menjatuhkan pasien saat memindahkan mereka dari brankar, tapi entah kenapa pikiran itu tidak bisa hilang darinya. Ia mengawasi dengan tegang sambil mencakar lengan Maya.  “Ouch, Kay! Kuasai diri kau!” bisik Maya dari sudut bibirnya.

Jika Kay pikir melihat Dokter Leona dan timnya memindahkan Edgeworth dari brankar ke tempat tidur adalah sesuatu yang buruk, itu bukan apa-apa saat ia melihat Dokter Leona memasang jarum infus di tangan kanan Edgeworth. Kay meringis dan mencengkeram lengan Maya lebih erat lagi saat melihat jarum infus dipasang melalui nadi Edgeworth. Terakhir, Kay langsung berbalik menghadap ke dinding saat melihat Dokter Leona mengganti perban bekas operasi di dada Edgeworth. Melihat goresan panjang bekas operasi yang jelek di dada kekasihnya hampir membuat Kay muntah dan ia sama sekali tidak tahan melihat itu semua.

“Oke….semua selesai. Pengaruh obat biusnya akan hilang dalam waktu setengah jam. Kalian semua boleh menungguinya, tapi ingat jangan berisik. Nona Faraday, besok kita harus bicara, saya akan menjelaskan apa saja obat-obatan yang dibutuhkan Tuan Kepala Jaksa dan apa yang harus anda lakukan setelah Tuan Kepala Jaksa keluar dari sini. Selamat malam, semuanya.”

“Selamat malam, Dokter Leona.”

Setengah jam kemudian, pengaruh obat bius hilang dan Edgeworth akhirnya terbangun. Edgeworth merasa pusing dan dadanya terasa sangat sakit pasca operasi. Edgeworth mengerjapkan matanya, merasa sedikit bingung begitu banyak orang berdiri mengelilingi tempat tidurnya, dengan pandangan khawatir.

“Kay? Wright? Maya? Pearls? Trucy? Lang? Franziska?” ucap Edgeworth lemah. “Apa yang kalian semua lakukan disini?”

“Dasar konyol. Tentu untuk menunggui kau dioperasi pemasangan alat pacu jantung! Kau tidak ingat kau baru saja dioperasi?” ucap Phoenix setengah gemas, setengah geli. 

“Oh, iya. Dan kalian menunggui aku selesai dioperasi?” Edgeworth meringis lagi, dadanya terasa perih. Entah mengapa, ia merasa sangat terharu. Operasi tentu memakan waktu berjam-jam, dan mereka, Wright, Maya, Franziska, Lang, Trucy, Pearl, menghabiskan waktu mereka yang berharga hanya untuk menunggu ia selesai dioperasi? Mereka semua tak memiliki hubungan darah dengannya, dan mereka rela menunggu ia selesai dioperasi selama berjam-jam…. Edgeworth memiringkan kepalanya sedikit, dan menoleh ke arah Kay. “Kau juga, Kay?”

“Tuan Edgeworth!” seru Pearl tiba-tiba. “Tentu saja Miss Faraday menunggui kau selesai dioperasi, dia adalah orang yang spesial untuk kau! Seseorang yang spesial pasti akan selalu berada di sisi orang yang mereka cintai! Masa kau tidak mengerti hal sepele seperti itu?”

“Pearl!” tegur Maya sambil menyikut Pearl. “Kau tidak boleh berkata seperti itu! Tuan Edgeworth sedang sakit dan baru saja dioperasi!”

“Tidak apa-apa, Maya.” ujar Edgeworth sambil tertawa lemah. Kemudian matanya melirik ke arah meja yang sudah dipenuhi karangan bunga, balon, dan ucapan semoga lekas sembuh. “Apa itu semua untuk aku? Dari kalian semua?”

“Beberapa memang dari kami, tapi yang lainnya dari para fans kau, Edgeworth! Banyak sekali fans kau yang mengirimkan hadiah dan kartu semoga lekas sembuh…..Lihat, yang ini dari Wendy Oldbag, dia mengirimkan bunga dan kartu ucapan…” ucap Phoenix sambil mengambil kartu ucapan berwarna biru yang tergeletak di paling atas. “Dia bilang, Semoga cepat sembuh, Edgey-poo, aku berjanji aku akan segera menjenguk kau dalam waktu dekat ini. Dengan penuh cinta, Wendy Oldbag.”

“Wright.” ucap Edgeworth jengkel. “Cukup.”
Mereka semua tertawa.
“Bagaimana mereka semua bisa tahu kalau aku dirawat disini?”

“Miles, kau seperti tak tahu saja…. Orang media…. Mereka selalu membuntuti kau dan mengawasi gerak-gerik kau.” Jawab Kay. Edgeworth memutar matanya. Ia bisa membayangkan foto dirinya berada di rumah sakit dimuat di koran dan majalah, dan itu membuatnya muak. 

“Hey, sudah jam 8 malam. Ayo kita pulang.” ucap Lang sambil melirik arlojinya. “Cepat sembuh, Edgey-boy. Kay, jaga Edgey-boy baik-baik. Selamat malam, Kay, Edgey-boy.”

“Selamat malam, semuanya. Terima kasih banyak sudah menemani aku menunggui Miles,” jawab Kay. Kemudian Phoenix, Lang, Franziska, Maya, Trucy, Pearl, melangkah keluar, meninggalkan Edgeworth dan Kay hanya berdua saja.

“Bagaimana perasaan kau, Miles?” tanya Kay. Edgeworth mengangkat bahunya.
“Aku baik-baik saja, Kay.”
Kay menatapnya dengan penuh curiga. “Jangan berbohong, Miles. Kau tidak baik-baik saja. Kau baru saja dioperasi pemasangan alat pacu jantung. Sekarang, jawab dengan jujur, bagaimana perasaan kau?”

Edgeworth memutar matanya. “Yah..Dada aku terasa sedikit perih. Itu saja, tidak lebih, Kay.”
“Apa kau lapar, Miles? Kau belum makan apapun dari pagi.”
“Ya, sedikit,” jawab Edgeworth pendek.
“Tunggu sebentar, oke? Aku akan meminta makanan pada suster.”

Tapi Edgeworth menggelengkan kepalanya. “Kay. Tidak perlu repot-repot.”
“Miles,” ucap Kay, merasa sedikit jengkel sekarang. “Berhenti mengucapkan kata-kata itu. Kau tidak pernah merepotkan aku. Kau adalah pacar aku dan aku ingin merawat kau sebaik mungkin. Tunggu disini, oke?” Kemudian ia bangkit dari kursi dan lima menit kemudian, kembali dengan membawa sekotak makanan.

“Ayo, Miles, makan,” ucap Kay sambil membuka kotak makanan itu dan bermaksud menyuapi Edgeworth.
“Kay, aku bukan bayi, aku bisa makan sendiri,” gumam Edgeworth keras kepala. Kay mendengus tertawa.
“Astaga, Miles. Selalu keras kepala seperti biasa. Yeah, dan kau pikir kau bisa makan dengan tangan dipenuhi jarum infus seperti itu? Ayo, buka mulut kau sekarang, Tuan Kepala Jaksa. Dan makan!” 

Edgeworth memutar bola matanya. “Terserah apa kata kau saja, Nona Faraday,” ujar Edgeworth sambil membuka mulutnya. Kay mulai menyuapi Edgeworth, sementara Edgeworth mengunyah makanannya dengan sangat lambat. Saat Kay asyik menyuapi Edgeworth, terdengar suara seorang wanita yang beradu teriak dengan resepsionis. 

“………Maaf Nyonya, tapi jam kunjungan sudah berakhir! Anda tidak boleh melanggar peraturan rumah sakit!”
“Aku ibunya! Aku berhak melihat bagaimana kondisi putra aku!”
“Nyonya! Saya perintahkan anda berhenti sekarang juga! Nyonya!”

Pintu kamar 141 menjeblak terbuka. Edgeworth hampir memuntahkan makanan yang baru ditelannya saat melihat wanita yang sekarang berdiri di depan tempat tidurnya. Wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Stella Edgeworth, ibu kandungnya dan istri dari almarhum ayahnya, Gregory Edgeworth. 

Edgeworth tidak pernah mencintai ibunya. Bahkan, bisa dibilang ia sangat membenci ibunya. Bagaimana tidak? Ibunya meninggalkan ia saat ia masih berusia 5 tahun. Ibunya meninggalkan Gregory demi pria lain. Kemana ibunya saat peristiwa DL-6 terjadi? Apakah ibunya berusaha mencarinya? Tidak. Ibunya membiarkan saja dia, putra semata wayangnya yang masih berusia 9 tahun ketakutan, kesepian, sampai akhirnya harus merasakan diasuh oleh Von Karma yang kejam. Lalu, apa yang sekarang ia lakukan di depannya? Apa yang wanita ini inginkan?

“Miles, Nak? Ini Ibu, sayang. Ibu baca di tabloid kalau kau sakit parah, dan…….”
“Apa yang anda inginkan, Nyonya Stella?” potong Edgeworth dengan dingin.
“Nak, Ibu hanya ingin datang melihat kondisi kau, Ibu tahu Ibu melakukan banyak sekali kesalahan kepada kau, dan Ibu ingin minta maaf, Nak… Atas semua yang sudah terjadi… Bisakah kita melupakan masa lalu dan memulai segalanya dari awal lagi? Maukah kau memberi Ibu kesempatan kedua?”

Memulai segalanya dari awal lagi? My butt.

Sebelum ia bisa mengontrol emosinya, kemarahan Edgeworth tiba-tiba saja meledak. Rasanya ingin sekali ia keluarkan semua rasa amarah dan emosinya yang dipendam selama berpuluh-puluh tahun. Ia bukan tipe orang yang emosional. Tapi, sekarang saatnya yang tepat untuk mengeluarkan semuanya.
“Melupakan masa lalu? Memberi kau kesempatan kedua? Bagaimana dengan Ayah, Ibu? Apa kau memberinya kesempatan kedua?! Dimana kau saat DL-6 terjadi?!! Dimana kau saat aku sendirian dan tak memiliki siapapun?!! Apa kau pernah mencoba mencari aku?! Apa kau pernah bertanya kepada dirimu sendiri, apa yang terjadi jika putra semata wayang kau yang masih berusia 5 tahun, kau tinggalkan begitu saja demi pria lain?! Dan kau masih berani menyebut kau Ibu? Kau masih berani muncul di hadapan aku, DASAR WANITA SIAL--!!!!!!”

Tepat setelah itu, heartrate monitor yang terpasang di sebelah tempat tidur Edgeworth mengeluarkan bunyi BEEP yang sangat kencang. Terengah-engah seakan habis lomba lari, Edgeworth mencengkeram dadanya. Seorang suster yang lewat kemudian menghampiri mereka.

“Nyonya. Saya minta anda keluar sekarang juga!” seru sang perawat. Dengan mata berlinang Stella Edgeworth akhirnya keluar dari kamar dan meninggalkan rumah sakit. 

Setelah sang perawat pergi, Edgeworth mencengkeram rambutnya, dan membenamkan wajahnya ke lututnya. Kay tidak pernah melihat Edgeworth begitu emosional seperti ini sebelumnya. Edgeworth juga tidak pernah bercerita kepadanya tentang ibunya. Sehingga ini cukup mengejutkan Kay. Seandainya ia tahu…..Kekasihnya ini sudah begitu banyak menderita. Kay tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain membelai punggung Edgeworth dengan lembut.

“Miles?” panggil Kay pelan. “Sayang, kau baik-baik saja?”

Edgeworth mengangkat wajahnya dari lututnya, ia buru-buru mengusap matanya yang merah sekarang. 

“Maaf, Kay. Aku begitu cengeng. Maaf kau harus melihat aku memaki Ibu aku seperti itu.”
Dengan lembut Kay membenamkan kepala Edgeworth ke dadanya. 

“Kau adalah manusia, Miles. Tidak ada yang salah untuk menangis. Menangislah, jika itu membuat kau lega. Aku disini untuk kau, Miles.”

“Terima kasih, Kay.”

Satu minggu kemudian, Edgeworth akhirnya diizinkan keluar dari rumah sakit. Ia merasa senang dan bersyukur sekali akhirnya bisa keluar dari rumah sakit. Beberapa hari lagi saja ia tertahan di tempat membosankan itu, ia merasa ia akan kehilangan akal sehatnya.

Kehidupannya berubah total sejak ia divonis mengidap arrhythmia yang parah. Ia diharuskan meminum obat anti arrhythmia setiap dua jam sekali, ia tidak boleh bekerja terlalu keras, ia tidak boleh makan makanan sembarangan lagi. Teman-temannya dan Kay menjadi sangat overprotektif dan khawatir akan dirinya, seakan-akan ia bisa meninggal mendadak kapan saja. Lama kelamaan, semua itu membuat Edgeworth merasa muak. Ia tahu arrhythmia yang dideritanya bisa sembuh total, akan tetapi penyembuhannya sangat lama. Edgeworth merasa ia selalu merepotkan semua orang yang mengenalnya, terutama Kay.

Suatu hari, Edgeworth dan Kay berjalan-jalan bersama ke taman hiburan setelah berhasil menangani kasus yang cukup panjang dan melelahkan. Kay bersemangat sekali, dia berlari kesana kemari layaknya seorang anak kecil.

“Miles! Ayo kita naik roller coaster itu!” ucap Kay sambil menunjuk ke arah roller coaster. Edgeworth menelan ludah. Ingin sekali rasanya ia bisa mengabulkan permintaan kekasihnya itu.

“Kau sendiri saja, Kay… Aku tunggu disini saja,” gumam Edgeworth lirih.

“Tapi, Miles! Tentu tidak menyenangkan sama sekali jika aku naik roller coaster sendiri, aku ingin menaikinya bersama kau……Oh,” perkataan Kay terpotong saat membaca papan peringatan yang terpasang di depan roller coaster.
Arena roller coaster terlarang bagi:
-Ibu hamil
-Penderita epilepsi
-Penderita arrhythmia

“Baiklah, kita cari arena bermain yang lain saja, yang aman untuk kau, Miles!” ucap Kay sambil menggandeng tangan Edgeworth.

“Tapi…. Bukankah kau sangat ingin menaiki roller coaster itu?  Tidak apa-apa kalau kau ingin menaikinya, Kay. Aku bisa menunggu kau di bawah,” ucap Edgeworth.

“Tidak, tidak usah, Miles. Bagaimana jika kita masuk ke rumah hantu ini? Pasti seru! Ayo, Miles!” ucap Kay lagi sambil menarik tangan Edgeworth ke depan rumah hantu dengan semangat. Tapi keceriaan di wajah Kay langsung lenyap saat melihat papan peringatan yang tertulis besar-besar di depan rumah hantu:
“ARENA RUMAH HANTU INI TERLARANG BAGI PENDERITA ARRHYTHMIA, DAN BAGI MEREKA YANG MEMAKAI ALAT PACU JANTUNG.”

“Kau masuk saja jika kau ingin, Kay, aku bisa menunggu di luar.” gumam Edgeworth pelan. Dasar penyakit sialan. Aku sudah mengecewakannya dua kali hari ini. Kay memang tidak terlihat kecewa,ia wanita yang penuh pengertian Tapi tetap saja, Edgeworth merasa sedih ia bahkan tidak bisa menemani kekasihnya menaiki arena bermain di taman hiburan!

“Masih banyak arena bermain yang lain, ayo kita cari yang aman untuk kau, Miles…. Miles?” panggil Kay pelan. Edgeworth sekarang duduk, mencengkeram dadanya, keringat dingin membasahi keningnya.

“Miles, obat kau?! Dimana obatnya?” seru Kay dengan panik. Edgeworth menggelengkan kepalanya.
“Aku lupa membawanya, Kay…” jawab Edgeworth lemah.
“Oh, astaga!” Dengan panik Kay membongkar tasnya, berharap mungkin ada obat Edgeworth yang terselip di dalam tasnya. Betapa leganya Kay saat ia menemukan satu butir pil yang terselip di tasnya. “Ini, Miles, ini ada obat kau yang terselip di tas aku, cepat minum!” seru Kay sambil menjejalkan pil itu ke tangan Edgeworth. Edgeworth menerimanya, dan menelan pil itu dengan cepat. 

“Ayo kita pulang saja, Miles. Kau lupa membawa obat kau, resikonya tinggi sekali. Untung saja ada satu butir pil yang terselip di tas aku.”
“Tapi, Kay, ini seharusnya kencan yang menyenangkan…. Bukan saatnya kau menjadi suster aku lagi…” gumam Edgeworth pelan. Ia merasa bersalah.
“Tidak apa-apa, Miles. Kesehatan kau jauh lebih penting. Kita masih bisa kesini lain hari. Ayo, kita pulang.”

August 1st, 2027
Rumah Miles Edgeworth
Kamar Tidur Miles Edgeworth

“Kay,” bisik Edgeworth. “Aku benar-benar minta maaf. Aku sudah menghancurkan kencan kita.”
“Miles, berapa kali aku harus bilang, tidak apa-apa? Apa gunanya aku bisa menaiki arena bermain di taman hiburan jika itu malah hanya akan membahayakan kesehatan kau? Sungguh, Miles, aku sama sekali tidak kecewa.” ucap Kay sambil tersenyum manis.

“Kay, kau benar-benar penuh pengertian. Terima kasih banyak. I love you so much. Ini tebusan kencan yang kacau tadi,” gumam Edgeworth sambil mengangkat dagu Kay dan mencium bibir Kay dengan lembut. Kay balas mencium, awalnya ciuman mereka pelan dan lembut, lama kelamaan ciuman mereka menjadi ganas dan tak beraturan. Tangan Edgeworth mulai meraba bagian depan kancing piyama Kay. Dengan cepat Edgeworth membuka kancing piyama Kay, setelah semua kancing terbuka, Edgeworth melempar piyama Kay ke lantai. Setelah itu Edgeworth membuka pengait bra Kay dengan sangat cepat, lalu melempar bra Kay ke lantai juga, sementara bibirnya masih menekan keras ke bibir Kay. Edgeworth kemudian membelai payudara Kay. Kay terkikik geli, dan mulai membuka kancing piyama Edgeworth satu demi satu. Setelah semua kancing piyama Edgeworth terbuka, Kay melemparkan piyama Edgeworth. Mereka berhenti berciuman sejenak untuk udara. Kesempatan ini digunakan Kay untuk membelai perut Edgeworth. 

Edgeworth mengunci bibirnya dengan bibir Kay lagi, dan Kay mendorong Edgeworth, memberi isyarat bahwa ia ingin Edgeworth berbaring. Akan tetapi, karena Kay terlalu cepat, secara tidak sengaja sikunya mengenai dada Edgeworth, tepat di bekas operasinya. Edgeworth langsung merasakan kesakitan yang luar biasa di dadanya.

“OW!” teriak Edgeworth. Mata Kay melebar ketakutan. 

“Miles! Astaga! Maaf, aku sama sekali tidak sengaja, Miles….. Dimana obat kau?!” teriak Kay dengan panik. 

“Kotak obat. Ruang tengah.” jawab Edgeworth lemah. Kay memakai piyamanya lagi, dan berlari ke ruang tengah. Ia membongkar kotak obat dengan terburu-buru dan setelah menemukan obat arrhythmia Edgeworth, Kay kembali ke kamar Edgeworth. Kay menjejalkan obat ke dalam mulut Edgeworth dan segelas air. Setelah beberapa saat, Edgeworth akhirnya tidak mencengkeram dadanya lagi dan keringat dingin di wajahnya hilang sedikit demi sedikit.

“Ini, Miles, piyama kau. Pakailah dan segera tidur,” ucap Kay sambil menyerahkan piama Edgeworth. Edgeworth menerima piyamanya tanpa menjawab apapun. Hatinya mengutuk pelan.
Bahkan untuk melakukan seks saja, arrhythmia sialan ini terus menganggu.

“Kay, maafkan aku. Sungguh.”
“Dan untuk apa kau minta maaf, Miles?? Aku yang seharusnya minta maaf kepada kau. Sudahlah, tidurlah sekarang. Kita bisa melakukannya lain kali. Selamat malam, Miles.” ucap Kay sambil mencium pipi Edgeworth, dan tertidur. 

Saat memandangi Kay yang tertidur, sebuah pikiran berkecamuk di kepala Edgeworth. 

Sejak arrhythmia ini menyerang, hubungan aku dan Kay tidak seindah dulu. Aku terus-terusan mengecewakan dan merepotkannya. Dia lebih mirip sebagai suster aku daripada pacar aku belakangan ini. Apakah aku pantas memiliki Kay? Apakah aku memang pria yang tepat untuk Kay? Yang bahkan untuk melakukan seks saja harus selalu diselingi sakit dada? Bagaimana jika hubungan kami ini tidak ada masa depan sama sekali? 

Apakah hubungan ini adalah hubungan yang sehat? Kay, dia muda, enerjik, ceria… Bukankah seharusnya dia menghabiskan waktunya untuk tertawa, kencan yang menyenangkan, dan aku membuatnya merasa sebagai wanita paling beruntung di dunia?

Apa yang sudah aku berikan kepadanya?
Aku seharusnya membuatnya tertawa. Seharusnya aku membuatnya bahagia. Bukan membuatnya ketakutan dan panik dengan sakit dada murahan aku.
Aku seharusnya membawanya ke sebuah tempat indah. Bukan membawanya ke rumah sakit dan dokter untuk check-up tiap minggu.
Seharusnya aku mengatakan aku mencintainya setiap hari, bukan membuatnya harus selalu mengingatkan aku untuk minum obat setiap hari.
Dia seharusnya menjadi pacar aku. Dan nanti, tunangan aku. Dan istri aku pada akhirnya. Tapi aku membuatnya lebih seperti perawat dan pengasuh aku daripada kekasih aku.
Bukankah dia pantas mendapatkan lebih dari ini?

To be continued…

Tidak ada komentar: