BAB II
Kenyataan yang Pahit
Phoenix menerobos masuk ke dalam
kantor Edgeworth, tepat saat ia melihat Kay membelai rambut dan pipi Edgeworth
di pangkuannya. Phoenix terpaku sejenak, merasa bahwa ia menginterupsi sebuah
momen privasi. Ayolah Phoenix, ini bukan
saatnya berpikiran seperti itu! Teman kau sedang sekarat! Seakan ada cambuk
tak kelihatan yang memukul punggungnya, Phoenix menghampiri Kay yang masih
menangis sambil memeluk Edgeworth di pangkuannya.
“Tuan Wright.. tolong bantu Miles…”
isak Kay. Phoenix berlutut di sebelah Edgeworth yang masih tak sadarkan diri,
dan memeriksa nadi Edgeworth. Masih ada, tapi lemah dan tidak mantap. Dengan
hati-hati Phoenix mengangkat kepala Edgeworth, menggendong Edgeworth, dan
membaringkannya di atas sofa.
“Tetap tenang, Kay. Nadinya masih
ada. Apa yang terjadi?”
“Aku tak tahu, dia tiba-tiba saja
mengeluh dadanya sakit dan kemudian ia tak sadarkan diri,” ucap Kay, matanya
sudah sangat merah sekarang.
“Luruskan kaki dan tangannya,
Kay. Aku akan mencoba memanggil ambulans. Kalau masih tak ada jawaban, aku akan
bawa Edgeworth ke rumah sakit.”
Phoenix merogoh ponselnya,
mencoba memanggil ambulans. Beruntung, kali ini ada jawaban. Dengan tenang
Phoenix memberitahu dimana alamat kantor Edgeworth dan apa yang telah terjadi.
Layanan ambulans menjawab bahwa mereka akan segera datang, kemudian Phoenix
menutup teleponnya.
“Ambulans akan datang sebentar
lagi, Kay. Tenang, dia akan baik-baik saja.” ucap Phoenix berusaha menenangkan
Kay. Kay hanya mengangguk pelan. Mereka berdua menunggu dalam diam. Lima menit.
Sepuluh menit. Ambulans tidak datang juga. Phoenix akhirnya habis sabar.
Edgeworth bisa meninggal kalau ambulans telat datang!
“Astaga, mana sih ambulansnya?
Kenapa tidak datang juga?! Lama sekali! Kay, lebih baik aku bawa Edgeworth
sendiri saja ke rumah sakit. Kau tidak keberatan, kan?” tanya Phoenix. Kay
menggeleng. Phoenix kemudian mengangkat Edgeworth dari sofa dengan hati-hati
dan membenamkan kepala Edgeworth ke dalam bahunya. Sementara Kay berjalan mengikutinya
dari belakang.
Tepat saat Phoenix hendak keluar
dari kantor Edgeworth untuk membawa Edgeworth ke dalam mobilnya, sirene
ambulans terdengar. Para EMT ternganga saat melihat Phoenix menggendong
Edgeworth ke luar kantor.
“H-hey!! Tuan Wright!! Anda tidak
boleh menggendongnya seperti itu! Sangat berbahaya!” teriak salah seorang EMT.
Dengan marah Phoenix membalikkan
badannya. “Lalu kemana saja anda tadi?!! 15 menit saya dan kekasih Edgeworth
menunggu anda!” seru Phoenix dengan geram. “Jika terjadi apa-apa pada
Edgeworth, saya bersumpah kalian tidak akan bisa mengenakan seragam itu lagi!”
Para EMT menelan ludah, kemudian
menjawab, “Maaf Tuan Wright. Jalanan macet. Tolong segera baringkan Tuan Kepala
Jaksa di tandu ini!”
Phoenix mendengus. “Alasan yang
bagus sekali! Jalanan macet?! Nadinya
sangat lemah, demi Tuhan!” Kemudian dengan perlahan Phoenix membaringkan
Edgeworth ke atas tandu. Para EMT kemudian mengangkat Edgeworth secara serentak
ke dalam ambulans, dan berangkat menuju rumah sakit Hickfield.
Rumah Sakit Hickfield
12 Juni 2027
12 Juni 2027
“Dokter Leona! Pasien ini Tuan
Kepala Jaksa Miles Edgeworth, dan kondisinya sangat lemah!” teriak salah satu
EMT saat mereka sampai di rumah sakit.
Seorang dokter perempuan berambut
panjang, tampak masih berusia 28-30 tahun, dengan badan yang kurus dan cukup
tinggi ternganga saat melihat Edgeworth terbaring tak sadarkan diri di atas brankar.
“T-tuan Kepala Jaksa?!” seru Dokter Leona. Kemudian ia berbalik
kepada Kay dan Phoenix. “Tuan Wright! Nona Faraday! Apa yang terjadi?”
“Dia tiba-tiba mengeluh dadanya
sakit, kemudian tak lama setelah itu ia tak sadarkan diri,” ucap Kay pelan. Dokter Leona mengerutkan alisnya, dan
tampaknya ia langsung paham apa yang terjadi pada Edgeworth.
“Bersihkan jalan!” seru Dokter
Leona lagi. “Bawa Tuan Edgeworth ke Unit Gawat Darurat segera!”
“Dokter!” potong Kay.
“Boleh..boleh saya ikut? Saya khawatir sekali!”
“Maaf Nona Faraday, tapi anda dan
Tuan Wright cukup tunggu disini.” jawab Dokter Leona.
“Tapi, Dokter!---“
“Nona Faraday, saya mengerti anda
khawatir dengan kondisi kekasih anda, tapi tolong, tunggu saja disini. Saya
berjanji semua akan baik-baik saja.” ucap Dokter Leona, kemudian mendorong
Edgeworth dan langsung menghilang. Maka Kay dan Phoenix hanya bisa menunggu di
ruang tunggu.
“Tuan Wright, sebaiknya anda
pulang saja, Maya pasti khawatir dan menunggu anda,” gumam Kay.
“Tidak, Kay. Aku sudah
memberitahu Maya. Mungkin tak lama lagi dia akan sampai kesini. Aku akan menemani
kau dan menunggu disini.”
“Terima kasih banyak, Tuan
Wright. Terima kasih banyak sudah membantu. Maaf aku telah mengganggu kau.”
“Tidak apa-apa, Kay. Edgeworth
sahabat aku sejak kecil. Aku khawatir juga dengan dia, kau tahu.”
“Tuan Wright. Kau mengenal Miles
lebih lama dari aku. Apa ia pernah mengeluh punya masalah kesehatan?” tanya
Kay. Phoenix mengerutkan dahinya, berpikir sejenak. Kemudian ia menggelengkan
kepalanya.
“Seingat aku tidak, Kay. Aku
bahkan tidak ingat kapan Edgeworth mengeluh sakit. “ jawab Phoenix.
Tak berapa lama kemudian, Maya
datang. Terengah-engah dan setengah berlari, ia menghampiri Phoenix dan Kay.
“Kay…. Apa yang terjadi pada
Edgeworth? Dimana dia sekarang? Bagaimana kondisinya?”
“Ia tiba-tiba mengeluh dadanya
sakit di kantor, dan kemudian tak sadarkan diri. Dokter sedang menanganinya.
Tadi aku dan Tuan Wright sudah mengecek nadinya, dan nadinya sangat lemah. Maya…
aku takut….Bagaimana jika….terjadi sesuatu pada Miles?” jawab Kay dengan suara
bergetar. Maya tak tahu harus melakukan apa, selain memeluk Kay dengan erat,
kemudian membelai punggung Kay, berusaha menghibur gadis itu.
“Edgeworth akan baik-baik saja,
Kay. Tenanglah. Dia pria yang kuat, kita semua tahu itu. Tidak akan ada sesuatu
yang buruk. Jangan menangis, Kay.” bisik Maya dengan lembut.
Satu jam kemudian, Dokter Leona
akhirnya muncul kembali dan menghampiri mereka bertiga.
“Bagaimana dengan Miles, Dokter?
Apa yang terjadi padanya? Dia baik-baik saja, kan?” tanya Kay tanpa basa-basi.
Dokter Leona menghela nafas pendek.
“Nona Faraday. Saya sudah memeriksa Tuan Kepala Jaksa dan ternyata ia menderita
arrhythmia. Dan arrhythmia yang Tuan Kepala Jaksa derita adalah arrhythmia di tahap
yang paling parah.”
“Arrhythmia?” tanya Kay dengan
kebingungan. Ia tak pernah mendengar tentang penyakit itu sebelumnya. “Apa
arrhythmia itu?”
“Ah, aku membuat anda bingung,
ya? Kekasih anda menderita kelainan jantung, Nona Faraday. Jantungnya tidak
berfungsi dengan normal. Jika dinilai dari stadiumnya, Tuan Kepala Jaksa sudah
menderita kelainan jantung cukup lama dan tidak ada tindakan medis apapun.
Sehingga memperparah kondisi jantungnya.”
“Tapi… Dia tidak pernah mengeluh
tentang jantungnya! Lalu….apa yang harus dilakukan, Dokter?? Miles akan
baik-baik saja, bukan?”
“Yang paling baik yang bisa saya
lakukan adalah memasang alat pacu jantung di jantung Tuan Kepala Jaksa agar
jantungnya bisa berdetak dengan normal. Tapi tidak sekarang, kondisinya terlalu
lemah. Saya akan putuskan kapan saya akan melaksanakan operasi alat pacu
jantung untuk Tuan Kepala Jaksa. Harus menunggu hingga kondisi Tuan Kepala
Jaksa membaik terlebih dahulu. ”
“Apa yang terjadi jika Edgeworth
tidak dipasang alat pacu jantung, dokter?” tanya Phoenix.
“Dua kemungkinan: Stroke atau
gagal jantung. Kami sudah memindahkan Tuan Kepala Jaksa ke kamar nomor 141.
Silahkan jika kalian bertiga ingin melihatnya. Dalam beberapa menit dia akan
bangun.” Kemudian Dokter Leona berbalik dan meninggalkan Kay, Phoenix, serta
Maya terpaku di ruang tunggu.
Alat pacu jantung? Membayangkan Edgeworth harus bergantung pada alat
pacu jantung, Kay benar-benar tidak tahan dan tidak tega. Ia ingin menangis
lagi, tapi ia tidak mau membuat Maya dan Phoenix beranggapan kalau ia cengeng.
“Ayo, Kay, kita lihat Mr.
Edgeworth,” bisik Maya sambil mengulurkan tangannya. Kay mengangguk, dan mereka
bertiga berjalan menuju kamar 141.
Edgeworth masih tak sadarkan
diri, terbaring mengenakan baju rumah sakit berwarna putih pucat, sebagian
wajahnya tertutup dengan tabung oksigen untuk membantunya bernafas. Tangan
kanannya dipasangi jarum infus, dan di sebelah tempat tidurnya, sebuah
heartrate monitor terpasang, memecah keheningan yang ada di kamar itu. Kay
kemudian duduk di sebelah tempat tidur Edgeworth, dan mengecup keningnya. Ia
kemudian menggenggam tangan kiri Edgeworth dengan erat. Ia tidak mau
meninggalkan Edgeworth sedetikpun.
Kau akan baik-baik saja, Miles….Aku akan selalu berada di samping kau. Aku
akan membantu kau melawan penyakit kau.
“Nick, aku rasa kita lebih baik
tinggalkan mereka berdua. Biarkan mereka punya privasi,” bisik Maya.
Phoenix mengangguk setuju, dan bersama
Maya melangkah keluar dari kamar 141.
“Kau sudah memberitahu Lang dan
Franziska, Nick?” tanya Maya. Phoenix menepuk dahinya keras-keras. Dia sangat
khawatir dengan kondisi Edgeworth hingga lupa memberitahu Lang serta Franziska.
“Aku lupa. Terima kasih banyak
sudah mengingatkan, Maya.”
Empat jam sudah berlalu. Phoenix
dan Maya sudah pulang, tapi Edgeworth masih tak sadarkan diri. Dokter itu berbohong! Dia bilang Miles akan
bangun dalam beberapa menit! Seru Kay dalam hati. Tidak sedetikpun Kay
melepaskan matanya dan melepaskan genggamannya di tangan Edgeworth. Air mata
kembali membasahi pipinya.
Kenapa ini semua harus terjadi? Setelah Ayah, apa Tuhan akan mengambil
pria yang sangat aku cintai juga?
Dan ini adalah hari ulang tahunnya, demi Tuhan! Seharusnya kami makan
malam, memberikannya kue ulang tahun, menggoda betapa tuanya dia!
Rasanya aneh sekali bagi Kay bahwa
baru kemarin ia menonton film di bioskop bersama Edgeworth. Mereka tertawa-tawa
bersama-sama. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kalau Edgeworth mengidap
penyakit berat.
Kay mencium tangan Edgeworth
lagi, dan membelai rambutnya. “Miles, aku mohon bangun…….” pinta Kay dengan
suara serak. Masih tak ada reaksi apapun. Suara yang terdengar hanyalah suara
heartrate monitor yang mengeluarkan bunyi beep pelan, untuk menandakan bahwa
Edgeworth masih hidup.
Tiba-tiba saja Kay dikagetkan
dengan suara ‘CRACK’ yang keras dari luar kamar. Lalu ia mendengar suara yang
sangat dikenalnya. “Aku adalah adik Miles Edgeworth, suster bodoh! Beritahu aku
dimana dia sekarang! Bagaimana kondisinya! SEKARANG JUGA!”
“Hey, Nona, jika anda masih
menggunakan cambuk itu, saya terpaksa akan memanggil keamanan untuk mengusir
anda keluar! Ini rumah sakit, dan anda tidak boleh menggunakan cambuk…..YEEOWWWCHHHH!”
“Kalau begitu cepat katakan
dimana kamar adik kecil saya dirawat, bodoh!”
Kay melangkah keluar dari kamar. “Franzy?
Lang? Kalian datang juga akhirnya! Ayo, ikut aku. Miles ada di kamar nomor
141.” ucap Kay sambil menuntun Franziska dan Lang menuju kamar Edgeworth.
Franziska bukan tipe orang yang gampang
mengungkapkan perasaannya di depan orang lain. Tapi, melihat Edgeworth, adik
kecil yang sangat disayanginya terbaring lemah tak berdaya di atas tempat tidur
rumah sakit, membuatnya kehilangan kata-kata.
“Jesus Christ.” bisik Franziska pelan.
“Apa kata dokter, Kay? Bagaimana
diagnosanya?” tanya Lang.
“Dokter bilang ia mengidap
arrhythmia. Dan arrhythmia yang diderita Miles sudah mencapai tahap yang paling
parah. Dokter bilang, ia akan segera melakukan operasi alat pacu jantung
setelah kondisi Miles membaik.”
“Arrhythmia?” Dahi Lang berkerut.
“Edgey-boy menderita kelainan jantung? Jantungnya tidak berfungsi dengan
normal?”
“Begitu yang dikatakan dokter
padaku,” jawab Kay sambil mengangkat bahunya. “Ia bilang, kalau Miles tidak
dipasangi alat pacu jantung, Miles bisa menderita stroke atau yang paling
parah, gagal jantung.”
“Oh astaga,” bisik Lang.
“Tapi dia tidak pernah mengeluh
apapun tentang jantungnya sejak kecil,” gumam Franziska. “Dia selalu sehat.”
“Mungkin dia menyembunyikannya
atau tidak menyadarinya,” ucap Lang.
Suara rintihan pelan kemudian
terdengar. Edgeworth membuka sebelah matanya secara perlahan.
“Miles!” seru Kay sambil mencium
tangan kekasihnya itu beberapa kali. “Bagaimana perasaan kau?”
“Kay?” tanya Edgeworth dengan
bingung, pandangannya tak fokus. “Aku ada dimana? Dan kenapa di mulutku
terpasang benda ini?”
“Kau tiba-tiba pingsan di kantor,
Miles. Kau mau sesuatu?”
“Eh, sedikit air sepertinya
bagus. Terima kasih, Kay.”
Kay tersenyum kecil. “Tidak perlu
berterima kasih, Miles. Kau adalah pacar aku.” Kemudian Kay mengambil sebuah
gelas, menuangkan air, membuka tabung oksigen yang terpasang di mulut Edgeworth
dan membantu Edgeworth meminum air di gelas itu. Edgeworth minum dengan sangat
rakus dan menelan airnya dengan sangat terburu-buru.
“Adik kecil bodoh, mengapa kau
tidak pernah memberitahu kami semua kalau kau mengidap arrhythmia yang parah?”
tanya Franziska sambil melipat lengannya.
“Aku…apa?” Edgeworth bertanya
balik dengan bingung. “Arrhythmia? Apa itu?”
“Kau menderita kelainan jantung,
Miles. Jantungmu tidak berdetak secara normal. Dokter memberitahu aku kalau kau
harus dipasang alat pacu jantung. Kau akan melakukan operasi pemasangan alat
pacu jantung begitu kondisi kau membaik. Miles, kita berkencan sudah hampir 8
bulan, mengapa tidak pernah sekalipun kau memberitahu aku tentang penyakit
kau?” seru Kay dengan marah.
Edgeworth menggaruk hidungnya,
sama bingungnya seperti mereka semua. What
on earth is this? Kelainan jantung? Dia? Bagaimana bisa? Dia tak pernah
merasakan ada sesuatu yang salah dengan jantungnya. Jika Wright yang menderita
kelainan jantung, itu sangat masuk akal, mengingat dia selalu mengalami
berbagai kecelakaan aneh hanya dengan berjalan dengan kedua kakinya.
Tapi dia?
Nah, ini semua tidak masuk akal.
Edgeworth terhenyak kembali ke
bantalnya. “Kay. Maafkan aku. Tapi sungguh, aku sendiri sama sekali tidak tahu.
Bahkan aku tidak tahu apa arrhythmia itu sebelum Franziska menyebutkannya tadi.
Dan, kau bilang apa tadi? Operasi pemasangan alat pacu jantung?”
Edgeworth mengakui, dia takut
mendengar kata ‘operasi’. Membayangkan ia berbaring tak sadarkan diri di atas
meja operasi, lalu tim dokter memasang benda aneh ke dalam jantungnya……
Edgeworth menelan ludah. Ia merasa ngilu hanya dengan membayangkan itu semua.
“Betul, Miles. Dokter bilang kau
harus dioperasi pemasangan alat pacu jantung untuk membantu jantung kau
berdetak dengan normal.”
“Tapi aku tidak mau dioperasi!”
seru Edgeworth tiba-tiba, nada suaranya dipenuhi dengan ketakutan sekarang. “Aku
tidak mau dipasang benda apapun di dalam jantung aku…….YEOOOWCH!”
CRACK! Franziska melambaikan
cambuknya ke depan tempat tidur Edgeworth. Edgeworth meringis dan mendelik ke
arah Franziska.
“Demi Tuhan, Franziska! Tidak
bisakah kau menyimpan benda mengerikan itu sedetik saja? Lang, berapa kali
sudah kau dicambuk oleh adik aku?”
“Dan tidak bisakah kau tidak
keras kepala hanya sedetik saja, adik kecil bodoh?” ucap Franziska sambil
mengayunkan cambuknya lagi.
“Keras kepala? Aku? Kau bilang
aku keras kepala hanya karena aku tidak mau dioperasi pemasangan alat pacu jantung?!”
“Ya, betul! Kau harus mau
dioperasi, Miles Edgeworth! Kalau tidak, kau bisa kena stroke atau gagal
jantung! Benar begitu, Kay?”
Kay mengangguk perlahan,
sementara Edgeworth tercengang. Edgeworth mencengkeram rambutnya dengan kikuk.
“Tapi aku tidak mau……”
“Apa kau takut dioperasi,
Edgey-boy? Tenang saja. Aku pernah dioperasi beberapa tahun lalu. Tidak buruk
kok. Tidak akan sakit.” timpal Lang.
“Itu karena kau cuma dioperasi
tangan, Lang! Ini berbeda! Operasi jantung? Ughh……”
“Dan kau mau jika kau menderita
stroke atau gagal jantung? Kau egois, Miles Edgeworth! Pikirkan kekasih kau !
Pikirkan bagaimana perasaan Kay jika kemungkinan yang buruk itu terjadi pada
kau!”
Kay menggigit bibirnya, dan
membelai tangan Edgeworth dengan lembut.
“Franziska benar, Miles. Aku mohon. Kau harus mau dioperasi. Aku
takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada kau, Miles, jika kau tidak
dioperasi. Kau tak perlu takut. Aku akan selalu berada di samping kau.” ucap
Kay sambil terus membelai tangan Edgeworth.
Gee, thanks, Kay. Siapa yang tega menolak perintah yang keluar dari
bibir gadis manis dan penuh pengertian ini?
Edgeworth tersenyum, dan balas
menggenggam tangan Kay, kemudian mengangguk pelan.
“Baiklah, Kay. Aku mau dioperasi
pemasangan alat pacu jantung. Demi kau.”
“Senang mendengarnya, Miles.
Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun, Miles. Semoga panjang umur dan sehat
selalu. I love you.” ucap Kay sambil
mengecup kening Edgeworth lagi dan memberikan sebuah bungkusan hadiah kecil ke
pangkuan Edgeworth.
Edgeworth balas tersenyum. “Terima
kasih banyak, Kay. Dan……eh….l love you
too.”
Hickfield Hospital
June 16th, 2027
Ruang Operasi - Ruang Tunggu
June 16th, 2027
Ruang Operasi - Ruang Tunggu
Kay berdiri dengan tegang di luar
ruang operasi. Di luar ruang operasi, Maya, Phoenix, Lang, Franziska, Trucy,
serta Pearl duduk, ikut menunggui Edgeworth yang sedang dioperasi pemasangan
alat pacu jantung. Dengan gelisah Kay mondar-mandir tanpa henti. Sudah tiga jam. Astaga. Aku bisa mati.
Kenapa lama sekali? Kay tidak pernah menunggui seseorang dioperasi sebelumnya.
Ia tahu, para dokter adalah seorang profesional, dan tidak seharusnya ia
ketakutan serta cemas seperti ini. Tapi tetap saja, ia tidak bisa membuang
pikiran buruk dari benaknya.
Bagaimana jika operasinya gagal? Bagaimana jika tim dokter tidak
berhasil memasang alat pacu jantung di jantung Miles? Bagaimana jika tim dokter
melakukan kesalahan, dan berakibat fatal? Bagaimana jika sesuatu terjadi di
ruang operasi dan Miles menjadi koma?
“Kay, kau mondar-mandir terus
dari tadi, duduklah, Kay. Nanti kau lelah,” ucap Maya.
“Aku tak tahan, Maya! Operasinya
lama sekali! Rasanya ingin sekali aku melompat ke dalam ruang operasi!
Jangan-jangan sesuatu yang buruk terjadi pada Miles, makanya operasinya lama
sekali. Maya, aku benar-benar takut!” ucap Kay sambil menggigit bibirnya.
“Kay,” ucap Lang. “Dulu ketika
aku dioperasi luka kecil di tangan saja, memakan waktu dua jam. Apalagi
Edgey-boy, operasi jantung tentu memakan waktu yang tidak sebentar. Lang Zi berkata,
jangan ketakutan berlebihan, nanti ketakutan kau akan menjadi kenyataan.
Duduklah, Kay. Dan berdoa untuk Edgey-boy.”
Kay menghela nafas pendek,
kemudian akhirnya duduk. Matanya berkali-kali melirik ke arah pintu ruang
operasi, tidak sabar melihat pintu itu dibuka dan Dokter Leona keluar.
Empat jam kemudian akhirnya
berlalu. Dokter Leona keluar dari ruang operasi, tampak lelah, tapi juga tampak
sangat puas. Ia kemudian menghampiri mereka semua, dan tersenyum.
“Sukses.” ucap Dokter Leona
pendek. Kay memeluk Dokter Leona dengan erat, kemudian setengah berteriak,
berkata, “Terima kasih banyak, terima kasih banyak, dokter! Dimana Miles
sekarang? Boleh aku melihatnya?”
“Eh…aku hanya melakukan pekerjaan
aku, Nona Faraday. Beberapa menit lagi perawat akan mendorong Tuan Kepala Jaksa
keluar dari ruang operasi, kita tunggu saja,” jawab Dokter Leona. Mereka semua
akhirnya menunggu dalam diam. Tak berapa lama kemudian, beberapa perawat keluar
dari ruang operasi dan mendorong Edgeworth yang masih tak sadarkan diri akibat
pengaruh obat bius. Kay melompat ke depan brankar, membelai rambut Edgeworth dan
mencium tangan Edgeworth berkali-kali.
Franziska, Phoenix, Lang, serta
Maya terkikik tertahan melihat kelakuan Kay. Salah satu perawat akhirnya
mencolek Kay dan berkata, “Um…Nona Faraday? Maaf, tapi kami harus membawa Tuan
Kepala Jaksa ke kamar rawat.”
Kay tertawa malu. “Benar. Maaf,
perawat.”
Mereka semua kemudian berjalan
mengikuti para perawat mendorong Edgeworth menuju kamar no 141 lagi. Melihat
para perawat dan Dokter Leona memindahkan Edgeworth dari brankar ke tempat
tidur rumah sakit, membuat Kay merasa ketakutan lagi. Walau ia tahu para dokter
dan perawat tentu tak akan melakukan kesalahan konyol seperti menjatuhkan
pasien saat memindahkan mereka dari brankar, tapi entah kenapa pikiran itu
tidak bisa hilang darinya. Ia mengawasi dengan tegang sambil mencakar lengan
Maya. “Ouch, Kay! Kuasai diri kau!” bisik Maya dari sudut bibirnya.
Jika Kay pikir melihat Dokter
Leona dan timnya memindahkan Edgeworth dari brankar ke tempat tidur adalah
sesuatu yang buruk, itu bukan apa-apa saat ia melihat Dokter Leona memasang
jarum infus di tangan kanan Edgeworth. Kay meringis dan mencengkeram lengan
Maya lebih erat lagi saat melihat jarum infus dipasang melalui nadi Edgeworth. Terakhir,
Kay langsung berbalik menghadap ke dinding saat melihat Dokter Leona mengganti
perban bekas operasi di dada Edgeworth. Melihat goresan panjang bekas operasi
yang jelek di dada kekasihnya hampir membuat Kay muntah dan ia sama sekali
tidak tahan melihat itu semua.
“Oke….semua selesai. Pengaruh
obat biusnya akan hilang dalam waktu setengah jam. Kalian semua boleh
menungguinya, tapi ingat jangan berisik. Nona Faraday, besok kita harus bicara,
saya akan menjelaskan apa saja obat-obatan yang dibutuhkan Tuan Kepala Jaksa dan
apa yang harus anda lakukan setelah Tuan Kepala Jaksa keluar dari sini. Selamat
malam, semuanya.”
“Selamat malam, Dokter Leona.”
Setengah jam kemudian, pengaruh
obat bius hilang dan Edgeworth akhirnya terbangun. Edgeworth merasa pusing dan dadanya
terasa sangat sakit pasca operasi. Edgeworth mengerjapkan matanya, merasa
sedikit bingung begitu banyak orang berdiri mengelilingi tempat tidurnya,
dengan pandangan khawatir.
“Kay? Wright? Maya? Pearls?
Trucy? Lang? Franziska?” ucap Edgeworth lemah. “Apa yang kalian semua lakukan
disini?”
“Dasar konyol. Tentu untuk
menunggui kau dioperasi pemasangan alat pacu jantung! Kau tidak ingat kau baru
saja dioperasi?” ucap Phoenix setengah gemas, setengah geli.
“Oh, iya. Dan kalian menunggui
aku selesai dioperasi?” Edgeworth meringis lagi, dadanya terasa perih. Entah
mengapa, ia merasa sangat terharu. Operasi tentu memakan waktu berjam-jam, dan
mereka, Wright, Maya, Franziska, Lang, Trucy, Pearl, menghabiskan waktu mereka
yang berharga hanya untuk menunggu ia selesai dioperasi? Mereka semua tak
memiliki hubungan darah dengannya, dan mereka rela menunggu ia selesai
dioperasi selama berjam-jam…. Edgeworth memiringkan kepalanya sedikit, dan
menoleh ke arah Kay. “Kau juga, Kay?”
“Tuan Edgeworth!” seru Pearl
tiba-tiba. “Tentu saja Miss Faraday menunggui kau selesai dioperasi, dia adalah
orang yang spesial untuk kau! Seseorang yang spesial pasti akan selalu berada
di sisi orang yang mereka cintai! Masa kau tidak mengerti hal sepele seperti itu?”
“Pearl!” tegur Maya sambil
menyikut Pearl. “Kau tidak boleh berkata seperti itu! Tuan Edgeworth sedang
sakit dan baru saja dioperasi!”
“Tidak apa-apa, Maya.” ujar
Edgeworth sambil tertawa lemah. Kemudian matanya melirik ke arah meja yang
sudah dipenuhi karangan bunga, balon, dan ucapan semoga lekas sembuh. “Apa itu
semua untuk aku? Dari kalian semua?”
“Beberapa memang dari kami, tapi yang
lainnya dari para fans kau, Edgeworth! Banyak sekali fans kau yang mengirimkan
hadiah dan kartu semoga lekas sembuh…..Lihat, yang ini dari Wendy Oldbag, dia
mengirimkan bunga dan kartu ucapan…” ucap Phoenix sambil mengambil kartu ucapan
berwarna biru yang tergeletak di paling atas. “Dia bilang, Semoga cepat sembuh, Edgey-poo, aku berjanji aku akan segera menjenguk
kau dalam waktu dekat ini. Dengan penuh cinta, Wendy Oldbag.”
“Wright.” ucap Edgeworth jengkel.
“Cukup.”
Mereka semua tertawa.
“Bagaimana mereka semua bisa tahu
kalau aku dirawat disini?”
“Miles, kau seperti tak tahu
saja…. Orang media…. Mereka selalu membuntuti kau dan mengawasi gerak-gerik
kau.” Jawab Kay. Edgeworth memutar matanya. Ia bisa membayangkan foto dirinya
berada di rumah sakit dimuat di koran dan majalah, dan itu membuatnya muak.
“Hey, sudah jam 8 malam. Ayo kita
pulang.” ucap Lang sambil melirik arlojinya. “Cepat sembuh, Edgey-boy. Kay,
jaga Edgey-boy baik-baik. Selamat malam, Kay, Edgey-boy.”
“Selamat malam, semuanya. Terima
kasih banyak sudah menemani aku menunggui Miles,” jawab Kay. Kemudian Phoenix,
Lang, Franziska, Maya, Trucy, Pearl, melangkah keluar, meninggalkan Edgeworth
dan Kay hanya berdua saja.
“Bagaimana perasaan kau, Miles?”
tanya Kay. Edgeworth mengangkat bahunya.
“Aku baik-baik saja, Kay.”
Kay menatapnya dengan penuh curiga.
“Jangan berbohong, Miles. Kau tidak baik-baik saja. Kau baru saja dioperasi
pemasangan alat pacu jantung. Sekarang, jawab dengan jujur, bagaimana perasaan
kau?”
Edgeworth memutar matanya.
“Yah..Dada aku terasa sedikit perih. Itu saja, tidak lebih, Kay.”
“Apa kau lapar, Miles? Kau belum
makan apapun dari pagi.”
“Ya, sedikit,” jawab Edgeworth
pendek.
“Tunggu sebentar, oke? Aku akan
meminta makanan pada suster.”
Tapi Edgeworth menggelengkan
kepalanya. “Kay. Tidak perlu repot-repot.”
“Miles,” ucap Kay, merasa sedikit
jengkel sekarang. “Berhenti mengucapkan kata-kata itu. Kau tidak pernah
merepotkan aku. Kau adalah pacar aku dan aku ingin merawat kau sebaik mungkin. Tunggu
disini, oke?” Kemudian ia bangkit dari kursi dan lima menit kemudian, kembali
dengan membawa sekotak makanan.
“Ayo, Miles, makan,” ucap Kay
sambil membuka kotak makanan itu dan bermaksud menyuapi Edgeworth.
“Kay, aku bukan bayi, aku bisa
makan sendiri,” gumam Edgeworth keras kepala. Kay mendengus tertawa.
“Astaga, Miles. Selalu keras kepala
seperti biasa. Yeah, dan kau pikir kau bisa makan dengan tangan dipenuhi jarum
infus seperti itu? Ayo, buka mulut kau sekarang, Tuan Kepala Jaksa. Dan makan!”
Edgeworth memutar bola matanya. “Terserah
apa kata kau saja, Nona Faraday,” ujar Edgeworth sambil membuka mulutnya. Kay
mulai menyuapi Edgeworth, sementara Edgeworth mengunyah makanannya dengan
sangat lambat. Saat Kay asyik menyuapi Edgeworth, terdengar suara seorang
wanita yang beradu teriak dengan resepsionis.
“………Maaf Nyonya, tapi jam kunjungan
sudah berakhir! Anda tidak boleh melanggar peraturan rumah sakit!”
“Aku ibunya! Aku berhak melihat
bagaimana kondisi putra aku!”
“Nyonya! Saya perintahkan anda
berhenti sekarang juga! Nyonya!”
Pintu kamar 141 menjeblak
terbuka. Edgeworth hampir memuntahkan makanan yang baru ditelannya saat melihat
wanita yang sekarang berdiri di depan tempat tidurnya. Wanita itu tak lain dan
tak bukan adalah Stella Edgeworth, ibu kandungnya dan istri dari almarhum
ayahnya, Gregory Edgeworth.
Edgeworth tidak pernah mencintai
ibunya. Bahkan, bisa dibilang ia sangat membenci ibunya. Bagaimana tidak? Ibunya
meninggalkan ia saat ia masih berusia 5 tahun. Ibunya meninggalkan Gregory demi
pria lain. Kemana ibunya saat peristiwa DL-6 terjadi? Apakah ibunya berusaha
mencarinya? Tidak. Ibunya membiarkan saja dia, putra semata wayangnya yang
masih berusia 9 tahun ketakutan, kesepian, sampai akhirnya harus merasakan
diasuh oleh Von Karma yang kejam. Lalu, apa yang sekarang ia lakukan di
depannya? Apa yang wanita ini inginkan?
“Miles, Nak? Ini Ibu, sayang. Ibu
baca di tabloid kalau kau sakit parah, dan…….”
“Apa yang anda inginkan, Nyonya
Stella?” potong Edgeworth dengan dingin.
“Nak, Ibu hanya ingin datang
melihat kondisi kau, Ibu tahu Ibu melakukan banyak sekali kesalahan kepada kau,
dan Ibu ingin minta maaf, Nak… Atas semua yang sudah terjadi… Bisakah kita
melupakan masa lalu dan memulai segalanya dari awal lagi? Maukah kau memberi
Ibu kesempatan kedua?”
Memulai segalanya dari awal lagi? My butt.
Sebelum ia bisa mengontrol emosinya,
kemarahan Edgeworth tiba-tiba saja meledak. Rasanya ingin sekali ia keluarkan
semua rasa amarah dan emosinya yang dipendam selama berpuluh-puluh tahun. Ia
bukan tipe orang yang emosional. Tapi, sekarang saatnya yang tepat untuk
mengeluarkan semuanya.
“Melupakan masa lalu? Memberi kau
kesempatan kedua? Bagaimana dengan Ayah, Ibu? Apa kau memberinya kesempatan
kedua?! Dimana kau saat DL-6 terjadi?!! Dimana kau saat aku sendirian dan tak
memiliki siapapun?!! Apa kau pernah mencoba mencari aku?! Apa kau pernah
bertanya kepada dirimu sendiri, apa yang terjadi jika putra semata wayang kau
yang masih berusia 5 tahun, kau tinggalkan begitu saja demi pria lain?! Dan kau
masih berani menyebut kau Ibu? Kau masih berani muncul di hadapan aku, DASAR
WANITA SIAL--!!!!!!”
Tepat setelah itu, heartrate
monitor yang terpasang di sebelah tempat tidur Edgeworth mengeluarkan bunyi
BEEP yang sangat kencang. Terengah-engah seakan habis lomba lari, Edgeworth mencengkeram
dadanya. Seorang suster yang lewat kemudian menghampiri mereka.
“Nyonya. Saya
minta anda keluar sekarang juga!” seru sang perawat. Dengan mata berlinang Stella
Edgeworth akhirnya keluar dari kamar dan meninggalkan rumah sakit.
Setelah sang
perawat pergi, Edgeworth mencengkeram rambutnya, dan membenamkan wajahnya ke
lututnya. Kay tidak pernah melihat Edgeworth begitu emosional seperti ini
sebelumnya. Edgeworth juga tidak pernah bercerita kepadanya tentang ibunya.
Sehingga ini cukup mengejutkan Kay. Seandainya ia tahu…..Kekasihnya ini sudah
begitu banyak menderita. Kay tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain
membelai punggung Edgeworth dengan lembut.
“Miles?”
panggil Kay pelan. “Sayang, kau baik-baik saja?”
Edgeworth
mengangkat wajahnya dari lututnya, ia buru-buru mengusap matanya yang merah
sekarang.
“Maaf, Kay.
Aku begitu cengeng. Maaf kau harus melihat aku memaki Ibu aku seperti itu.”
Dengan lembut
Kay membenamkan kepala Edgeworth ke dadanya.
“Kau adalah
manusia, Miles. Tidak ada yang salah untuk menangis. Menangislah, jika itu
membuat kau lega. Aku disini untuk kau, Miles.”
“Terima kasih,
Kay.”
Satu minggu
kemudian, Edgeworth akhirnya diizinkan keluar dari rumah sakit. Ia merasa
senang dan bersyukur sekali akhirnya bisa keluar dari rumah sakit. Beberapa
hari lagi saja ia tertahan di tempat membosankan itu, ia merasa ia akan kehilangan
akal sehatnya.
Kehidupannya
berubah total sejak ia divonis mengidap arrhythmia yang parah. Ia diharuskan
meminum obat anti arrhythmia setiap dua jam sekali, ia tidak boleh bekerja
terlalu keras, ia tidak boleh makan makanan sembarangan lagi. Teman-temannya
dan Kay menjadi sangat overprotektif dan khawatir akan dirinya, seakan-akan ia bisa
meninggal mendadak kapan saja. Lama kelamaan, semua itu membuat Edgeworth merasa
muak. Ia tahu arrhythmia yang dideritanya bisa sembuh total, akan tetapi
penyembuhannya sangat lama. Edgeworth merasa ia selalu merepotkan semua orang
yang mengenalnya, terutama Kay.
Suatu hari,
Edgeworth dan Kay berjalan-jalan bersama ke taman hiburan setelah berhasil
menangani kasus yang cukup panjang dan melelahkan. Kay bersemangat sekali, dia
berlari kesana kemari layaknya seorang anak kecil.
“Miles! Ayo
kita naik roller coaster itu!” ucap Kay sambil menunjuk ke arah roller coaster.
Edgeworth menelan ludah. Ingin sekali rasanya ia bisa mengabulkan permintaan
kekasihnya itu.
“Kau sendiri
saja, Kay… Aku tunggu disini saja,” gumam Edgeworth lirih.
“Tapi, Miles!
Tentu tidak menyenangkan sama sekali jika aku naik roller coaster sendiri, aku
ingin menaikinya bersama kau……Oh,” perkataan Kay terpotong saat membaca papan
peringatan yang terpasang di depan roller coaster.
Arena roller coaster terlarang bagi:
-Ibu hamil
-Penderita epilepsi
-Penderita arrhythmia
“Baiklah, kita
cari arena bermain yang lain saja, yang aman untuk kau, Miles!” ucap Kay sambil
menggandeng tangan Edgeworth.
“Tapi….
Bukankah kau sangat ingin menaiki roller coaster itu? Tidak apa-apa kalau kau ingin menaikinya,
Kay. Aku bisa menunggu kau di bawah,” ucap Edgeworth.
“Tidak, tidak
usah, Miles. Bagaimana jika kita masuk ke rumah hantu ini? Pasti seru! Ayo,
Miles!” ucap Kay lagi sambil menarik tangan Edgeworth ke depan rumah hantu
dengan semangat. Tapi keceriaan di wajah Kay langsung lenyap saat melihat papan
peringatan yang tertulis besar-besar di depan rumah hantu:
“ARENA RUMAH
HANTU INI TERLARANG BAGI PENDERITA ARRHYTHMIA, DAN BAGI MEREKA YANG MEMAKAI
ALAT PACU JANTUNG.”
“Kau masuk
saja jika kau ingin, Kay, aku bisa menunggu di luar.” gumam Edgeworth pelan. Dasar penyakit sialan. Aku sudah
mengecewakannya dua kali hari ini. Kay memang tidak terlihat kecewa,ia
wanita yang penuh pengertian Tapi tetap saja, Edgeworth merasa sedih ia bahkan
tidak bisa menemani kekasihnya menaiki arena bermain di taman hiburan!
“Masih banyak
arena bermain yang lain, ayo kita cari yang aman untuk kau, Miles…. Miles?”
panggil Kay pelan. Edgeworth sekarang duduk, mencengkeram dadanya, keringat
dingin membasahi keningnya.
“Miles, obat
kau?! Dimana obatnya?” seru Kay dengan panik. Edgeworth menggelengkan
kepalanya.
“Aku lupa
membawanya, Kay…” jawab Edgeworth lemah.
“Oh, astaga!”
Dengan panik Kay membongkar tasnya, berharap mungkin ada obat Edgeworth yang
terselip di dalam tasnya. Betapa leganya Kay saat ia menemukan satu butir pil
yang terselip di tasnya. “Ini, Miles, ini ada obat kau yang terselip di tas
aku, cepat minum!” seru Kay sambil menjejalkan pil itu ke tangan Edgeworth.
Edgeworth menerimanya, dan menelan pil itu dengan cepat.
“Ayo kita
pulang saja, Miles. Kau lupa membawa obat kau, resikonya tinggi sekali. Untung
saja ada satu butir pil yang terselip di tas aku.”
“Tapi, Kay,
ini seharusnya kencan yang menyenangkan…. Bukan saatnya kau menjadi suster aku
lagi…” gumam Edgeworth pelan. Ia merasa bersalah.
“Tidak
apa-apa, Miles. Kesehatan kau jauh lebih penting. Kita masih bisa kesini lain
hari. Ayo, kita pulang.”
August 1st, 2027
Rumah Miles Edgeworth
Kamar Tidur Miles Edgeworth
Rumah Miles Edgeworth
Kamar Tidur Miles Edgeworth
“Kay,” bisik
Edgeworth. “Aku benar-benar minta maaf. Aku sudah menghancurkan kencan kita.”
“Miles, berapa
kali aku harus bilang, tidak apa-apa? Apa gunanya aku bisa menaiki arena bermain
di taman hiburan jika itu malah hanya akan membahayakan kesehatan kau? Sungguh,
Miles, aku sama sekali tidak kecewa.” ucap Kay sambil tersenyum manis.
“Kay, kau
benar-benar penuh pengertian. Terima kasih banyak. I love you so much. Ini
tebusan kencan yang kacau tadi,” gumam Edgeworth sambil mengangkat dagu Kay dan
mencium bibir Kay dengan lembut. Kay balas mencium, awalnya ciuman mereka pelan
dan lembut, lama kelamaan ciuman mereka menjadi ganas dan tak beraturan. Tangan
Edgeworth mulai meraba bagian depan kancing piyama Kay. Dengan cepat Edgeworth
membuka kancing piyama Kay, setelah semua kancing terbuka, Edgeworth melempar piyama
Kay ke lantai. Setelah itu Edgeworth membuka pengait bra Kay dengan sangat
cepat, lalu melempar bra Kay ke lantai juga, sementara bibirnya masih menekan
keras ke bibir Kay. Edgeworth kemudian membelai payudara Kay. Kay terkikik
geli, dan mulai membuka kancing piyama Edgeworth satu demi satu. Setelah semua
kancing piyama Edgeworth terbuka, Kay melemparkan piyama Edgeworth. Mereka
berhenti berciuman sejenak untuk udara. Kesempatan ini digunakan Kay untuk
membelai perut Edgeworth.
Edgeworth
mengunci bibirnya dengan bibir Kay lagi, dan Kay mendorong Edgeworth, memberi
isyarat bahwa ia ingin Edgeworth berbaring. Akan tetapi, karena Kay terlalu
cepat, secara tidak sengaja sikunya mengenai dada Edgeworth, tepat di bekas
operasinya. Edgeworth langsung merasakan kesakitan yang luar biasa di dadanya.
“OW!” teriak
Edgeworth. Mata Kay melebar ketakutan.
“Miles!
Astaga! Maaf, aku sama sekali tidak sengaja, Miles….. Dimana obat kau?!” teriak
Kay dengan panik.
“Kotak obat.
Ruang tengah.” jawab Edgeworth lemah. Kay memakai piyamanya lagi, dan berlari
ke ruang tengah. Ia membongkar kotak obat dengan terburu-buru dan setelah
menemukan obat arrhythmia Edgeworth, Kay kembali ke kamar Edgeworth. Kay
menjejalkan obat ke dalam mulut Edgeworth dan segelas air. Setelah beberapa
saat, Edgeworth akhirnya tidak mencengkeram dadanya lagi dan keringat dingin di
wajahnya hilang sedikit demi sedikit.
“Ini, Miles,
piyama kau. Pakailah dan segera tidur,” ucap Kay sambil menyerahkan piama
Edgeworth. Edgeworth menerima piyamanya tanpa menjawab apapun. Hatinya mengutuk
pelan.
Bahkan untuk melakukan seks saja, arrhythmia
sialan ini terus menganggu.
“Kay, maafkan
aku. Sungguh.”
“Dan untuk apa
kau minta maaf, Miles?? Aku yang seharusnya minta maaf kepada kau. Sudahlah,
tidurlah sekarang. Kita bisa melakukannya lain kali. Selamat malam, Miles.” ucap
Kay sambil mencium pipi Edgeworth, dan tertidur.
Saat
memandangi Kay yang tertidur, sebuah pikiran berkecamuk di kepala Edgeworth.
Sejak arrhythmia ini menyerang, hubungan aku
dan Kay tidak seindah dulu. Aku terus-terusan mengecewakan dan merepotkannya.
Dia lebih mirip sebagai suster aku daripada pacar aku belakangan ini. Apakah
aku pantas memiliki Kay? Apakah aku memang pria yang tepat untuk Kay? Yang
bahkan untuk melakukan seks saja harus selalu diselingi sakit dada? Bagaimana
jika hubungan kami ini tidak ada masa depan sama sekali?
Apakah hubungan ini adalah hubungan yang
sehat? Kay, dia muda, enerjik, ceria… Bukankah seharusnya dia menghabiskan
waktunya untuk tertawa, kencan yang menyenangkan, dan aku membuatnya merasa
sebagai wanita paling beruntung di dunia?
Apa yang sudah aku berikan kepadanya?
Aku seharusnya membuatnya tertawa. Seharusnya
aku membuatnya bahagia. Bukan membuatnya ketakutan dan panik dengan sakit dada
murahan aku.
Aku seharusnya membawanya ke sebuah tempat
indah. Bukan membawanya ke rumah sakit dan dokter untuk check-up tiap minggu.
Seharusnya aku mengatakan aku mencintainya
setiap hari, bukan membuatnya harus selalu mengingatkan aku untuk minum obat
setiap hari.
Dia seharusnya menjadi pacar aku. Dan nanti,
tunangan aku. Dan istri aku pada akhirnya. Tapi aku membuatnya lebih seperti
perawat dan pengasuh aku daripada kekasih aku.
Bukankah dia pantas mendapatkan lebih dari
ini?
To be continued…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar